Launching

Launching

Kamis, 04 Juni 2009

C. CIRI UMUM ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT PAPUA

Konstruksi sof dan afi disangga oleh koloum sebagai pilar pilar Utama bangunan dalam arsitektur tradisional suku maybrat Imian sawiat yang juga dibagi sebagai berikut ; bagian atas Timanaf, bagian tengah masuf, dan ujung magit. Susunan atau konstruksi koloum, disebtu sur, dalam arsitek tur tradisional maybrat imian sawiat yang kemudian di kembang kan menjadi bentuk yang moderen mempertahankan aliran arsitektural yang tradisionali. Dalam bentuk moderen selanjutnya digabungkan dengan pondasi menerus pada bangunan moderen. Sur yang digabungkan tersebut berbentuk bulatan dengan bahan speci, dimana terletak pada bagian bawah teras atau teras bertumpu di atasnya.

Keterangan :

A. Sur yang di adopsikan sebagai koloum teras.

B. pondasi

C. teras

Arsitektur tradisional suku maybrat imian sawiat tidak mempunyai koloum yang gemuk, namun ukuran koloumnya kecil, memanjang dan vertical (sur). Untuk ukuran ini biasanya dibangun pada rumah gantung dengan ketinggian 9m – 12m, dengan jumlah koloum sur, 16, 17, 18, 19 dan seterusnya bergantung besar kecilnya bangunan. sedangkan untuk rumah dengan ketinggian 2m, mempunyai koloum berjumlah 4, 6, 8 dengan bentuk koloum gemuk (hafot) dan di kombinasikan dengan beberapa koloum kurus (sur).


A. Makna yang tersirat pada bentuk anyaman tersebut adalah, keindahan, keuletan/kepandaian, dan kebaikan. Bila ditinjau dari keindahan, maka setiap segala sesuatu yang di buat sedemikian rupa dengan nilai – nilai estetik adalah indah. Dikatakan indah karena menghibur, enak dipandang, bermakna, bernilai, dan menarik.

Bila mana itu dipandang dari segi keuletan dan Kepandaian, maka ada kaitannya dengan kehidupan Sehari – hari orang maybrat imian sawiat yang mana Mengatakan bahwa, dalam menganyam sebuah noken yang bentuknya sedemikian mernarik yang disebut yu kom, sangat sulit dan tidak semua orang bisa mem buatnya. Oleh karena itu, mereka yang biasanya dapat menganyam jenis noken yu kom, seringkali dikata kan sebagai orang yang ulet dan pandai. Namun bila dipandang dari segi kebaikan, ada ungkapan orang maybrat imian sawiat mengatakan bahwa dilihat dari bentuk noken tersebut, menggambarkan betapa baiknya orang yang membuat noken tersebut, sebagaimana dalam ungkapan tradisional lingusitnya ‘’oo, finya ro m’ste yu refo fo kbor sneh bau oh’’. Dari ungkapan yang dikatakan tersebut mengandung sebuah pengertian dan makna yang luar biasa bahwa adanya suatu kehormatan atau suatu penghargaan yang diungkapkan oleh setiap orang ketika melihat akan bentuk estetikanya dan langsung mengatakan bahwa “memang ibu yang membuat noken ini dia sangat hebat”. Pekerjaan membuat noken adalah pekerjaan seorang ibu dan anak perempuan, sedangkan ayah dan anak laki – laki berburu dan berkebun. Bila dipandang dari segi kekompakan, bahwa noken yang terbuat dari bahan kulit kayu yang selanjutnya di olah menjadi bahan yang halus dan membentuk tali atau benang yang mana kira – kira lebarnya 2 – 3 mili dan tebalnya 0.02 mili, mampu dibentuk menjadi satu keutuhan dari sebuah noken yang sangat kuat, hal ini menggambarkan sifat hidup orang – orang maybrat imian sawiat yang selalu kompak dalam menjalankan kehidupan mereka, yaitu kompak dalam menyelesaikan suatu persoalan, kompak dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan kompak dalam menyelesaikan persoalan – persoalan secara bersama – sama. Bila ditinjau dari segi kekuatannya, dari jenis ukuran bahan yang dipakai dalam meramu sebuah noken terlihat kecil dan lucu, namun tali – tali kecil itu mampu memberikan suatu kekuatan tersendiri dimana noken tersebut digunakan dalam memikul beban yang beratnya 5kg, 25kg, 50kg hingga 100kg, namun tidak terputus antara satu urat dengan urat yang lainnya.


dengan membentuknya sedemikian agar suatu waktu ketika salah satu bagian jahitan terputus, namun tidak secara mudah untuk semuanya terlepas dari pegangannya karena bentuk jahitannya bekelok – kelok, dibandingkan jikalau bentuk jahitannya lurus, maka ketika salah satu dari jahitan tersebut putus, maka semuannya akan terlepas.


A. Bagian kaki berbentuk kapak bam – tmah. Bentuk pengadopsian ini enggambarkan suatu kebesaran dan kehebatan. Orang – orang maybrat imian sawiat mempunyai suatu pemikiran yang filosofis bahwa, barang siapa diantara mereka yang hidupnya tidak memiliki kapak, berarti orang tersebut atau keluarga tersebut adalah orang yang malas (haweboh). Kapak bam‘’bam marak tanik hasri mait?’’ menunjukkan suatu kebesaran, kerajinan, dan keuletan. Seringkali juga kapak digariskan sebagai nafkah seperti diungkapkan artinya wah, kalau anda adalah orang yang tidak memiliki kapak berarti anda akan kelaparan!. Kapak identik dengan nafkah karena dalam budaya bertani, orang maybrat imian sawiat biasanya menebang pohon – pohon rindang besar dengan menggunakan kapak.


Pada bagian kepala koloum yang merupakan tumpuan berbentuk perahu nelayan dan gelombang laut yang dipadukan dalam bentuk dekorasi kepala koloum. Bentuk tersebut merupakan pengadopsian dari perahu tradisional para nelayan lokal yang di gunakan dalam menangkap ikan, udang dan juga sebagai dasar perletakan rumah perahu yang di sebut kajang.


orang – orang di bagian pesisir pantai membuat rumah diatas perahu mereka yang disebut perahu kajang. Perahu kajang biasanya di pake untuk bepergian ke daerah yang bejauhan namun bias dijangkaui dengan perahu kajang. Daerah pesisir pantai yang menggunakan perahu kajang adalah seperti Teminabuan, Konda, Wersar, Udagaga, makaroro, makotemin, matemani, inanwatan, kokoda. Sedangkan nelayan – nelayan di daerah danau ayamaru, uter menggunakan perahu kole – kole wyak. Jenis perahu ini hanya dipergunakan sewaktu mencari ikan di danau, melakukan perjalanan dari Ayamaru ke Segior, Adoh, Yukase, Karetubun, Mapura, Fategomi, Kambuaya, Jitmau, Suwiam, fiane, Kartapura, Men dan Yohwer.

gambar: Perahu kajang Nelayan pesisir pantai


pada bagian ini merupakan pengadopsian dari keong atau kulit bia. Kulitbia dalam kehidupan masyarakat suku maybrat imian sawiat merupakan alat panggil utama dalam melakukan upacara – upacara formal atau kegiatan resmi.

Kulit bia biasanya digunakan sebagai alat Bantu untuk memanggil masyarakat dalam melaksanakan sesuatu yang dianggap sangat penting dan terhormat. Misalnya seperti upacara penjemputan, kegiatan ceramah atau kegiatan kampong, memanggil orang ketika ada persoalan yang mendadak. Digunakan untuk memanggil dan memberitahukan orang keluar dari kampong berjauhan, kulit bia dapat menjangkaui jarak panggil 50 km – 70 k. ada beberapa cara kode tiupan yang dipake dalam meniup kulit bia, yaitu pertama bila ada kunjungan resmi atau upacara resmi dan kegiatan resmi, biasanya menggunakan satu kulit bia saja yang di tiup untuk memanggil masyarakat. Dalam peniupan acara – acara seperti ini, biasa tiupannya teratur, lambat, dan panjang. Namun berbeda dengan jenis tiupan berikut ini, bilamana ada sesuatu yang terdesaki seperti adanya serangan musuh dari kampong lain atau ada kematian, biasanya kulit bia yang ditiup berjumlah lebih dari satu bergantung banyaknya kulit bia dan orang yang meniupnya. Situasi seperti ini cenderung ditiup dengan cara cepat atau tergesa – gesa dengan tujuan memanggil dengan segera setiap penduduk kampong yang telah keluar ke kebun meninggalkan kampong bahwa ada sesuatu yang berbagaya telah terjadi di kampong. Dalam bentuk tiupan dan panggilan ini, cenderung membuat orang tergesa – gesa dan bisa meninggalkan kerjanya dengan keadaan terpaksa.

A. kepala ornament

Bentuk kepala ornament terdiri dari dua bagian, yang mana rahang babi atau rahang rusa di bagian tengah, dan kepala kakatua putih – yakop di bagian luar ujung. Bentuk pertama pada gambar di samping adalah rahang Babi atau rusa pada rumah tradsional yang merupakan hasil buruan yang selanjutnya dikembangkan pada bentuk moderen sebagai ornamen.

Bentuk ornamen yang berupa ukiran tersebut diukir sedemikian rupa dengan rahang babi atau rusa yang merupakan hasil buruan sehingga tidak meninggalkan nilai – nilainya. Dalam kehidupan sehari – hari orang maybrat imian sawiat, siapa yang memiliki banyak gantungan rahang babi dan rusa yang merupakan hasil buruannya, menunjukkan suatu kehebatan tersendiri bagi keluarga tersebut. Keluarga atau kepala rumah tangga tersebut selalu merupakan orang yang terpandang sebaga pemburu terhebat diantara orang – orang sekitar, dan orang tersebut dikategorikan sebagai orang yang sangat mampu dalam menghidupkan keluarganya.

Pada bagian terakhir merupakan bentuk kelipatan yang menyerupai kepala kakatua putih / yakop (awet).(awet), dalam kehidupan mula – mula merupakan burung yang memberikan kabar. Kakatua putih-yakop

Hal ini berkaitan dengan kehidupan orang maybrat imian sawiat yang berperang. Biasanya seseorang yang menyendiri di hutan dengan tujuan penyelamatan diri, ia selalu menggunakan cara ini, dan biasanya jikalau ada musuh yang datang burung kakatua putih mengeluarkan suara yang takut (awet m’waa) ketika

memberikan suara, orang tersebut bergegas mempersiapkan dirinya guna melawan, atau ia bersembunyi atau juga ia mengintai.

V.2. Bentuk pengadopsian dari model jahitan koba – koba (payung tradisional)
Dan noken (tas) yang diadopsi kedalam estetika

Dalam membentuk estetika pada aliran arsitektur tradisional suku maybrat, suku imian, suku sawiat ini, banyak merupakan hasil pengadopsian dari estetika dari hasil ciptaan orang maybrat, orang imian, orang sawiat, yang mana banyak tersirat makna yang luarbiasa. Berikut jenis atau permodelan aliran yang diadopsi sebagaimana berikut:

A) Figiom Aya - Sehat masru – Gelombang Air

Gelombang air memberi sebuah makna adanya suatu kehidupan. Air merupakan sumber kehidupan bagi setiap makhluk dan tumbuhan yang ada di permukaan bumi.



Dalam kehidupan orang maybrat, orang imian, orang sawiat, air diabadikan sebagai pemberi kehidupan dan berkah. Air juga dipercaya sebagai tempat atau ritus – ritus yang keramat yang mana ketika setiap orang maybrat, orang imian, orang sawiat, yang mengenalnya selalu akan membawa upeti – upeti sebagai korban persembahan kepada penghuni air (tagio). Ada beberapa sebutan penghuni air dalam ritus – ritus orang maybrat, orang imian, orang sawiat, yaitu; tago, aban raa, mos makan, dan fre. Ritus atau air yang dikategorikan sebagai tempat keramatbukan sebuah ritus yang dibuat – buat atau suatu ilusi, tetapi benar – benar ada, namun hanya bisa didengar dan dilihat oleh mereka yang sudah terdidik dalam pendidikan inisiasi (raa wiyon – na wofle). Bentuk atau warna daripada mata air/sumur/sungai yang biasanya melambangkan adanya penghuni, adalah warna biru, cokelat, hijau, merah, kuning, hitam, dan bentuk – bentuk hewan /plankton juga memiliki jenis yang berbeda dan menakutkan, batu – batua dalam sungai juga menunjukkan wajah yang menseramkan dan suasana sekitar sungai begitu hening dengan gejala yang berdengting menyeramkan, di sebagian sungai kadang memberi perlawanan kepada setiap orang yang ketika pada saat itu datang dengan membawa sesuatu/magic yang mana menimbulkan adanya perlawanan antara alam sekitar dengan alam ghaib/magic tersebut, atau air akan menunjukan murkanya kepada orang yang sebentarlagi akan meninggal, atau orang yang telah diracun atau di santet oleh suanggi. Kejadian tersebut dapat dilihat dapat dilihat dengan kasat mata normal oleh setiap orang dan kejadian semacam ini bukan suatu kejadian yang biasa – biasa saja untuk disaksikan, tetapi bagi orang maybrat, orang imian, orang sawiat, menyaksikan kejadian semacam itu sebagai sesuatu yang mistik dan merupakan kejadian yang melampaui akal pikiran sehat.

B. Ru Mayir – Chlen Ryene – bekas kaki burung

Bekas kaki burung seperti ini, memberi suatu makna tersendiri. Bagi orang maybrat, imian, sawiat, cakar burung menunjukkan suatu esensi dalam fenomena alam yang baru.


Hal ini berkaitan dengan kepuasan manusia dan alam. Dikatakan sebagai kepuasan manusia karena burung yang umumnya memberi bekas seperti ini (ru kawya, ru houf, dalam bhs. Maybrat), selalu dijadikan sebagai patokan bahwa mereka bisa memperoleh telur yang disebut telur maleo dan induknyapun bisa diburu. Selain burung maleo dianggap sebai pelengkap pangan, orang maybrat, imian, sawiat, mempercayai akan adanya suatu esensi yang menurut mereka telah menuntun burung tersebut. Dalam mitos orang maybrat, imian, sawiat, menceriterakan bahwa burung- burung jenis tertentu seperti kawya, houf (burung maleo), wer (burung nuri), kekaya (burung setan), tam (kampret), tekum (burung walet), mbas dan swet (burung cuit), merupakan jenis – jenis burung yang mempunyai penuntun atau burung yang dianggap sangat memberikan berbagai makna yang berkaitan dengan esensi hidup antara manusia dan alam. Alih – alih daripada kekhususan burung – burung ini bagi kehidupan sehari – hari orang maybrat, imian, sawiat, memiliki predikat masing – masing yang tak kalah menariknya yaitu:

  1. burung houf, dan kawya (burung maleo), bagi orang maybrat imian sawiat, burung maleo yang telurnya berwarna merah dan putih dengan ukuran telur yang besar ukuran 3x ayam, dan jenis burung yang besar melebihi ukuran tubuh ayam. Telur maleo biasanya bagi orang maybrat imian sawiat dihargai sebagai suatu nilai tersendiri. Nilai yang ada pada telur maleo ini terlihat ketika diberikan sebagai persentase atau rasa terimakasih yang ditunjukan oleh seorang pemberi kepada penerima atas budi baiknya mungkin karena penerima membantunya dalam berladang, atau membantu mendirikan sebuat rumah, atau menolong pemberi dari kecaman musuh. Bentuk daripada rasa syukur ini sering terjadi hingga saat ini terlihat di perkampungan maybrat imian sawiat, dan kejadian ini dalam bahasa maybrat disebut boren.
  2. Wer (burung nuri), sebagai burung yang dianggap magic oleh orang maybrat, imian, sawiat, terutama kepada mereka yang bermarg/keret klen Safkaur. Dalam ceritera legenda marga Safkaur, mengatakan bahwa burung nuri – wer- merupakan burung penyelamat, dan lambang kekuatan mereka. Hal ini berkaitan dengan kehidupan mula – mula orang maybrat imian sawiat terutama dikhususkan kepada marga Safkaur, bahwa burung ini ketika zaman perang suku, seseorang yang bernama Fneen Safkaur yang mana adalah ahli perang khususnya dalam maraga Safkaur, ia sedang bersiap – siap menghadapi musuh – musuhnya yang berdatangn, ketika pada saat itu juga burung nuri – wer – yang berjumlah 3 ekor beterbangan mendahului musuh – musuh tersebut menuju kepada Fneen Safkaur dengan mengeluarkan suara aneh merupakan ekspresi yang mengatakan bahwa ia (fneen) sedang didatangi oleh musuh. Ketika fneen mendengar suara aneh yang diekspresikan oleh burng nuri, ia langsung menebak berapa jumlah musuh yang datang, ketika itu ia lalu berkata “wah, banyak sekali musuh yang datang, melawan saya seorang diri” atau dalam ucapan bahasa asli maybratnya “wo, bioh fo magin mama oh mefo, refo jyio tesait oh mefo”. Pemikiran tersebut tidak lalu serta merta menutupi akal daripada seorang Fneen, tetapi ketika itu juga, Fneen lalu mengangkat tombaknya dan menombaki ketiga burung tersebut dengan satu tombak, dan ketika itu juga ketiga burung tersebut tertikam sekaligus oleh tombak tersebut. Ketika Fneen berhasil menikam ketiga burung tersebut, ia lalua mengirimnya bersama dengan tombak kepada para musuh yang berdatangan, ketika musuh – musuh itu melihat apa yang dilakukan oleh Fneen, maka timbullah pemikiran oleh ketua perang dan ia berkata “wah, ini burung yang kecil dengan kecepatan terban diudara saja dia sudah membidiknya dan hanya dengan satu tombak dia membidik ketiga burung ini bersamaan? Berarti jikalau kita kesana kita pasti terbunuh semua” dalam bahasa asli maybrat “wo, wer ro m'fru foh mam ayoh u refo ait yame tuuf yie mkah sawia sou a? Tanike anu wefo bmo kbe yame anu skak”. Analisa ini kemudian menjadi pertimbangan yang harus diputuskan pada saat itu, dan akhirnya pemimpin perang memutuskan untuk mereka pulang, karena mereka tidak mungkin mengalahkan Fneen yang menurut mereka dia seorang ahli perang tanpa tandingan.
  3. Kekaya (burung suanggi), merupakan burung yang dalam legenda orang maybrat, imian, sawiat, sebagai burung yang menyampaikan pesan atau informasi atau kode kepada manusia bahwa mereka harus berhati – hati, karena disekelilingnya ada setan/suanggi (kabes).
  4. Tam (burung kampret), biasanya mengeluarkan suara di rumah oknum atau orang yang menjadi target untuk diserang oleh setan/suanggi (kabesfane), sehingga orang tersebut menjadi was – was dan berjaga – jaga dalam melakukan segala aktivitas atau berhati – hati mengawasi keluarga yang pada saat itu sedang mengalami kesakitan atau menderita penyakit yang berat.
  5. Tekum (burung walet). Dalam mitologi kepercayaan orang maybrat imian sawiat, tekum merupakan burung sorga atau burung yang membawa berkat. Misalnya ketika petani sedang berkebun dan ketika itu juga tekum beterbangan dan mengeluarkan suaranya, maka ketika itu juga petani tersebut berkata “berkat besar telah datang dan ladang ini akan berlimpahruah hasilnya” dalam bahasa maybrat “hanyah mase mefo”.

Mbas dan Swet (burung cuit). Keseharian orang maybrat imian sawiat, ketika di tengah semak belukar yang dikelilingi oleh pepohonan besar jika terdengar suara burung cuit (mbas) yang serempak dalam jumlah perkumpulan yang banyak, berarti pada tempat tersebut ada seekor kusu pohon, atau ular yang besar, atau burung yang besar atau kanguru atau hewan – hewan besar lainnya. Yang mana bisa kita temui serta ditangkap. Sedangkan Swet (burung cuit) jenis ini, biasanya membawa pesan atau berita, yaitu dia selalu mendahului orang yang sedang mendekati kita dan mengeluarkan suaranya dengan berlompat – lompat menunjukan atraksi aneh kepada kita (swet mafa dalam bahasa maybrat). Jenis ini diadopsi dalam bentuk jahitan tas dan koba.

C. Kbai mayir – choin ryene – bekas kaki kepiting

bekas kaki kepiting menunjukkan suatu perjalanan horizontal dan gelombang, yang mana dimaknai sebagai kekuatan.

Salah satu Filosofi orang tehit yang terkenal mengatakan bahwa, “kepiting kalau gepe siapa yang mampu menahan ringis kesakitan?”. Kepiting dianggap sebagai kekuatan, sehingga ia diunggulkan dalam filosofi orang tehit, kekuatan orang tehit diibaratkan sepeti kepiting. Bentuk ini kemudian dipakai dalam bentuk jahitan tas dan koba – koba/payung tradisional.

D. Ara Ra Tebok – Chadach – Bekas kulit kayu yang dikupas dengan parang atau pisau sebagai kode/morse penyelamatan dan kemenangan.

Kode/morse ini telah lama di kembangkan oleh orang maybrat imian sawiat, sebagai tanda tertentu untuk diketahui oleh setiap sanak saudara atau klen.

Kode ini dibuat ketika seseorang yang diserang oleh musuh atau racun, baik yang sudah berlangsung atau sedang dalam rencana, namun ada seseorang saudara kerabatnya yang mengatasi atau mengalahkan musuh – musuh itu. Kerabat – kerabat yang melakukan ini biasanya tidak sekampung dengan yang diserang (outrolokal). kode/morse yang dibuat, biasanya tidak berjarak dari orang yang diburu, biasanya kurang lebih jaraknya 3-4 meter. Dalam memberikan kode/morse, ada dua bentuk kode yang dipakai yaitu, bentuk pengupasan kulit kayu dan bentuk bunyi. Untuk membentuk kode/morse pada kayu, biasanya membentuk segi empat, ada yang membentuk kerucut, dan adajuga yang membentuk ketupat, sedangkan untuk kide/morse dalam bunyi, biasanya nyaring dan lembut, cepat dan lambat.bentuk ini selanjutnya dipakai sebagai bentuk estetika dalam jahitan tas atau koba – koba /payung tradisional yang dipakai oleh orang maybrat, imian, sawiat,

E. Ii Safe – Larfu Durmus – Barisan Semut Hitam

Dalam filosofi hidup sehari – hari orang maybrat imian sawiat, semut dianggap sebagai hewan yang rajin, cekatan, setia, sabar, dan teratur tanpa diatur oleh siapapun.

Kerajinan, kecekatan, kesetiaan, kesabaran, dan keteraturan ini biasanya merupakan simbol filosofis orang maybrat, imian, sawiat, yang dijadikan tolok ukur mereka berkaitan dengan kehidupan dalam keseharian mereka.

F. Friro – Chatohon – Bunga Rekat

Bunga rekat dalam kehidupan tradisional orang maybrat imian sawiat, mempunyai suatu keistimewaan tersendiri dibanding tumbuhan atau rumput yang lain.

Bunga rekat atau friro-chatohon, sering digunakan untuk menggosok nelon matakail yang dipakai dalam memancing ikan sehingga kuat walaupun tersangkut pada benda – benda keras.

G. Afan Masu – Afan Sikalioh – Pintu Ulat Pohon

Afan masu – afan sikalioh adalah bentuk pintu ulat pohon yang dibentuk oleh ulat pohon itu sendiri. Afan masu – afan sikalioh difilosofikan sebagai gambaran persoalan.




Misalnya filosofi maybrat “afan masu ro mbrah ma mne mi raa mmat to, soh afan masu ro mbrah mhou mam safom to awiya ymat?” artunya, “pohon apatar yang ada pintunya kalu di pinggir jalanan pasti terlihat, tapi kalau yang tersembunyi di hutan belantara siapa yang bisa lihat?”. Yang berarti “suatu masalah yang kelihatan atau ada jejaknya pasti diketahui atau ditemui, kalau tidak ada jejak/bukti atau tersembunyi, siapa yang mampu ketemu.”

V.3. Arsitektur tradisional dalam perkembangan pembangunan
Dinegara berkembang, sejak dahulu masyarakatnya mempunyai apresiasi tinggi terhadap arsitektur. herbage tulisan, biku hasil kajian ilmiah, penelitian tentang arsitektur banyak sekali ditulis, diterbitkan, dibaca, dan aliran-alirannya diwujudkan dalam gaya bangunan sebagai kebesaran identitas mereka, tidak hanya oleh para arsitek, tetapi oleh kalangan luas dan herbage lapisan masyarakat. Disbanding dengan daerah lain, propinsi papua yang juga memiliki gaya arsitektur cukup khas yang mana bisa diangkat sebagai kebesaran dan kejayaan bagi orang papua sangat dilupakan.

Pada bagian ini saya coba mengkaji keberhasilan, kesalahan dan kekurangan yang dilakukan guna mengangkat arsitektur tradisional papua dalam perkembangan pembangunan. Menjadi pelajaran saat ini dan waktu akan dating bahwa pembangunan yang telah dikembangkan sekarnag tidak mengerti kebudayaan dan tidak mencerminkan kepribadian budaya setempat serta tidak begitu mempertahankan identitas arsitektur setiap daerah di papua. Salah satu tolok ukur kemajuan budaya sebuah daerah dilihat dari aliran aristektur yang mana tampil dalam wajah dan fisik bangunan. Kecenderungan masyarakat dan pemerintah dalam mengadopsi gaya – gaya arsitektur luar seperti gaya arsitektur colonial, gaya arsitektur romawi, gaya arsitektur joglo, gaya arsitektur minang, dan.y.l. hal ini membuat arsitektur tradisional setiap suku bangsa di papua terlupakan. Ini merupakan suatu penjajahan kultur yang menindas budaya papua. Dengan semakin dilupakannya aliran – aliran arsitektur tradisional papua, maka ikut pula menghilang kebesaran citra, karsa, dan karya orang papua, karena sebagaimana dalam ungkapan bahasa semboyang arsitektur mengatakan bahwa; “arsitektur adalah gambaran jiwa raga dan roh seseorang”, inilah kebesaran yang terlupakan.

Dengan demikian, ditekankan bahwa dalam mendisain pembangunan papua yang hormat budaya, maka diharuskan untuk mengangkat dan mengikutsertakan aliran arsitektur tradisional dalam mendirikan sebuah bangunan, kalaupun masyarakat tidak mengembangkannya, sebisamungkin gedung-gedung pemerintah tiap daerah wajib mengambil gaya dan corak arsitektur tradisional daerah setempat.

Beberapa bentuk arsitektur tradisional papua yang cukup unik dan menggambarkan kebesaran orang papua seperti; bentuk bangunan rumah Honai, rumah tradisional Enjros tobati, rumah tradisional arfak, dan rumah tradisional harit di maybrat imian sawiat kabupaten sorong selatan. Suatu ungkapan kekesalan kini adalah bahwa daerah-daerah propinsi papua yang memiliki gaya arsitekturnya sendiri ini begitu didominasi oleh bangunan – bangunan dari daerah lain. Hal ini disebabkan karena pemerintah Hindia Belanda lebih awal membangun papua dengan menerapkan aliran arsitektur colonial, sebagaimana hingga saat ini difungsikan sebagai gedung atau perkantoran-perkantoran pemerintah daerah bahkan ada yang dijadikan sebagai rumah hunian masyarakat. Suatu pembunuhan karakter budaya arsitektur papua yang telah dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda di daerah propinsi papua. Dikabupaten Sorong Selatan, pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1950, secara brutal membongkar rumah-rumah tradisional yang dibangun oleh orang maybrt imian sawiat sebagai bangunan terhormat seperti rumah sekolah dan gereja (samu k’wiyon-bol wofle), dengan menerapkan larangan-larangan untuk tidak mengembangkan atau membangu bangunan-banguan tersebut kembali. Hal ini membuat orang maybrat imian sawiat kini kehilangan gaya dan aliran arsitektural mereka. Disisilain, pada tahun 1962, pemerintahan indoneisa telah masuk kewilayah papua, yang mana pada waktu itu disebut Irian Jaya dan menetap hingga sekarang dengan penerapan bangunan yang juga tidak mempedulikan aliran arsitektur lokal. Kini aliran arsitektur dari daerah lain yang mendominasi wajah perkotaan di seluruh papua. Persoalannya bukanlah terletak pada kurangnya tenaga-tenaga arsitektur papua, tetapi keinginan daripada pemilik yang mana cenderung menginginkan gaya arsitektur lain ketimbang tidak menyadari akan gaya arsitekturnya yang tampak sederhana, berbobot, bergaya sendiri, dengan segala macam nilai yang terkandung didalamnya.

Tampak jelas ketika kita berada diberbagai daerah; kabupaten sorong contohnya, gaya arsitektur yang mendominasi diwilayah pesisir sungai remu adalah gaya arsitektur bajo suku bugis, begitupun yang terdapat di pesisir pantai tehit, gaya arsitektur yang tampak mendominasi adalah arsitektur tradisional Bajo, orang bugis. Di jayapura, kini didominasi oleh arsitektur Asia, colonial, dan disisipi dengan gaya arsitektur minang. Dimanokwari, arsitektur arfak juga terlupakan dan kini wajah kota manokwari didominasi oleh aliran arsitektur colonial, asia dan disisipi oleh aliran arsitektur minang. Didaerah wamena yang gaya arsitektur tradisionalnya yang begitu terkenal di dunia (honai), masih juga tidak begitu diperhatikan, wajah kotanyapu masih terlihat hamparan wajah arsitektur pendatang semua. Merupakan salah satu pengikisan budaya bangsa.

Arsitektur tradisional setiap daerah di propinsi papua merupakan kebesaran setiap suku bangsa tersebut, karena merupakan hasil ciptaan mereka yang sebenarnya. Proses akulturasi terhadap gaya arsitektur ini membuat orang papua semakin ditelanjangi dengan cara yang dipergunakan oleh penjajah. Dalam refleksi arsitektur tradisional papua yang telah kami analisis, merupakan suatu cara penjajahan terhadap budaya. Selain budaya-budaya lain dibuang, disisi yang lain kekayaan budaya dicuri serta diperdagangkan seperti ukiran, tarian dan corank budaya unik lainnya. Suatu kesimpulan daripada refleksi budaya papua “bahwa orang papua dulu sebelum penjajahan, disini diibaratkan seperti seorang gadis manis yang sedang direbut oleh beberapa orang, setelah ia berhasil direbut, bukan karena cantiknya saja yang menjadi rebutan, tetapi segala perhiasan yang dikenakan disekujur tubuhnya diambil oleh orang yang merebutnya setelah itu itu busana yang dikenakannyapun dilepaskan satupersatu dan dibuang, kini seorang nona cantik menjadi kehilangan harga dirinya karena semua yang ada padanya sebagai kebesaran telah hilang dan kini dia telanjang sampai-sampai mahkotanya turut diambil, tetapi bersyukur karena ia masih hidup. Walaupun ia masih hidup, dan ia mampu menciptakan busana yang baru, tetapi tidak semuanya dari bahan yang ia miliki tetapi dari bahan-bahan punya orang yang diambil dalam membuat busananya, karena semuanya serba palsu maka nilai dirinya kini berkurang”.

Suatu penjajahan terhadap arsitektur-arsitektur papua yang sedang berlangsung. Semangat pembangunan yang ditunjukkan adalah semangat yang kami sebut egoisme membangun. Kata egoisme membangun disini saya gunakan karena konsep pembangunannya tidak menghargai apa yang disebut dengan potensi lokal (local potences), konsep pembangunannya begitu tertutup (closely building concept), memikirkan dirinya sendiri (egoism), walaupun ia berada di wilayah kekuasaan budaya lain, akan tetapi tetap menggunakan konsep budaya asing untuk diterapkan. Inilah sesuatu penjajahan budaya yang sedang diterapkan di propinsi papua, yang mana secara sinergis sedang mengikis selain arsitektur, budaya-budaya lainpun ikut terkikis. Arsitektur bagi sejarah manusia merupakan sebuah karya besar dan termasyhur yang pernah dibuat oleh nenekmoyang setiap sukubangsa didunia. Sedangkan bumi sendiri merupakan rumah yang dirancang dan dibangun oleh Tuhan, dan tak ada seorangpun yang mampu menciptakan planet bumi yang lain menyaingi atau melampaui yang diciptakan oleh Tuhan, begitupun ciptaan setiap suku bangsa tidak mungkin sama dan tidak seorang sukubangsapun yang berhak untuk menghilangkanm ciptaan orang lain. Sejarah perkembangan arsitektur suku bangsa di propinsi papua mencakup dimensi ruang dan waktu yang tidak dapat ditentukan batasnya. Olehkarena itu dalam konsep pembangunan di propinsi papua, seharusnya dikonsepsikan sesuai dengan aliran arsitektur lokal yang ada disetiap daerah yang mendasar pada jenis bangunan dan terkait dengan fungsinya. Dikatakan demikian karena daerah-daerah di propinsi papua dengan konsep dan gaya aliran arsitekturnya selalu mempunyai aturan, makna dan fungsi yaitu; rumah suci, Rumah berkumpul, Rumah hunian, Rumah pendidikan. Sebenarnya Tidak begitu sulit dalam mengembangkan konsep pembangunan sekarang dengan menggunakan aliran arsitektur lokal.

a. Keberhasilan Penerapan Konsep Arsitektur Tradisional Dalam Pembangunan Papua

Suatu keberhasilan konsep arsitektur tradisional papua yang menonjol kerapkali hanya terlihat pada Gapura, ukiran-ukiran dan lukisan dinding. Untuk konsep arsitektur dalam gaya bangunan tidak begitu ditonjolkan atau samasekali tidak dipake dalam konsep pembangunan, walaupun beberapa daerah mampu manampilkan gaya arsitektur mereka seperti gaya arsitektur Enjros sentani yang dikembangkan di kota jayapura, dan honai wamena yang juga dikembangkan di kabupaten wamena, namun tetapi belum sepenuhnya mencapai 100%. Sedangkan didaerah kabupaten lain seperti kabupaten sorong selatan tidak pernah menampilkan gaya arsitektur harit, dan kabupaten manokwari dengan gaya arsitektur arfaknya tidak terlihat wajahnya di dalam konsep pembangunan.

Diwamena dan jayapura telah berhasil dengan menampilkan wujud arsitektur tradisionalnya Karen ada kesadaran akan nilai-nilai yang terkandung. Sedang didaerah lainnya, kecenderungan dengan prinsip egoisme pembangunan sangat mendominasi, akhirnya nilai-nilai yang ada didaerah setempat terlupakan dan hilang dengan sendirinya.

Bila dipandang dari konsep arsitekturnya, papua akan dikatakan sebagai daerah dengan keberhasilan membangun sendiri jikalau konsep aliran arsitektur yang dipakai dalam pembangunan dengan menggunakan konsep arsitektur tradisional. Karena disinilah papua akan terkenal dengan kebhinekaan gaya arsitektur tradisionalnya, papua akan disebut sebgai sebuah bangsa yang berjaya yang mana kejayaannya ditunjukkan melalui aliran-aliran arsitekturalnya.

b. Kesalahan Konsep Pembangunan Tanpa Arsitektur Tradisional

Bilamana kita berbicara mengenai konsep, maka kita berbicara tentang arah, kebijakan, cara, metode, yang ditampilkan dalam mengembangkan sesuatu ide yang dikonsepsikan. Berkaitan dengan konsep pembangunan, setiap manusia atau kelompok dan sukubangsa mempunyai metode atau konsepnya masing-masing dan berbeda, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang ada. Suatu kesalahan dalam konsepsi pembangunan yang serign ditemukan saat ini adalah, konsep pembangunan tanpa arsitektur lokal. Setiap suku bangsa di papua mempunyai aliran atau gaya bangunan arsitekturalnya yang unik, akan tetapi seringkali ketika dalam konsep pembangunan, aliran arsitektur tradisional ini tidak diingat (terlupakan) atau tidak dimunculkan dalam proses pembangunan. Padahal ketika kita berbicara mengenai arsitektur tradisional, kita telah berbicara tentang suatu jatidiri, idealisme, citra, rasa, karya, karsa suatu bangsa karena arsitektur tradisional adalah bagian dari kebudayaan manusia, berkaitan dengan herbage segi kehidupan seperti; seni, teknik, ruang/tata ruang.

Perkembangan konsep pembangunan daerah saat ini cenderung mengesampungkan gaya arsitektur tradisional lokal (setempat) yang bila dikembangkan, mampu mengangkat kebesaran nama suatu daerah yang akan dikenal dan berjaya. Misalnya arsitektur Joglo, arsitektur Honai, arsitektur colonial, arsitektur bizantum, arsitektur minang, arsitketur fengsui, arsitektur harit, sudah ada di wilayahnya masing-masing sejak zaman keberadaan nenek moyangnya, dan berkembang bersama-sama dalam kehidupan mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga arsitektur tradiaionl menjadi terlupakan adalah:

1. pengaruh aliran arsitektur luar dengan gaya, estetika dan bentuk yang moderen.

2. keinginan pemilik bangunan rumah yang cenderung menginginkan bentuk arsitektur model aliran lain.

3. pemerintah setempat tidak fasih dalam mengembangkan suatu konsep pembangunan dengan menggali kearifan lokal, sehingga arsitektur tradisional tidak dapat diperhatikan.

4. tenaga perancang dan ahli-ahli arsitektur yang tidak jeli dalam mengangkat aliran arsitektur tradisional untuk menterjemahkannya dalam bentuk moderen, sehingga arsitektur local tetap tersembunyi/hanya dalam baying-bayang tradisional aja.

Tidak ada komentar: