Wiyon-wofle dipercaya sebagai Tuhan yang abadi oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat. Dalam kitab perjanjian lama dan perjanjian baru injil Kristen, keabadian Tuhan diungkapkan dalam waktu yang tanpa akhir, bilamana diparalelkan dengan wiyon-wofle yang mana juga mempunyai kesamaan sifat keabadian. Wiyon-wofle dan Tuhan injili adalah Tuhan yang selamanya hidup; Dia selalu ada dan akan selalu ada; tak ada sedikit waktupun dimana Dia bukan Tuhan. Dalam konsep para teologia moderen, memahami keabadian ini dengan suatu pemahaman yang universal bahwa; durasi waktu Tuhan itu tidak hanya tanpa akhir, tetapi tidak berdurasi waktu. Seperti halnya konsepsi teologia wiyon-wofle yang dipandang oleh Raa wiyon-Na wofle dengan mendefinisikan keabadian sebagai satu kepemilikan Esa wiyon-wofle (Tuhan) dan Tuhan injili yang tampa akhir yang total dan simultan; dan karena itu, waktu keabadian Tuhan tersebut bagi Raa wiyon-Na wofle secara umum dipahami sebagai tanpa waktu (YRON - KEKAL).
Dalam teologia wiyon-wofle, dapat dibayangkan bahwa Tuhan menurut Raa wiyon-Na wofle adalah Tuhan yang berkuasa mengekspresikan suatu linguistic untuk mengetahui waktu. Mungkin mereka berpendapat tentang satu penjaga waktu kosmis dengan tanpa jam yang berbunyi. Dan satu suara dari awan dan alam yang berkata “berdasarkan kata Tuhan”. Bahkan agaknya satu fantasi yang dikemukakan dalam pemikiran Raa wiyon-Na wofle tentang ide bahwa suatu wujud Tuhan tradisional mereka yang dikonsepsikan sebagai wiyon-wofle, memiliki suatu wujud yang tidak berubah dan wiyon-wofle menguasai waktu. Teoggia tradisional wiyon-wogle pada hakekatnya sempat membandingkan pencipta waktu pada awal dunia dan sang aparat kosmis yang sebenarnya tidak bisa menyusun pengetahuan tentang waktu sendiri; missalnya para pekerja pembuat jam dan suara yang merekam bunyi jam itu — sesuai dengan yang benar-benar terjadi —— kadangkala akan tidak memberitahukan waktu yang benar pada setiap saat. Sementara kalau kita menyifati Tuhan disamping kesadaran iman, bahwa jamm kosmik itu berbunyi pada waktu tertentu, maka kita sekedar membangkitkan ide-ide kemanusiaan kembali secara fantastic terhadap semua kesulitan tentang kesadaran kemanusiaan kita yang tak berubah dari satu dunia yang kita amati.
Kalau wujud iman itu tidak berubah dan tidak bisa mengetahui waktu dengan sempurna berdasar iman, maka kita juga tidak bisa tahu apa yang diekspresikan oleh proposisi-proposisi yang berwaktu dari sang penguasa. Dengan mengetahui bahwa “Kristus akan dilahirkan” adalah kebenaran iman percaya umat Kristen sepanjang tahun-tahun sebelum masehi dan bahwa “Kristus telah dilahirkan” adalah kebenaran iman percaya umat Kristen sepanjang tahun-tahun setelah masehi. Hal itu bila diparalelkan dengan iman alamiah Raa wiyon-Na wofle yang mengungkapkan bahwa iman percaya seseorang adalah kunci untuk melihat dan mengerti segala sesuatu termasuk waktu. Menurut mereka, bahwa mereka telah menarik suatu tempo kemimanan tradisional mereka yang mana bahwa tidak akan mungkin bagi seseorang Raa wiyon-Na wofle untuk mampu mengetahui proposisi mana yang benar saat ini, sampai dia juga tahu waktunya. Kalau dia tidak memiliki iman percaya, atau keyakinan penuh; dia tidak akan mampu menunjukkan suatu pengecualian yang mampu sempurna disbanding Tuhan, karena suatu pengecualian yang telah dilekatkan kepada wiyon-wofle yang dipercayai lebih berkuasa dan mampu menunjuk suatu pengecualian yang diyakini lebih berkuasa dan mampu menunjuk suatu pengecualian kuasanya yang dianggap koheren, karena menurut orang Maybrat, Imian, Sawiat, bahwa Tuhan mereka (wiyon-wofle) berkuasa dan mengetahui segala sesuatu yang biasa diketahui oleh manusia dan yang tidak biasa diketahui oleh manusia. Menurut Raa wiyon-Na wofle, setiap orang yang percaya terhadap wiyon-wofle, harus terhisap dalam kesempurnaan dan kesendirian dengan wiyon-wofle didalam k’wiyon-bol wofle, dengan teknik-teknik penguasaan diri dan hidup suci agar supaya juga mereka harus selalu mengandalkan keimanannya yang terbangun didalam k’wiyon-bol wofle dengan berpegang teguh pada keabadian Tuhan mereka (wiyon-wofle). Kembali dikatakan bahwa tidak ditemukan suatu kontradiksi keimanan antara iman percaya orang Maybrat, Imian, Sawiat, kepada wiyon-wofle dan iman percaya orang Kristen kepada Tuhan injili. Walau dalam kepercayaan iman Kristen, bahwa seseorang untuk dapat mengerti tentang Tuhan, dia harus memiliki suatu kepercayaan dengan iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Dapat kita simpulkan bahwa ditemukan adanya suatu hubungan keimanan antara teologi Kristen dan teologi wiyon-wofle yang memiliki kesamaan-kesamaan, walaupun dalam pandangan tertentu mereka memiliki keterpisahan atau perbedaan.
Selanjutnya, para teolog tradisional wiyon-wofle menjelaskan pengertian mereka tentang hubungan kepercayaan seorang manusia Raa wiyon-Na wofle dengan wiyon-wofle (Tuhan) bahwa; “suatu kepastian iman percaya seseorang tidak sama artinya bila dengan pemaksaan, akan tetapi dengan cara penyendirian, dididik, dengan metode konsentrasi dan mendengar secara langsung sebagai suatu landasan yang menumbuhkan iman”. Hal yang mereka maksudkan adalah kepastian iman percaya kepada keabadian Tuhan. Hal ini berarti seorang manusia yang tidak memiliki spirit ketuhanan tidak akan melakukan kejahatan untuk menentang kehendak Tuhan, namun mestinya manusia itu elakukan semua itu secara spontanitas sebagai suatu wujud respons keimanan yang penuh keinginan suci. Disisi lain, ketika Tuhan mengabulkan segala keinginannya terhadap diri manusia, hasrat dan tindakanNya tidak pernah berdasarkan pemaksaan, karena Tuhan melakukan segala sesuatu sesuai dengan waktu dan jadwal yang telah ia tentukan sendiri tanpa kita mengetahuinya, berbeda dengan manusia yang ingin melakukan semua permohonan yang bermacam-macam secara bersamaan kepada Tuhan dengan harapan ia mengabulkan semuanya bersama-sama. Hasrat dan tindakan Tuhan tidakpernah berdasarkan pemaksaan dan hasrat manusia, melainkan selalu bergantian dengan keinginan dan kecenderunganNya sendiri.
Jika dianalogikan kehendak bebas manusia persis seperti seekor binatan tunggangan yang selalu harus bergerak menuju kearah yang diinginkan oleh penunggangnya. Jika Tuhan yang mengendarainya, Ia akan berkeinginan dan pergi kemanapun arah yang diinginkan Tuhan; begitupun sebaliknya, jika setan yang mengendarainya, ia akan berkeinginan dan pergi kemanapun arah yang ia inginkan. Sangat jelas dalam penegasan kalimat ini, bahwa arah pergerakan dan kehendak besar manusia sangat tergantung pada siapa yang mengendarai dan memerintahkannya, namun kehendak bebas manusia tidak mungkin akan bebas sesuka hati untuk memilih pengendaranya.
Dimata Raa wiyon-Na wofle, mengatakan bahwa baik manusia “saleh” maupun manusia “salah” sama-sama berperilaku sesuai dengan apa yang mereka inginkan, tetapi keduanyapun sama-sama tidak memiliki kemampuan mengubah keinginan mereka. Kehendak manusia tidak bebas, artinya ia tidak serta merta menggeser dirinya dari suatu keinginan buruk menjadi baik. Raa wiyon-Na wofle bermaksud mengatakan bahwa seorang manusia adalah ia hanya menjalani suatu perubahan itu secara pasif sesuai apa yang digariskan oleh Tuhan (wiyon-wofle).
Demikian konsep tersebut jika diparalelkan dengan konsep teologi Kristen dalam bibel bahwa; Tuhan telah mengetahui sebelumnya bahwa Judas akan menjadi seorang penghianat, maka memang demikian jadinya Judas adalah seorang penghianat, dan tidak ada seorangpun bahkan Judas sendiri tidak mempunyai kuasa untuk merubahnya atau merubah kehendaknya dari apa yang telah diketahui oleh Tuhan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan Tuhan itu tidak pernah keliru dan sangat tepat, karena apa yang telah dia ketahui, Dia janjikan, Dia ancamkan itu akan terjadi.
Apa yang diajarkan para teolog wiyon-wofle, (Raa wiyon-Na wofle), tidak lain adalah penegasan bahwa tidak ada seorangpun Raa wiyon-Na wofle dan orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan semua manusia yang memiliki kehendak bebas, bahkan tidak ada sesuatupun walaupun manusia memilikinya. Demikian dalam teologi Kristen mengatakan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan, yaitu baik dan buruk, tidakpernah kita lakukan sepenuhnya oleh diri kita sendiri, akan tetapi Tuhanlah yang melakukan segala sesuatu itu, yang berkaitan dengan yang terbaik, dan iblis yang akan melakukan semua yang berkaitan dengan kejahatan. Sebagaimana “malam” dan manusia diibaratkan (sebatan lilin) yang tidak bisa melakukan apa-apa ketika dibentuk menjadi lilin oleh tenaga manusia. Demikian bahwa manusia itu bebas dalam segala sesuatu dan dalam jangkauan kekuatannya untuk mengikuti kehendaknya, akan tetapi ia tidak bebas dalam hal berkehendak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar