Jika gagasan tentang Tuhan tidak memiliki keluwesan semacam wiyon-wofle ini, niscaya Ia tidak akan mampu bertahan untuk menjadi salah satu gagasan besar bagi umat manusia, karena ketika sebuah konsepsi tentang Tuhan tidak lagi mempunyai makna dan relevansi, Ia akan diam-diam digantikan dan digantikan oleh sebuah teologia baru. Seorang fundamentalis akan membantah hal ini, namun jika kita memperhatikan agama-agama besar, menjadi jelaslah bahwa tidak ada padanya yang objektif tentang “Tuhan”, dan setiap orang akan menciptakan Tuhan yang sesuai baginya.
Sejak kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada zaman lampu di wilayah mereka yang tidakpernah membaca risalah alkitab dan mungkin takpernah mendengar tentang Allah dalam injili dan bibel, namun secara nyata bahwa Allah itu ada bagi mereka. Perjalanan teologi wiyon-wofle mengalami suatu kejadian ajaib yang sangat mirib dengan perjalanan teologi Kristen. Setiap imam besar “Raa bam-Na tmah” biasanya bersama para Rasul “Raa wiyon-Na wofle” ke kemah suci “k’wiyon-bol wofle” untuk melaksanakan penyendirian spiritual. Ini adalah praktik yang lazim dilakukan di kalangan penduduk Maybrat, Imian, Sawiat. Raa bam-Na tmah dan Raa wiyon-Na wofle menghabiskan waktu mereka untuk berdoa dan memuja wiyon-wofle (Tuhan) serta melakukan aktivitas inisiasi (mendidik) murid-murid yang dibawa kedalam kemah k’wiyon-bol wofle yang mana biasanya terletak pada lokasi yang berjauhan dari lokasi hunian (kampung) dan suasananya terasa sunyi dan sepi. Raa bam-Na tmah dan Raa wiyon-Na wofle mungkin juga melewati waktunya dengan beban pikiran yang menggelisahkan. Kita melihat dari karier dan pekerjaan mereka selalu bahwa mereka sangat disiplin, dan prihatin akan keruntuhan moral yang mengkhawatirkan di Maybrat, Imian, Sawiat, semenjak perang suku dan pembunuhan secara mendadak yang disebut (kabes fane msbi) dan racun (bo mbau) yang berhasil secara spektakuler membunuh orang Maybrat, Imian, Sawiat pada zaman itu.
Kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada massa lampau, beserta Raa wiyon-Na wofle masih menjalani suasana kehidupan nomadik yang keras di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana setiap hari dilalui dengan perjuangan untuk mempertahankan hidup. Akan tetapi, selama tahun-tahun terakhir sebelum masuknya injil Kristen pada pertengahan abad kedelapanbelas, mereka telah meraih keberhasilan besar dalam memperdamaikan setiap orang. Menjadikan Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai kawasan pemukiman paling akrab dan orangnya pengasih serta penting. Kini jumlah orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah melampaui impian-impian mereka yang berubah drastis dari kehidupan mereka yang paling liar. Kehidupan mereka yang telah berubah secara drastis ini, mengimplikasikan bahwa nilai-nilai teologi wiyon-wofle berhasil sebagai pembaru, akan tetapi kini menjadi kekesalan bahwa nilai-nilai wiyon-wofle sebagai teologia yang original di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, tergeser oleh kapitalisme injil Kristen yang hingga sekarang menjadi eksist. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, merasa kehilangan orientasi. Kaum wiyon-wofle tahu bahwa mereka berada dalam arah yang berbahaya dan bagi saya, mereka sepertinya terpaksa menemukan ideologi baru yang dapat membantu mereka dalam menyesuaikan diri mereka pada kondisi agama yang baru.
Kabes fane » Tukang santet, Iblis, Setan, dalam sebutan bahasa Maybrat.
Bo Mbau » Racun, dalam bahasa Maybrat.
Pada masa pembaruan injil Kristen, setiap orang Maybrat, Imian, Sawiat, cenderung dan terjun dalam menggeluti sifat keagamaan Kristen yang menurut mereka merupakan agama wiyon-wofle yang moderen. Para teolog wiyon-wofle sadar bahwa kaum wiyon-wofle sedang berhadapan dengan Tuhan yang berbeda dengan wiyon-wofle, dan juga mereka sadar bahwa mereka telah menjadikan Tuhan yang bertentangan dengan Tuhan injili dalam bibel dengan hukum taurat yang melarang akan adalanya Allah lain, yang ada selain Allah Kristen. Hal ini tidak mengherangkan, karena mereka tentu merasakan bahwa teologi Kristen telah memberikan suatu kemakmuran rohani baru yang “menyelamatkan” dari kehidupan yang keras yang penuh risiko, onak dan duri, serta melindungi mereka dari cobaan dan praktik-praktik pada jalan yang sesat. Kini orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu bersekutu kepada Tuhan Kristen dan meninggalkan Tuhan ilmiah mereka (wiyon-wofle) yang merujuk pada dalih kepunahan. Selain itu, orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga menganggap bahwa mereka menjadi penentu nasib bagi diri mereka sendiri dan sebagainya, bahkan orang Maybrat, Imian, Sawiat, meyakini bahwa kemakmuran itu akan memberi mereka kehidupan yang abadi. Namun, menurut saya, adanya suatu kultus baru yaitu keswa sembadaan (istaqa) yang mana akan mengakibatkan perpecahan suku. Pada masa-masa perjalanan teolgia wiyon-wofle yang lalu, kepentingan terhadap Tuhan tradisional selalu didahulukan dan kepentingan itu masih sempat dirasakan semenjak awal-awal perjalanan karir injil kristiani di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, yaitu seorang pendeta atau evangelis yang berada di suatu kampong atau jemaat, ia menjadi tanggungan jematnya dalam pemenuhan pangan. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada waktu itu selalu mementingkan pekerjaan Tuhan daripada pekerjaan pribadi; setiap anggota suku mengetahui bahwa mereka saling bergantung satu sama lain untuk mempertahankan hidup dan bagi setiap suku sangat sadar dan takut terhadap Tuhan tradisional wiyon-wofle. Akibatnya mereka dapat memperhatikan perintah dan larangan-larangan dalam ajaran teologi wiyon-wofle pada kelompok etnik mereka. Kini individualisme telah menggantikan nilai-nilai komonual dan persaingan yang berkembang menjadi norma. Masing-masing individu mulai hidup dengan mengesampingkan kepedulian terhadap orang lain, adanya sifat-sifat kesombongan yang didasarkan oleh barang dan harta yang bagi mereka merupakan suatu nilai yang mengangkat harga diri menjadi tinggi (bobot), tiap keluarga klen – keret-keret kecil atau keluarga kelompok suku atau kampong yang lebih kecil, saling bertikai untuk mengatakan kehebatan mereka dalam kelebihan-kelebihan tertentu yang tidak relevan dengan aturan – aturan keagamaan, baik agama wiyon-wolfle bahkan agama Kristen. Bagi saya, bahwa jika orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak meletakkan nilai keagamaan yang transenden ini di dalam pusat perkembangan kehidupan mereka dan menaklukan egoisme serta ketamakan mereka, maka suku itu suatu saat akan terpecah belah secara moral dan politik akibat perselisihan yang keras di negeri mereka.
Situasi di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, jika terus menerus dengan sifat-sifat keegoisan, maka adanya masa depan yang suram dalam kekerabatan mereka. Dalam beberapa tahun belakangan ini, suku Maybrat, Imian, Sawiat, telah mengalami suatu temperamental persaingan moralitas yang tajam antara suatu klen dengan klen yang lainnya demi memperrebutkan kebutuhan-kebutuhan pokok. Dalam persaingan meoralitas tersebut, mereka melepaskan konsep etik yang mengandung fungsi agama. Dalam pengertian konvensional, bisa saja orang Maybrat, Imian, Sawiat, hanya memiliki sedikit waktu bagi agama. Hal ini juga sudah terjadi pada agama wiyon-wofle mereka yang mana tidak lagi memiliki waktu dalam konsepsi aktivitas ritual atau penyembahan seperti waktu-waktu sebelumnya. Kini Mereka memiliki banyak waktu yang diberikan kepada kekristenan sehingga tidak adanya pengembangan mitologi tentang teologi wiyon-wofle dan tabernakel k’wiyon-bol wofle sebagai tempat suci bagi kehidupan rohani. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, memiliki pandangan tentang kehidupan setelah mati, yang dipercaya bahwa “sawro” yang dapat diterjemahkan sebagai surga (heaven) merupakan tempat hidup yang kekal. Suatu sikap yang barangkali bermakna dalam kehidupan yang memiliki suatu entitas iman dan kepercayaan tersendiri. Dalam keberlangsungan teolgia wiyon-wofle, kita dapat melihat Etika keimanan sangat jelas. Adanya suatu kewajiban untuk setiap Pezinah, pencuri, Pembunuh, dan pelaku-pelaku kejahatan lainnya untuk mengakui semua yang dilakukannya dengan sungguh-sungguh didepan Imam agama (Raa bam-Na tmah) dan Rasul (Raa wiyon-Na wofle) dalam upacara pengakuan dosa (tgif iro – maut wlah) yang merupakan suatu bagian kultus wiyon-wofle.
Tane wlah » Upacara untuk pengakuan dosa-dosa. Dalam sebutan bahasa Maybrat.
Sawro » Surga. Dalam sebutan bahasa Maybrat.
Mereka harus melakukannya didepan umum yang dihadiri oleh seluruh penduduk setempat. Dalam pengakuan dosa-dosa yang telah diperbuatnya, tidaklah merupakan sesuatu terapan atau keharusan yang mudah, akan tetapi pendosa tersebut diharuskan untuk melepaskan seluruh busananya dan ditanggalkan sebagai ungkapan simbol bahwa ia telah membuang kehidupannya yang lama dan kemudian ia mengenakan Cawat atau Cedaku yang berwarna Putih yang terbuat dari kulit Gaharu (agu malak) setelah dipakai yaitu hanya dipakai menutupi bagian yang tidak pantas dilihat (kemaluan dan pantat), dan setelah kulit gaharu itu dikenakan, maka ia datang kehadapan Imam (Raa bam-Na tmah) dan Rasul (Raa wiyon-Na wofle) untuk mengakui semua perbuatan dosanya. Prosesi pengakuan dosa ini disebut (tane wlah - yaut wlah - tgif iro).
Seperti begitulah kehidupan mula-mula orang Maybrat, Imian, Sawiat, sebelum masuknya injil Kristen. Aturan ini membuat suatu ideologi bagi cara pandang mereka, sehingga menjadikan mereka sadar dan memandang setiap satu anggota manusia setara seperti diri mereka dan dengan sesama yang lainnya untuk menegakkan aturan dari kebenaran teologia wiyon-wofle itu. Mungkin saja dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang berwatak keras, balas dendanm atau hutang nyawa balas nyawa, merupakan hukum bagi dirinya sendiri dan tidak terdapat sesuatu yang bisa dipersamakan dengan angkatan kepolisian zaman sekarang dengan aturan hukumnya, namun teologia wiyon-wofle dengan suatu aturan yang tegas, membuat bani Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi sadar dan melepaskan cara hidup mereka yang selalu dendam dan balas membalas nyawa itu.
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tampaknya ditakdirkan untuk terus hidup dalam pengajaran teolgoia wiyon-wofle, mereka tidak dapat menentukan nasib sendiri, namun mereka menjadikan adanya suatu kuasa yang luarbiasa yang dimiliki oleh Allah tradisional mereka (wiyon-wofle) sehingga mereka selalu berdoa dan mengakui dosa kepada Tuhan mereka melalui Imam dan Rasul mereka (Raa bam-Na tmah dan Raa wiyon-Na wofle), terlebih dahulu untuk mereka memohon tuntunan dan berkah, sebelum mereka memulai untuk melakukan apa yang mereka rencanakan itu. Hal ini merupakan suatu peradaban tersendiri yang telah dikembangkan oleh Orang Maybrat, Imian, Sawiat, berkaitan dengan Iman percaya mereka yang mana selanjutnya sebagai sesuatu yang jelas membuat mereka untuk senangtiasa terbuka utnuk dieksploitasi oleh suatu kekuatan akan kebenaran yang besar dengan ide-ide kerohanian tradisional yang mampu memberikan suatu kesadaran kepada mereka. Mungkin saja doktrin wiyon-wofle tentang kehidupan sesudah mati dan pengakuan dosa-dosa, membuat nasib abadi setiap individu mereka menjadi nilai yang suci; ini merupakan suatu dasar kepercayaan dalam teolgia wiyon-wofle. Hal ini mengatakan suatu idealisme kepercayaan yang menempatkan wiyon-wofle sebagai suatu kepercayaan yang mengajarkan bahwa satu-satunya keabadian manusia terletak pada keberlangsungan hidup dan kepercayaannya.
Teologia wiyon-wofle adalah sebuah teologia yang dianggap suci oleh penganutnya, taatkala ditinggalkan begitusaja. Teologia wiyon-wofle telah berhasil manyatukan hampir semua orang Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi sebuah komunitas agama suku yang transendensial. Wiyon-wofle telah memberikan ideologi spiritualitas yang secara unik sesuai dengan tradisi orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, dan membukakan kunci bagi sumber kekuatan yang besar sehingga dalam kehidupan mereka, sudah tertanam adanya prinsip-prinsip keimanan yang mana merupakan suatu peradaban akan kultus yang unik. Ketika para teolog wiyon-wofle menjalankan perintah dari wiyon-wofle (Tuhan) mereka, atau bentuk suatu pemuridan (mber wiyon-wofle), atau bentuk suatu pelayanan (maut hdan), mereka memiliki suatu visi, yaitu mencari dan membabtis setiap orang dan membawa mereka untuk mengenal wiyon-wofle (Tuhan) mereka secara dekat. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Raa wiyon-Na wofle, percaya bahwa wiyon-wofle (Tuhan) mereka sebagai Tuhan tertinggi dalam keyakinan mereka yang namanya sebagai ungkapan tradisional “wiyon-wofle” berarti “Tuhan”, Ia, identik dengan Tuhan yang disembah orang Yahudi dan Kristen. Tidak perduli apa kepercayaan setiap suku bangsa tentang Tuhan, namun bila dilihat dari buahnya maka dikenal pohonnya, yaitu jika adanya suatu kemiriban yang mana memberikan spiritualitas yang memuat arti makna kesucian, maka ia adalah Tuhan yang esa. Mengapa dikatakan demikian bahwa sebagai Tuhan yang esa? Kita akan sengaja menguraikan hal ini bersama-sama, bahwa Tuhan adalah sosok yang tunggal dan esa, dan Tuhan tunggal ini yang disembah oleh umat Kristen, ia juga disembah oleh umat Islam, dan ia juga disembah oleh agama-agama suku lainnya yang tidak kami sebutkan. Para teolog wiyon-wofle dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, dikenal bahwa mereka yang akan memecahkan masalah yang menyangkut kepercayaan mereka karena Raa wiyon-Na wofle adalah semacam nabi dari wiyon-wofle (Tuhan) mereka, tetapi tidak sedikitpun terbentuk dalam pikiran mereka bahwa mereka sedang mengembangkan sesuatu yang luarbiasa itu, yang pada akhirnya dilepaskan begitusaja. Namun wiyon-wofle jika tidak dilepaskan begitu saja oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, maka bisa saja merupakan suatu teologia yang berkembang besar dan mendunia. Seandainya wiyon-wofle tetap dipertahankan atau dibangkitkan kembali dengan segala perangkat kultusnya, pasti saja banyak pemeluk-pemeluk baru dan ketika hal itu terjadi, maka dengan sendirinya orang Maybrat, Imian, Sawiat, akan menyadari bahwa betapa wiyon-wofle mereka tidak atau memiliki kesuksesan moral rohani dan prestise besar bagi mereka yang mungkin sebagian terbentuk dari teologi wiyon-wofle itu. Suatu rasa inferioritas spiritual pada diri mereka. Mungkin saja pemeluk injil Kristen mengatakan dengan tegas melalui taurat injili bahwa agama suku seperti wiyon-wofle merupakan suatu aliran sesat, dan kepada penganutnya dikatakan sebagai orang yang tidak memperoleh wahyu dari Tuhan. Mungkin juga para teolog wiyon-wofle merasa terpaksa melepaskan kepercayaan mereka akan wiyon-wofle dalam situasi yang tertekan bercampur hormat kepda penginjil-penginjil Kristen yang memiliki bibel yang mana dalam teologi wiyon-wofle Raa wiyon-Na wofle tidak memilikinya. Kristen mendapat kemajuan dikawasan Maybrat, Imian, Sawiat, dan orang Maybrat, Imian, Sawiat, bisa dikatakan bahwa mereka mengakui adanya bentuk agama yang progresif ini sebenarnya sangat unggul pada waktu sekarang ini daripada wiyon-wofle yang dibilang seratus persen tidak berjalan dalam aktivitasnya tetapi tidak terhapuskan dalam benak pikiran mereka. Orang Maybrat, Iman, Sawiat, telah mengalami dislokasi kultural yang cukup mengecewakan dan parah, seiring erosi tradisional princes mereka sendiri. Pada awal penginjilan, orang Maybrat, Imian, Sawiat, sebelumnya mulai berusaha untuk mengetahui dan mengenal injil dan bibel secara baik, dan sebenarnya mereka sama sekali tak merasa menginginkan sebuah ideology baru, apalagi terungkap dalam bahasa dan tradisi asing.
Pada waktu sekarang ini, tampaknya orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah membicarakan dan berupaya menemukan kembali wiyon-wofle yang dianggap sebagai kultus original mereka dan yang tidak ternoda oleh imperialistik. Saya melihat bahwa suatu saat, mereka akan kembali untuk menemukan wiyon-wofle yang merupakan agama asli mereka, kepercayaan awal mereka, dan anugerah mereka yang mana didalamnya telah terdiam Tuhan sang realitas tertinggi itu, yang berkembang sebelum adanya injil Kristen yang memiliki bibel atau taurat injil sebagai kultus baru dan hal ini merupakan suatu panggilan baru bagi hal imanen. Teologi wiyon-wofle adalah sebuah agama yang menyimbolkan kegelisahan spiritualitas dan memiliki dasar pijakan yang faktual. Para teolog wiyon-wofle pada waktu itu sangat terkenal dan dihargai sebagai orang terhormat yang saleh di lingkungan kemasyarakatan, namun pada akhirnya semua telah beralih memeluk Kristen. Sebenarnya Tuhan itu satu dan Esa, namun cara setiap suku bangsa menyembah kepadanyalah yang berbeda-beda, mungkin diakibatkan karena kehidupan yang berjauhan diberbagai belahan bumi, kepulauan, suku, etnik, dan budaya bahasa yang berbeda membuat kehidupan manusia pada zaman dahulu menjadi eksklusif dan sangat tertutup sebelum terjadinya migrasi dan jajahan sehingga sulit untuk saling mengenal antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya di dunia. Demikian Bagi manusia, memiliki batasan Ruang dan waktu, namun pada waktu itu Tuhan sudah menjelajahi semua suku bangsa yang eksklusif itu dengan budaya mereka masing-masing dalam menyatakan dirinya, karena Tuhan tidak dibatasi oleh waktu dan ruang. Tuhan itu esa, maha besar, maha hadir, maha berada, maha tahu, maha kuasa, sehingga suku bangsa dari awal keberadaan mereka pada wilayah masing-masing sudah mengenal Tuhan itu secara tradisi. Kita bisa balik katakan bahwa sebenarnya iman percaya setiap suku bangsa itu telah ada berabad tahun bersama manusia, dan bukan suatu kebetulan kalalu agama suku atau teologia natural itu ada, namun merupakan suatu perintah Tuhan untuk mendirikan agama-agama suku itu, dan hal ini merupakan suatu nilai tertua yang sungguh mulia. Ia’ merupakan rencana Tuhan, karena jika tidak demikian, maka suatu praktik iman dan kepercayaan akan Tuhan yang esa itu tidak ada. Hal ini merupakan suatu cara Tuhan esa yang begitu rahasia untuk menyatakan dan mendekatkan dirinya kepada semua manusia yang diciptakannya di seluruh penjuru bumi, walaupun adalah merupakan cara penyataan tradisional, namun itu merupakan penyataan Tuhan yang ilahi. Rahasia Tuhan, merupakan hal pribadi yang ia lakukan untuk menyatakan, menegur, mengungkapkan, menyapa, dan mengajarkan kepada setiap manusia tentang siapa, apa dan bagaimana dan dimana, yang berkaitan dengan apa yang tidak diketahui oleh manusia itu secara intelektuil dan logika belaka. Mengenal akan Tuhan untuk pertamakalinya sudah ada dikandung badan setiap suku bangsa, hanya tidak mereka sadarinya. Raa wiyon-Na wofle telah mendapatkan pemahaman yang luarbiasa tentang realitas tertinggi ilahiah yang mereka sebut-sebut sebagai wiyon-wofle, akan tetapi mereka tidak menyadarinya sebagai keesaan, dan mungkin karena hal tradisional, namun merupakan sesuatu yang sama dengan pemahaman nabi-nabi Ibrani yang disebut Kaddosh kesucian, keberadaan Tuhan dari segala sesuatu. Ketika mengalaminya, mereka juga merasa begitu dekat dengan kematian (hai) dan berada dalam suatu ketegangan fisik (mwa) dan ketegangan mental (tetet). Kejadian ini seperti pada Nabi Yesaya dan Yeremia, yang mana pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, secara tiba-tiba dan meninggalkan diri mereka dalam keadaan tercekam, namun dalam derita mereka itu, secara keimanan tradisional juga mereka harus berusaha untuk berpaling dan datang kepada Raa wiyon-Na wofle untuk suatu penyembuhan dengan meminta penyembuhannya dari wiyon-wofle (Tuhan) mereka, penderitaan-penderitaan semacam ini selalu dipercaya bahwa merupakan kerjanya iblis (kabes fane biji, kabes fane saraf, kabes fane sbi)
Tugas dan tanggung jawab Raa wiyon-Na wofle adalah menjalankan ajaran wiyon-wofle; melakukan kebaikan (bo um), memperhatikan keluh kesah sesama manusia (matmof raa), tolong menolong (mhaha raa), ikut memikul beban mereka (mros mari safo), menyembuhkan orang sakit (tgif kiyam) dan sebagainya. Setiap dalih-dalih kehidupan Raa wiyon-Na wofle ditengah orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang adalah sebagai jemaatnya, mereka berusaha melakukan sifat-sifat kasih dan mulia kepada setiap jemaatnya agar raa iin-na iin merasa dirinya berharga bagi setiap orang.
Kabes fane biji » setan, iblis atau kuasa kegelapan yang digunakan mematahkan kaki, tangan, atau tulang-tualang manusia. Sebutan dalam bahasa Maybrat.
Kabes fane sbi » setan, iblis, atau kuasa kegelapan yang membunuh manusia. Sebutan dalam bahasa Maybrat.
Kabes fane safaf » setan, iblis, atau kuasa kegelapan yang digunakan sehingga mencabut nyawa orang. Sebutan dalam bahasa Maybrat.
“Ungkapan-ungapan kata-kata tersebut akan diutarakan bilamana seseorang terkena musibah atau kecelakaan yang membuatnya meninggal secara tidak wajar dan tidak teridentifikasi kesakitannya secara jelas, dan biasanya yang dapat mengenalnya adalah Raa wiyon-Na wofle.”
Hai » kematian. Dalam sebutan bahasa Maybrat
Mwa atau wa » suatu ketegangan fisik atau ketakutan. Sebutan dalam bahasa Maybrat
Tetet » ketegangan mental atau gementar. Sebutan dalam bahasa Maybrat.
Demikian Raa wiyon-Na wofle selalu menunjukkan suatu etika yang penuh makna cinta kasih di tengah jemaat mereka sehingga terjadilah suatu konfrontasi pola hidup yang saling mencintai dan saling mengasihi yang dicontohi dari Raa wiyon-Na wofle. Raa wiyon-Na wofle telah lama menerapkan prinsip-prinsip cinta kasih di tengah kehidupan jemaat mereka di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Sifat-sifat cinta kasih, menolong, memberi dan melayani inilah yang terus dipertahankan oleh setiap orang Maybrat, Imian, Sawiat, turun temurun hingga waktu sekarang. Raa wiyon-Na wofle telah menerima wahyu dari Tuhan mereka (wiyon-wofle), dan telah menjadi utusan ilahi bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat. Setelah selanjutnya, Raa wiyon-Na wofle mencari dan terus mencari murid baru untuk di didik sebagai Raa wiyon-Na wofle demi keberlangsungan teologi wiyon-wofle dalam kehidupan mereka selanjutnya, hal ini dianggap sebagai suatu bagian kultus pemuridan. Akan tetapi tidak seperti teologi Kristen, yang mengilhamkan taurat kepada Musa, yang menurut kisah biblikal diwahyukan dalam satu waktu sekaligus dalam tulisan pada kalam loh batu yang terdiri dari dua buah. Kisah pengilhaman wahyu wiyon-wofle kepada Mbouk, memang sekaligus bersamaan dalam satu waktu, namun dalam sejarah wiyon-wofle, pewahyuan tulisan torat itu dinyatakan kepada Mbouk pada tubuhnya (torat dituliskan di sekujur tubuh Mbouk). Pewahyuan itu terjadi dalam pengalaman yang tidak begitu memberatkan, namun Mbouk harus menyimak firman-firman dalam torat itu dengan penuh perhatian. Torat itu di praktikan dalam pengembangannya sebagai bentuk penginjilan oleh Raa wiyon-Na wofle denga senangtiasa mempertahankan visi dan arti penting yang dianggap belum sampai kepada jemaat mereka secara verbal yang jelas. Kandungan pesan ilahi yang diterima oleh Raa wiyon-Na wofle itu sangat jelas; mereka mempunyai kemampuan mengusir roh setan, mengenali siapa iblis itu. Akan tetapi pada situasi yang lain, wahyu itu sangat sulit diartikulasikan oleh jemaat atau orang awam (raa iin-na iin).
Bo um » Kebaikan hati, sebutan dalam bahasa Maybrat
Matmof raa » memperhatikan keluh kesah sesame, kasih mengasihi. sebutan bahasa Maybrat
Mhaha raa » menolong orang. Sebutan bahasa Maybrat
Mros mari safo raa » ikut memikul beban sesame. Sebutan dalam bahasa Maybrat
M’bouk » Nabi yang menerima wahyu dari wiyon-wofle.
Sejarah pengilhaman torat wiyon-wofle kepada Mbouk, menceriterakan bahwa pembicaraan secara lisan diterima oleh Mbouk dalam bentuk mimpi pada waktu siang yang mana disertai dengan tulisan yang tertulis pada sekujur tubuhnya Mbouk. Namun penerimaan torat secara lisan datang kepada Mbouk bagaikan gema sebuah genta dalam penglihatannya, dan itu memang sesuatu mukjizat yang bagi setiap manusia pasti sulit, gema pesanan torat itu menyurut ketika Mbouk menjadi sadar kembali dari mimpi dan mengingat kembali akan pesan-pesan dalam torat yang disampaikan kepadanya dalam mimpi itu. Dalam konfrontasi ini, Mbouk selanjutnya menyimak secara tekun apa yang mungkin dan mesti kita sebut ungkapan alam bawah sadar dengan autoritas dan integritas yang secara misterius bukan merupakan bagian dari dirinya dan seperti seorang penyair yang menjelaskan proses “penyimakan” sebuah puisi yang secara perlahan muncul dari ruang pikiran yang tersembunyi. Dalam ungkapan sejarah teologia wiyon-wofle, Mbouk diperintahkan untuk mendengarkan makna yang tidak koheren itu dengan saksama dan sebagaimana apa yang disebut oleh Wordsworth sebagai “kepasifan” yang bijaksana. Mbouk tidak tergesa-gesa memaksakan kata atau maknanya yang sejati terungkap pada saat-saat tertentu. Sebagaimana kreativitas, ini juga merupakan proses yang sulit. Mungkin saja Mbouk mengalami situasi yang membawanya masuk dari trans manusia kedalam trans keAllahan dan membuatnya seakan kehilangan kesadaran ketika bermimpi. Penglihatan atau mimpi adalah sebuah situasi dan proposisi yang terjadi pada sebagian nabi Kristen, taatkala para penerima ilham tentunya tidak tahu mengapa hal itu bisa terjadi.
Tidak mengherangkan jika Mbouk merasakan wahyu sebagai ketegangan yang begitu besar, dia bukan hanya sedang mengupayakan pengajaran dan menjelajahi jiwa-jiwa baru di tengah-tengah jemaatnya saja, melainkan juga sedang menyusun salah satu karya spiritualitas. Kita bisa berkata bahwa Mbouk sedang menjalankan perintah-perintah Tuhan yang tak terwujud bagi keseluruhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, karena torat wiyon-wofle bersifat sentral bagi spiritualitas teologi wiyon-wofle sebagaimana halnya Yesus sang logos bagi Kristen. Kita mengetahui lebih jelas tentang Yesus dibanding wiyon-wofle dan dalam wahyu wiyon-wofle yang dicurahkan kepada Mbouk yang mana bila ditelaah tingkat akurasinya, masuk akal, kita bisa melihat bagaimana visi wiyon-wofle melalui Mbouk berevolusi secara perlahan dan berkembang di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dalam cakupannya. Mbouk pada awalnya melihat lingkup tugas yang harus dipikulnya, karena hal itu diperlihatkan olehnya dalam mengembangkan visi penginjilan wiyon-wofle (Yber wiyon-wofle). Seiring responsnya terhadap logika batin penginjilan yang dilakukan. Didalam histori wiyon-wofle, kita bisa menemukan komentar orang-orang sezaman tentang awal kedatangan teologia wiyon-wofle yang unik dalam sejarahnya. Didalam teologia wiyon-wofle ini, Tuhan tampaknya menggunakan caranya yang unik untuk menjelaskan tentang dirinya, tabernakel yang dibangun, perintah dan larangan, yang dipakai sebagai dogmatika wiyon-wofle. Pewahyuan Tuhan kepada Mbluk yang dikenal dengan wiyon-wofle, tidak turun dalam susunan kitab seperti yang kita jumpai pada masa sekarang dalam biblikal Kristen, yang sudah tertulis rapih oleh pengarang-pengarangnya. Mbouk yang tidak bisa membaca dan menulis, ia sebisanya mengucapkannya hanya dalam k’wiyon-bol wofle dan hanya kepada Raa wiyon-Na wofle. Raa wiyon-Na wofle dan wiyon tna pun menghafalnya. Setelah wafatnya Mbouk pada tahun yang tidak dikenal, orang Maybrat, Imian, Sawiat, belum mengenal tulisan dan baca sehingga wahyu-wahyu yang disampaikan tidak dapat dituliskan dengan baik dan wahyu dari wiyon-wofle hanya boleh diketahui oleh Raa wiyon-Na wofle dan merupakan rahasia keimanan yang sakral. Dalam pewahyuan teologi wiyon-wofle itu, merefleksikan berbagai thema; “kehadiran Tuhan di dunia, kehidupan, atau hari akhir”. Bagi orang yang bukan terdidik dalam teologia wiyon-wofle, mereka tidak akan mengerti makna dan nilai-nilai kereligiusan yang luarbiasa dan sakral. Wahyu Tuhan dalam teologia wiyon-wofle tidak dimaksudkan untuk menjadi bahan kajian secara pribadi, melainkan sebagai pegangan dalam pengembangan akan penginjilannya. Sebagaimana biasanya seperti dalam ibadah Kristen bahwa ketika umat Kristen mendengar sebuah ayat kitab suci dibacakan di dalam tempat-tempat peribadatan atau gereja, mereka diingatkan kembali kepada semua ajaran inti keimanan mereka, demikian wahyu wiyon-wofle, jika salah satu kalimat wahyu di ucapkan, semua wiyon tna serta Raa wiyon-Na wofle diingatkan pada semua ajaran inti keimanan mereka.
Ketika mulai menginjili (yber wiyon-wofle), Mbouk memiliki konsep yang luarbiasa tentang perannya, karena disertai oleh Roh Tuhan. Mbouk telah mengetahui dan sadar bahwa dirinya sedang memikul suatu beban tanggung jawab yang besar, ia harus mensukseskan perintah Tuhannya dengan membangun sebuah agama, walaupun dalam pandangan moderen mengatakan wiyon-wofle merupakan suatu keyakinan kuno yang mengajarkan tentang keesaan Tuhan kepada orang Maybrat, Imian, Sawiat. Pada mulanya Mbouk adalah seorang pemburu dan petani biasa yang tinggalnya di kampong Keyen yang kini termasuk distrik Wayer, Kabupaten Sorong Selatan, dia takpernah mengira akan dipilin oleh Tuhan (wiyon-wofle) sebagai seorang Nabi yang diutus untuk memberitakan kabar kebenaran tentang Tuhan yang disebut sebagai wiyon-wofle. Mbouk tak pernah bermimpi akan membangun sebuah kepercayaan yang dititipkan oleh wiyon-wofle (Tuhan) kepadanya. Tuhan telah mengutusnya untuk mengabarkan berita kebenaran tentang wiyon-wofle (Tuhan) dan memulainya dari wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, dan ke seluruh dunia, namun ia hanya mampu melakukannya di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dan tidak berhasil mengekspanskannya secara universal ke seluruh dunia, karena adanya perlawanan dalam situasi peradaban yang moderen. Akan tetapi pesan suci yang disampaikan dalam teolgia wiyon-wofle bukanlah suatu musibah atau bencana, melainkan tentang harapan yang membahagiakan. Mbouk membuktikan eksistensi Tuhan dalam teologia wiyon-wofle yang mana selanjutnya dikenal oleh Raa wiyon-Na wofle. Mereka secara simplisit telah beriman kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan kebanyakan dari mereka pada saat ini meyakininya sebagai Tuhan yang serupa dengan Tuhan yang disembah oleh umat Kristen. Keberadaan wiyon-wofle pada mulanya diterima begitu saja, sebagaimana firman Tuhan kepada Mbouk untuk melakukan penginjilan (Yber wiyon-wofle).
Pada persoalannya adalah, Raa wiyon-Na wofle tidak mempertahankan keeksistensian teologia wiyon-wofle mereka itu dengan memikirkan tentang implikasi kepercayaan mereka itu. Boleh dikatakan bahwa Tuhan mereka wiyon-wofle menatap mereka dengan kesal, mereka telah berbalik darinya dan berlindung sepenuhnya pada Tuhan injil Kristen, namun Raa wiyon-Na wofle masih menganggap diri mereka mempunyai suatu ikatan dengan wiyon-wofle berdasarkan sumpah dan janji dalam pendidikan dan pembabtisan realistik dalam kemah (raa mber), Raa wiyon-Na wofle mempunyai suatu kepedulian yang terpendam dalam kehidupan mereka, namun apa boleh buat, tanggungjawab dan sumpah itu tidak bisa dikembangkan pada waktu sekarang ini karena suatu etika terhadap Kekristenan. Sebenarnya Raa wiyon-Na wofle selalu merasa bersalah dengan janji-janji kudus mereka kepada wiyon-wofle yang menganjurkan kepada mereka agar menyadari akan rahmat Tuhan yang dapat melihat kemanapun mata mereka memandang. Dalam benak pikiran Raa wiyon-Na wofle, mereka sadar akan betapa banyak mereka masih berhutang kepada wiyon-wofle (Tuhan) ditengah peralihan iman percaya akan agama baru yang mereka capai sebagaimana mereka telah mengapresiasikan kebergantungan mutlak iman mereka kepada Tuhan Kristen.
Teologia wiyon-wofle tidak mengajarkan sesuatu yang sesat kepada Raa wiyon-Na wofle, bahkan teologia wiyon-wofle dengan teguh mengajarkan kasih mengasihi, dan spiritualitas akan hal-hal yang membahagiakan. Firman Tuhan atau wahyu dari wiyon-wofle yang datang kepada Mbouk tidak sekedar mengeluarkan perintah-perintah yang arbitrer dari atas, tetapi mengajak para wiyon-wofle untuk berdialog. Salah satu perintah misalnya, adalah membuat tabernakel atau k’wiyon-bol wofle yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan teologia mereka yang pada hakekatnya merupakan bait suci atau rumah Tuhan dan tempat meletakan tabut perjanjian (kta ro mbau). Raa wiyon-Na wofle dalam menyelenggarakan pendidikan teologi wiyon-wofle (mber wiyon-wofle), selalu dipusatkan didalam kemah atau k’wiyon-bol wofle, tetapi kini mereka telah meletakkan diri mereka pada kehidupan moderen dan berhasil, orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah lupa akan ritus-ritus wiyon-wofle ini. Sebenarnya mereka harus melihat kembali tentang apa perintah-perintah dan tanda-tanda rahmat dan kekuasaan Tuhan di alam semesta melalui wiyon-wofle. Jika sampai orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat dan para teolog wiyon-wofle tidak berhasil untuk kembali menghidupkan wiyon-wofle dalam perkembangan mereka saat ini, maka suatu kesimpulan bahwa mereka takkan dapat menangkap hakikat dari segala sesuatu yang berkaitan dengan wiyon-wofle. Mungkin saja salah satu harapan dalam pengkajian saya dan penulisan buku ini adalah merujuk pada pengingatan kepada orang Maybrat, Imian, Sawiat, bahwa bukan kepada orang Ibrani saja yang diwahyukan torat, tetapi mereka juga memiliki bagian yang sama tentang torat Tuhan itu, karena Tuhan telah mengunjungi orang Ibrani dan berbicara dengan Nabi Musa, Tuhan juga mengunjungi orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan berbicara dengan Mbouk, dan Tuhan akan selalu hadir ditengah-tengah kehidupan umatnya danpa dibatasi oleh ruang dan waktu, karena Dia Maha Hadir dan Dia Maha Berada. Teologia wiyon-wofle ini bisa dikatakan bahwa merupakan sekolah atau suatu pendidikan tradisional (inisiasi) yang harus kembali diselenggarakan dan dikembangmoderenkan sebagai salah satu pendidikan tradisional, atau mungkin dalam kurikulum SD, SMP, SMA, yang ada di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, perlu adanya pengajaran tentang wiyon-wofle secara muatan lokal. Pendidikan wiyon-wofle merupakan suatu pendidikan eksternal dan bisa dibilang sebagai pondasi tertua suatu aliran pembelajaran di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, sebelum pendidikan moderen menginjakkan jejak-jejak kakinya disana. Pendidikan wiyon-wofle ini akan membantu seseorang dengan menanamkan sikap batin dan menetapkan kembali arah kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat.
Yber wiyon – wofle » Penginjilan wiyon-wofle, Pembabtisan atas Nama wiyon-wofle kepada umat yang baru. Sebutan dalam bahasa Maybrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar