Launching

Launching

Selasa, 25 Agustus 2009

WIYON-WOFLE DAN BO TGIF – TUHAN DAN FIRMAN


oleh
Hamah Sagrim



Firman Tuhan dalam teologi Wiyon-Wofle dikatakan sebagai Botgif – demikian marilah kita lihat dari kitab Yohanes 1:1, yang demikian “pada mulanya adalah firman, dan firman itu adalah Allah”, Karena firman adalah Allah, maka genaplah yang terjadi pada kejadian pasal 1:2-5, bahwa berfirmanlah Allah, jadilah terang dan gelap, berfirmanlah Allah maka jadilah cakrawala. Selanjutnya akan kita paralelkan dengan teologi Wiyon-Wofle, Raâ Wiyon-Na Wofle melakukan segala sesuatu seperti memerintahkan air menjadi kering, menghardik gelombang laut, menghentikan angin tofan, menghentikan hujan, mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, menyembuhkan orang dari pagutan ular dll, mereka tidak melakukannya secara fisik seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan atau para dokter yang menyembuhkan pasien dengan memberikan obat dan suntikan, namun mereka hanya dengan tgif bo (berfirman), mereka mampu mengendalikan semuanya itu. Alih-alih dalam praktik ini tidak serta merta melibatkan sang tokoh (Raâ Wiyon-Na Wofle) untuk secara langsung melakukan praktik kerja secara fisik. Firman itu adalah Tuhan, maka Botgif adalah Wiyon-Wofle. Dalam sejarah penciptaan langit dan bumi, menunjukkan suatu aktifitas yang melibatkan fisik Tuhan. Menciptakan Bumi, dalam pengertian lain “mengembangkan suatu kerja secara fisikal”, yaitu bumi sebagai objek fisik. Sama halnya menciptakan K’Wiyon-Bol Wofle merupakan pengembangan kerajaan Wiyon-Wofle secara fisik. Bumi dan k’wiyon-bol wofle merupakan kerajaan yang memiliki fisik dibandingkan dengan kerajaan sorga atau sawro yang tidak kelihatan.

Firman Tuhan, bila dianalisis secara baik merupakan suatu rahasia keilahian. Firman Tuhan merupakan bahasa yang dimiliki oleh Allah dan dimengerti oleh Dia seorang diri tanpa diketahui oleh manusia, dalam ucapan kalimat firman yang rahasia itu memiliki kekuatan yang berisikan kekuatan, perintah, dan larangan sebagaimana juga halnya pada firman ilmiah dalam teologi Wiyon-Wofle yang disebut botgif. Botgif merupakan kata-kata rahasia yang memiliki kekuatan dan daya. Melalui botgif, Raâ Wiyon-Na Wofle mampu memerintahkan, dapat melarang dan menguatkan setiap umat yang lemah. Dalam ungkapan para teolog Wiyon-Wofle mengatakan bahwa botgif tidak menyebutkan apa-apa yang bertentangan dengan kejadian, misalnya botgif atau firman untuk orang yang dirasuki setan (Kabes Fane), Raâ Wiyon-Na Wofle hanya dengan botgif atau firman ilmiah tersebut mereka mampu mengusir setan dari dalam tubuh manusia yang dirasuknya, atau dengan botgif, Raâ Wiyon-Na Wofle mampu menyembuhkan orang yang lumpuh, menyembuhkan orang yang terkena penyakit, dengan botgif mereka mampu menghardik gelombang, menghentikan angin, memerintahkan air untuk menjadi kering atau membelah air. Sebutan botgif merupakan suatu kata-kata yang rahasia. Misalnya seperti ketika Raâ Wiyon-Na Wofle menyembuhkan orang atau membantu seorang ibu yang melahirkan, mereka hanya bisa menyebutkan bagian-bagian tubuh tertentu yang berhubungan dengan kehamilan yaitu seperti “masis (susu), mhaf (Rahim) mako (kemaluan wanita)” dan memerintahkan bayi itu untuk keluar dari kandungan, maka bayi tersebut keluar.

Dalam praktik teologi wiyon-wofle, firman atau botgif bagi Raâ Wiyon-Na Wofle merupakan senjata yang dilengkapi dengan Roh bernubuat. Tidak mengherangkan jikalau orang-orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah lama mengenal Tuhan melalui ajaran teologi Wiyon-Wofle. Walaupun dalam teologi moderen yang memberikan suatu pernyataan atau dogma bahwa teologi tradisional atau sesuatu iman yang tradisional merupakan berhala, namun sebenarnya tidak! Karena hal ini menyangkut rahasia dan cara Tuhan yang dilakukan-Nya dengan umatnya yang berbeda-beda dimuka bumi dengan cara yang Dia dengan mereka mengerti. Bisa dilihat pada zaman dahulu, nama Allah dalam bibel belum tersohor keseluruh muka bumi, akan tetapi Allah sudah mensohorkan dan menyatakan dirinya kepada setiap umat manusia dan setiap suku bangsa di pelosok dunia dengan cara yang Dia mengerti dan juga dimengerti oleh suku bangsa tersebut dan dengan sebutan nama yang berbeda. Ini merupakan suatu rahasi keilahian Tuhan yang tidak bisa dimengerti oleh manusia. Allah datang dalam berbagai macam cara pribadiNya kepada setiap suku bangsa dengan metode yang suku bangsa tersebut bisa mengerti dengan cepat. Misalnya Wiyon-Wofle, mungkin karena namanya yang berbeda dengan sebutan Allah dalam bibel, namun Wiyon-Wofle adalah pribadi Allah itu sendiri yang mana telah menyatakan dirinya kepada suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, di Papua Barat dan memang demikianlah cara Tuhan, karena perkembangan akan pengenalan yang mudah untuk dikena oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga Tuhan datang sebagai Wiyon-Wofle. Walaupun Wiyon-Wofle merupakan agama suku yang begitu implisit, namun mempunyai arah dan tujuan yang satu, yaitu selalu beriman kepada Tuhan yang maha esa yang dimengerti sebagai Wiyon-Wofle. Mungkin saja bagi setiap suku bangsa yang tidak kami sebutkan mempunyai sebutan tersendiri yang berbeda dengan Wiyon-Wofle tentang Allah, namun pasti memiliki suatu tujuan dan arah yang sama yaitu mereka percaya kepada Tuhan sebagai realitas tertinggi melalui iman tradisional mereka dalam sebutan kepada Tuhan yang mereka kenal. Pada abad kedelapan belas, orang Maybrat Imian Sawiat mulai bersentuhan dengan teologi Kristen. Hubungan ini membuahkan hasil berupa kemajuan gereja yang merupakan penghubung antara zaman Wiyon-Wofle dan zaman Pencerahan Kristen.. Orang Maybrat Imian Sawiat dan para tokoh-tokoh teolog tradisional Raâ Wiyon-Na Wofle, telah mengkolaborasikan sifat-sifat Tuhan injili dan sifat-sifat Wiyon-Wofle. Mereka berhasil memparalelkan Tuhan dalam bibel dengan wiyon-wofle secara cemerlang. Kaum Wiyon-Wofle kini tetap mempelajari segala sesuatu tentang Tuhan dalam bibel dan Wiyon dengan sangat gemiliang sehingga pada pertengahan abad sembilanbelas dalam era pemerintahan Hindia Belanda dan Indonesia , mereka semakin terbentuk dengan tata dan norma antara teologi injili dan teologi Wiyon-Wofle. Namun disesali saat ini aktivitas dalam teologi Wiyon-Wofle sebagai pengembangan spiritualitas ilmiah orang Maybrat Imian Sawiat telah dilepas secara total oleh orang Maybrat Imian Sawiat karena terkikis oleh pengaruh dohma Kristen. Akan tetapi pada tahun 2007-2008, orang Maybrat Imian Sawiat kembali mengenang akan dohma dan ajaran Wiyon-Wofle yang telah hilang itu. Bentuk kenangan tersebut tampak pada pemimpin-pemimpin gereja lokal yang ketika itu memimpin suatu ibadah dan membacakan nats firman dalam bibel dan selanjutnya mengawingkan dengan dogma dalam teologi Wiyon-Wofle.

Orang Maybrat Imian Sawiat sekarang telah sadar bahwa sebenarnya mereka sudah mengenal Allah dan mereka sudah mempunyai aturan peribadatan yang Tuhan ilhamkan kepada mereka, namun mereka telah melepaskannya karena kecenderungan untuk beribadah menurut aturan Kristen. Kini orang Maybrat Imian Sawiat ingin kembali melakukan aktivitas teologi mereka agar lebih sempurna dan mereka lebih memahaminya.

Sejenis kelompok orang Maybrat Imian Sawiat yang baru pun lahir, namun mereka selalu diberitahukan tentang Wiyon-Wofle, mereka lalu mengabdikan diri mereka kepada gagasan Wiyon-Wofle (Tuhan) dalam bayang-bayang kenangan yang diturunkan oleh orang tua mereka dan tokoh-tokoh teologi Wiyon-Wofle yang ada. Kata Wiyon-Wofle dapat kita terjemahkan sebagai “Yang Maha Esa”, tetapi memiliki suatu makna keilahian. Seperti Raâ Wiyon-Na Wofle, abad tujuhbelas kebawah, mereka hidup secara rasional sesuai hukum-hukum yang mereka yakini mengatur kosmos, manusia, yang bisa dicermati pada setiap tingkatan realitas. Pada awalnya, mereka memusatkan perhatian pada dohma Wiyon-Wofle, namun kemudian secara tak terrelakan, Raâ Wiyon-Na Wofle, dan orang Maybrat Imian Sawiat beralih kepada dohma Tuhan dalam bibel dan berupaya menerapkan prinsip-prinsip yang baru, namun sama kedalam kehidupan mereka. Orang Maybrat Imian Sawiat yakin bahwa Wiyon-Wofle mereka sangat identik dengan Allah yang dipercaya dalam Kristen. Akan tetapi orang Kristen pertobatan telah merasakan afinitasi dengan helenisme, tetapi pada thun 1998, Kristen pertobatan secara tegas menetapkan bahwa Wiyon-Wofle orang Maybrat Imian Sawiat harus dilepaskan secara total dari angan-angan dan memorial dengan tujuan bahwa mereka harus mengembangkan Tuhan Alkitab yang lebih paradoksial. Akhirnya seperti yang kita lihat, Raâ Wiyon-Na Wofle dan orang Maybrat Imian Sawiat memalingkan diri dari tradisi Wiyon-Wofle mereka sendiri karena meyakini bahwa injil Kristen dalam bibel begitu teratur dan tajam serta merupakan sesuatu yang moderen. Logika dan akal mereka banyak berkontribusi tentang kajian Tuhan, namun Raâ Wiyon-Na Wofle dan semua orang Maybrat Imian Sawiat tiba pada kesimpulan yang berlawanan – mereka percaya bahwa rasionalisme injil dalam bibel mempersembahkan bentuk agama yang paling maju dan telah mengembangkan pandangan yang lebih tinggi tentang Tuhan daripada yang dikembangkan dalam teologi Wiyon-Wofle.

Pada abad kedelapan belas, orang Maybrat Imian Sawiat mengenal injil bibel dan secara umum adanya suatu larangan terhadap agama suku. Agama Kristen secara umum memandang Wiyon-Wofle sebagai kepercayaan yang bertentangan dengan dohma dalam bibel, akan tetapi Raâ Wiyon-Na Wofle biasanya adalah orang-orang saleh dan menganggap diri mereka putra-putra setia Wiyon-Wofle. Sebagai Raâ Wiyon-Na Wofle yang baik, mereka sadar akan politik yang tidak menyenangkan, mereka juga tidak menyenangi gaya hidup mewah dan ingin memperbarui masyarakat secara sehat, mereka mengupayakan sesuatu yang penting, karena teologi ilmiah dan dohma mereka didominasi oleh pemikiran Wiyon-Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle selalu berusaha menemukan keterkaitan antara iman mereka dan pandangan yang lebih rasionalistik dan tidak objektif ini. Sangatlah tidak tepat untuk menurunkan Tuhan ke tingkat kategori intelektual tersendiri dan memandang keimanan berada pada lingkup yang terpisahkan dari persoalan kemanusiaan lainnya. Raâ Wiyon-Na Wofle tidak bermaksud menghapuskan agama tradisional mereka, melainkan ingin menyucikannya dari apa yang dipandang sebagai unsur-unsur primitif dan parokial. Raâ Wiyon-Na Wofle tidak punya keraguan tentang keberadaan Tuhan – tetapi mereka merasa bahwa hal ini perlu dibuktikan secara logis untuk memperhatikan bahwa Allah injili dan Allah tradisional Wiyon-Wofle selaras dengan nilai rasionalistik yang mereka pegang.

Disini terdapat beberapa persoalan, yangmana kita telah mendiskusikannya bahwa Tuhan menurut Raâ Wiyon-Na Wofle, dan orang Maybrat Imian Sawiat, mempunyai suatu kemiriban dengan Tuhan menurut wahyu Kristen. Tuhan Wiyon-Wofle takberwaktu, namun Ia bergeming, Dia menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian duniawi, Ia mewahyukan dirinya dalam sejarah, menciptakan alam dan akan mengadili dihari kiamat, bahkan sejarah teofani dalam bible telah disisihkan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle sebagai bidang kajian yang sacral dengan Wiyon-Wofle. Para Teolog tradisional Wiyon-Wofle telah menyatupadukan sejarah Tuhan dalam bibel dengan Tuhan dalam Wiyon-Wofle untuk menyingkap dunia ilahiah yang ideal dan tak berubah. Meski ada penekanan pada rasionalitas, teologi Wiyon-Wofle menuntut keimanan tersendiri. Raâ Wiyon-Na Wofle secara berani meyakini bahwa kosmos yang menyerupai tempat kekacauan dan penderitaan daripada tatanan iman “har” yang bertujuan ini sebenarnya diatur oleh hokum Tuhan. Pengaturan segala sesuatu yang dari Tuhan ini membuat setiap Raâ Wiyon-Na Wofle ketika melakukan segala aktifitas, mereka selalu dating kepada Tuhan mereka Wiyon-Wofel itu untuk memohon berkat dan rahmat dari Dia. Raâ Wiyon-Na Wofle juga menumbuhkan rasa bermakna ditengah bencana dan kegalauan yang sering terjadi didunia sekitar mereka. Ada keagungan dalam teologi Wiyon-Wofle, yakni iman dan visi yang tak lekang oleh waktu. Mbouk dalam sejarah Wiyon-Wofle menginginkan agama Wiyon-Wofle sebagai agama yang universal yang tidak dibatasi oleh waktu dan ruang tertentu. Raâ Wiyon-Na Wofle yakin dan berkewajiban untuk menerapkan dohma-dohma dalam teologi Wiyon-Wofle secara sinergis dalam idiom yang lebih maju. Keinginan ini merupakan terintah Tuhan - Wiyon-Wofle yang semestinya dikembangkan sepanjang masa oleh pikiran-pikiran yang terbaik dan termulia dalam seluruh aktivitas Wiyon-Wofle. Alih-alih dalam memandang Tuhan Wiyon-Wofle sebagai misteri, Raâ Wiyon-Na Wofle percaya bahwa Wiyon-Wofle adalah Tuhan yang Esa. Konjugasi kepercayaan orang Maybrat Imian Sawiat terhadap Wiyon-Wofle yang sepenuhnya bersifat keilahian seperti ini tampak suci dalam kepercayaan teologi Wiyon-Wofle karena berbagai pengembangan keilahian yang menunjukkan suatu klaikan bukti iman tentang eksistensi Tuhan Wiyon-Wofle yang diketengahkan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle. Perspektif ini telah dianut oleh orang Maybrat Imian Sawiat pada abad ketujuhbelas kebawah, namun pengalaman tentang Wiyon-Wofle telah hilang secara nyata ditengah kehidupan mereka, namun tetap relevan dalam hati mereka bagi persoalan keagamaan yang mereka hadapi sekarang.

Revolusi agama Wiyon-Wofle pada periode peralihan yaitu orang Maybrat Imian Sawiat dari agama Wiyon-Wofle menuju ke agam kristiani telah menghentikan aktivitas dalam teologi Wiyon-Wofle dan melibatkan Raâ Wiyon-Na Wofle dalam aktivitas kristiani. Sedangkan Raâ Wiyon-Na Wofle dalam melaksanakan aktivitas Wiyon-Wofle bukanlah sekedar sebuah aktivitas biasa. Sebagaimana perkembangan teologi kristiani saat ini, dohma-dohma dalam biblikal menuntut penumbuhan mentalitas rohani yang berbeda, yang mengubah cara memandang Tuhan menurut aturan biblikal. Akan tetapi Tuhan Wiyon-Wofle orang Maybrat Imian Sawiat merupakan kepercayaan fundamental yang dikatakan telah tergeserkan dengan kehadiran Tuhan injili dan juga alur dari kreativitas injil kristiani dan Wiyon-Wofle mempunyai kesamaan yang mana sama sekali tidak berbeda jauh. Seperti Nabi atau Imam dalam injil, Raâ Wiyon-Na Wofle juga mendorong setiap umat berhadapan dengan wilayah ralitas non-makhluk yang tak tertembus dan tak terduga. Teologi Wiyon-Wofle tak pelak lagi dalam mempertahankan persepsi ketuhanan mereka dengan ketuhanan dalam biblical sehingga membuat mereka legah dan melepaskan Wiyon-Wofle karena didasarkan atas revisi injil dalam bibel. Raâ Wiyon-Na Wofle pada abad delapan belas talah meninggalkan kepercayaan lama yang dipegang teguh orang-orang sezaman mereka. Dalam cara yang sama, visi wiyon-wofle pada abad tujuhbelas kebawah telah banyak membuat mukjizat yang dianggap mustahil bagi banyak orang. Berpegang teguh pada teologi Wiyon-Wofle bukan tanda kepengecutan, tetapi merupakan suatu tanda integritas. Para penginjil kristiani local selalu berupaya memadukan pandangan-pandangan yang baru antara Tuhan injili yang diparalelkan dengan Wiyon -Wofle sebagai arus utama keyakinan kristiani yang mengalirkan gagasan revolusioner tentang Tuhan dalam biblikal. Sungguhpun demikian, keberhentian teologi Wiyon-Wofle yang gagal dalam konsepsi ketuhanan Wiyon-Wofle, namun mengandung pelajaran penting bagi kita untuk mengenal hakikat kebenarannya.

Raâ Wiyon-Na Wofle pada abad kedelapan belas dan sembilan belas hingga sekarang, selalu menggabungkan kemiriban antara Tuhan injili dan Wiyon-Wofle melebihi kaum monoteis. Raâ Wiyon-Na Wofle dan penginjil lokal orang Maybrat Imian Sawiat juga selalu berusaha membangun jembatan yang menghubungkan Tuhan injili dan Wiyon-Wofle, tetapi mereka selalu mendahulukan konsepsi ketuhanan menurut wahyu dalam bibel dan memparalelkannya dengan Wiyon-Wofle. Kalam bibel dipandang sebagai pandangan injil. Tentang sejarah dalam Musa merupakan sebuah teofani. Kalam menyatakan kepada kaum nasrani melalui Musa di bukit Sinai, bahwa kejadian-kejadian konkret dan partikuler adalah krusial karena merupakan kepastian yang kita miliki. Wiyon-Wofle juga menyangsikan adanya hukum-hukum universal dan prinsip-prinsip abadi. Meskipun memiliki nilai imajinatif dan religius, otomisme ini jelas asing bagi semangat injil Kristen dan tidak memuaskan para fundamentalis Kristen. Falsafah Wiyon-Wofle mengabaikan sejarah yang lain, namun menanamkan kepercayaan terhadap hukum-hukum universal yang tidak mungkin diterima/ditolak oleh teologi Kristen. Teologi Wiyon-Wofle ditemukan dalam dalih-dalih rasionalis yang logis, bukan dalam wahyu particular yang diturunkan kepada individu-individu tertentu diberbagai zaman seperti agama nasrani, namun agama Wiyo-Wofle hanya berpegang pada wahyu melalui Mbouk. Pencarian terhadap kebenaran objektif dan universal ini menjadi karakteristik kajian Raâ Wiyon-Na Wofle dan mengondisikan cara mereka mengalami realitas tertinggi dengan Tuhan. Tuhan yang takpernah sama bagi setiap orang yang memberi atau menerima corak budaya tertentu, merupakan pemecahan yang memuaskan bagi pertanyaan fundamentalis dalam agama : “apakah tujuan akhir kehidupan?” kita tidak bisa mendapatkan pemecahan ilmiah yang memiliki aplikasi ilmiah di laboratorium dan menyembah Tuhan yang lama kelamaan dipandang sebagai milik tunggal kaum beragama. Sungguhpun demikian, kajian atas teologi Wiyon-Wofle telah menyingkapkan pesan ajaran dan dohma kepada Mbouk dan diterapkan melalui Raâ Wiyon-Na Wofle dan mengajarkan bahwa semua agama yang benar sesungguhnya beerasal dari Tuhan.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Raâ Wiyon-Na Wofle pada abad tujuhbelas dan enam belas kebawah tidak berpikir ada keharusan untuk menyingkirkan teologi Wiyon-Wofle. Mereka justru berupaya emperlihatkan hubungan dan aktivitas antara manusia dan Wiyon-Wofle. Aktivitas hubungan ini merupakan suatu jalan yang sah untuk menuju Tuhan, sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu. Raâ Wiyon-Na Wofle mengatakan tidak menjumpai adanya pertentangan fundamental antara teologi Wiyon-Wofle dan teologi Kristen akan tetapi teologi Kristen memberikan suatu pertentangan yang fundamentalis kepada setiap teologi apapun termasuk teologi Wiyon-Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle mengembangkan apa yang disebut sebagai landasan iman profetik, mereka ingin mengembangkan inti kebenaran yang bersemayam dihati agama Kristen dan Wiyon-Wofle dan semua agama historis yang beraneka ragam, yang sejak fajar sejarah telah berupaya untuk mendefinisikan realitas Tuhan yang sama.

Kita takusah malu meyakini kebenaran dan mengambilnya dari sumber manapun ia datang kepada kita, bahkan walaupun seandainya ia dihadirkan kepada kita oleh generasi terdahulu dan orang-orang asing bagi siapa saja yang mencari kebenaran, tak ada nilai yang lebih tinggi kecuali kebenaran itu sendiri; kebenaran tidak pernah merendahkan atau menghiraukan orang yang mencapainya, namun justru mengagungkan dan menghormatinya.

Pembagian tugas dalam teologi Wiyon-Wofle, Raâ Bam-Na Tmah atau Raâ Wiyon-Na Wofle itu bukan Tuhan/Wiyon-Wofle, namun mereka telah secara penuh terbuka kepadanya sehingga dapat dikatakan bahwa Tuhan telah bersama dengan mereka dalam cara yang lebih sempurna daripada kebersamaannya dengan manusia biasa. Kaum Kristen Nesotrian memegang pandangan yang mirib tentang Yesus, seperti halnya Raâ Wiyon-Na Wofle, orang Maybrat Imian Sawiat Papua juga memandang Wiyon-Wofle sebagai “Tuhan” dan K’Wiyon-Bol Wofle sebagai “Tabernakel” atau “Rumah Tuhan”, yang penuh dengan cahaya pengetahuan ilahi yang mencerahkan. Wiyon-Wofle tidak sekedar berupa informasi rahasia, tetapi juga merupakan sarana pengubahan batin, dibawah bimbingan Raâ Wiyon-Na Wofle (pengarah spiritual), seorang murid akan diangkat dari kemalasan dan ketidak pekaan melalui penampakan yang jelas dalam K’wiyon-Bol Wofle. Perubahan ini memampukannya memahami tafsiran esoterik terhadap Wiyon-Wofle. Pengalaman primal ini merupakan tindak penyadaran. Seperti Yesus digunung tabor mewakili manusia, ketuhanan bagi orang Kristen ortodoks Yunani dan seperti Buddha menumbuhkan pencerahan yang mungkin dicapai oleh semua manusia, demikianpula watak kemanusiaan iman telah diubah oleh ketakwaan utuhnya kepada Tuhan.

Gagasan tentang Wiyon-Wofle yang bersifat personal telah berkembang didalam perkembangan teologinya di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat dan dengan kadar yang bergeming tajam. Ini membuat orang Maybrat, Imian, Sawiat cenderung memegang teguh gagasan tentang Wiyon-Wofle yang merupakan agama terbaik mereka.. Wiyon-Wofle menginspirasikan mereka orang Maybrat Imian Sawiat dalam memuliakan hak individu yang sakral dan tidak bisa diabaikan serta menumbuhkan apresiasi terhadap kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Tradisi Wiyon-Wofle dengan demikian telah membantu orang Maybrat, Imian, Sawiat tiba pada humanisme yang sangat dijunjungnya. Nilai-nilai ini mulai dari awalnya telah digunakan dalam Tuhan Wiyon-Wofle yang bertindak sebagai Tuhan Yang Esa. Wiyon-Wofle berawal sebagai Allah yang sangat dipersonalisasikan dengan kecenderungan ilahiah, kemudian Dia menjadi symbol transedensi yang pikiran-pikirannya bukan merupakan pikiran manusia dan jalannya melampaui jalan manusia seperti tingginya menara yang menjulang diatas permukaan tanah. Wiyon-Wofle mencerminkan sebuah pandangan Agama suku yang penting; bahwa nilai-nilai yang tinggi itu juga dapat diraih dalam agama Nasrani. Dengan demikian Wiyon-Wofle merupakan agama penting bagi orang Maybrat Imian Sawiat Papua Barat yang setara dengan perkembangan moral dan agama yang lain. Raâ Wiyon-Na Wofle, orang Maybrat Imian Sawiat menisbahkan emosi dan semangat mereka pada Wiyon-Wofle; Nabi-nabi Israel menisbahkan emosi dan semangat kepada Tuhan; orang Buddha dan Hindu memasukkan kecintaan pribadi mereka pada Avatar sebagai realitas tertinggi; Wiyon-Wofle telah menjadikan manusia sebagai pusat kehidupan religius melalui cara yang unik disepanjang sejarah agama wiyon-wofle. Personalisme yang melekat pada wiyon-wofle telah dibawa penekanan dohma Kristen ke sebuah titik ekstreem, mungkin tanpa teridentifikasi atau empati sehingga Wiyon-Wofle yang telah mengakar dalam kehidupan orang Maybrat Imian Sawiat menjadi tidak diterima dalam pandangan Kristen dengan dohma-dohma dalam bibel. Alih-alih dalam wiyon-wofle membawa orang Maybrat Imian Sawiat keluar dari berbagai keterbatasan mereka “Dia” malah mendorong orang Maybrat Imian Sawiat untuk tetap puas dengan keadaan yang ada seperti dirinya. Wiyon-Wofle dapat membuat orang Maybrat Imian Sawiat sama keras, tega, berpuas-diri dan berpihak seperti dirinya. Alih-alih mengilhami kasih sayang yang yang menjadi ciri semua agama, Wiyon-Wofle juga mendorong orang Maybrat Imian Sawiat untuk mngutuk, menghakimi, dan menyingkirkan seperti halnya Tuhan Kristiani. Namun tampaknya ide tentang Tuhan Wiyon-Wofle yang bersifat personal mungkin hanya merupakan sebuah tahapan dalam perkembangan agama Wiyon-Wofle. Semua agama didunia tampaknya telah menyadari bahaya semacam ini dan berupaya meninggalkan konsepsi persoalan tentang realitas tertinggi.

Kitab suci Yahudi mungkin dapat dibaca sebagai kisah tentang perbaikan dan kemudian penghapusan citra kesukuan dan personal dari Yahweh yang menjadi YHWH.. Kristen yang dapat dikatakan sebagai agama dengan kadar personalisasi paling tinggi diantara tiga agama monoteistik berupaya untuk meningkatkan kelayakan kultus terhadap Tuhan yang beringkarnasi dengan cara memasukkan doktrin tentang trinitas yag transpersonal. Raâ Wiyon-Na Wofle telah sejak awal menghadapi persoalan menyangkut sifat-sifat Wiyon-Wofle yang mengimplikasikan Wiyon-Wofle “melihat”, ”mendengar” dan “mengadili” seperti halnya manusia. Tiga agama monoteistik besar Kristen, Katolik dan Islam ini telah mengembangkan suatu tradisi mistik yang membuat Tuhan mereka melampaui kategori personal dan menjadi lebih mirib dengan realitas impersonal nirvana dan brahmanaatman. Dalam pengembangan teologi Wiyon-Wofle, hanya sedikit orang yang betul-betul mampu mencapai mistisisme sejati mereka. Hal ini karena yang berhak dibawa kedalam k’wiyon-bol wofle sebagai Wiyon Tna adalah mereka yang diseleksi melalui tentang kriteria tertentu seperti sifat, perilaku, dan gaya . Dalam keimanan wiyon-wofle, orang Maybrat Imian Sawiat memegangnya sebagai agama suku yang lasim diterima dikalangan penganutnya hingga relatif belakangan abad kedelapan belas.

Monoteisme historis Wiyon-Wofle pada dasarnya bersifat mistikal. Kita telah meninjau perbedaan antara pengalaman kontemplatif yang dialami Wiyon-Wofle dengan pengalaman Raâ Wiyon-Na Wofle. Wiyon-Wofle pada dasarnya merupakan kepercayaan yang bersifat aktif, para teolog tradisional (Raâ Wiyon-Na Wofle) di wilaya Maybrat Imian Sawiat mengabdikan diri untuk memastikan bahwa kehendak Tuhan ditegakkan dibumi sebagaimana halnya dilangit. Motif utama dari agama Wiyon-Wofle ini adalah penghadapan atau pertemuan pribadi antara Wiyon-Wofle dan Raâ Wiyon-Na Wofle “Tuhan dan Manusia”. Tuhan Wiyon-Wofle dialami sebagai pendorong tindakan; dia menyerukan manusia untuk menuju dirinya; memberi manusia pilihan untuk menolak atau menerima cinta dan perhatiannya. Tuhan seperti Wiyon-Wofle ini behubungan dengan Raâ Wiyon-Na Wofle lebih dekat melalui dialog dalam k’wiyon-bol wofle yang hening, tertutup dan rahasia. Dia menyampaikan Firman “Watum-Bo Tgif” atau rahasia “safo” yang menjadi fokus utama peribadatan dan mewujud dalam kondisi kehidupan dibumi yang tragis dan tak sempurna. Didalam k’wiyon-bol wofle, hubungan dengan Tuhan Wiyon-Wofle di cirikan oleh cinta dan dialog. Cinta dan dialog berarti bahwa ego telah dalam pengertian tertentu antara manusia dan Tuhan, demikian Raâ Wiyon-Na Wofle dalam pertemuan dengan Wiyon-Wofle berarti melenyapkan kemanusiaan yang fana. Dalam dialog maupun cinta, egoisme selalu mungkin muncul, hal ini menjadi penghalang karena memenjarakan manusia dalam konsep-konsep pengalaman duniawi manusia. Ada hubungan linguistik antara tiga kata: “mitos”, “mistisisme”, dan “misteri” yang selalu dijumpai dalam jiwa Wiyon-Wofle. Ketiga kata itu berasal dari bahasa yunani musterion yang artinya menutup mata atau menutup mulut. Oleh karena itu ketiga kata tersebut berakar dalam pengalaman tentang kegelapan dan kesunyian. Kata-kata ini mungkin tidak populer diwilayah Maybrat Imian Sawiat abad ketujuhbelas dan abad keenambelas. Kata “mitos”, misalnya sering dipakai sebagai sinonim untuk kebohongan; dalam pembicaraan sehari-hari, mitos berarti sesuatu yang tidak benar. Seorang politisi atau bintang filem akan mengabaikan berita skandal tentang dirinya dengan mengatakan bahwa itu Cuma “mitos”, sedangkan dari kaum peneliti akan menyebut sebuah pandangan keliru masa lalu merupakan “mitikal”, namun sejak zaman pencerahan, “misteri” telah dianggap sebagai sesuatu yang perlu dijelaskan. Kata itu sering dikaitkan dengan persoalan yang mengusutkan pikiran. Di Amerika serikat, sebuah kisah detektif biasanya disebut “misteri” dan pemecahan persoalan secara memuaskan menjadi esensi ragam kisah ini. Akan kita lihat bahwa kaum agamawanpun mulai menganggap “misteri” sebagai kata yang buruk selama zaman pencerahan. Demikian pula “mistisisme” sering dikaitkan dengan orang aneh, hukum, atau kaum hippes yang bebas, karena barat tidak pernah begitu tertarik pada “mistisisme”, bahkan selama masa jayanya dibelahan bumi yang lain, takbanyak yang dipahami, barat tentang pemikiran dan disiplin yang penting bagi spiritualitas ini.

Namun demikian terdapat tanda-tanda bahwa arus itu akan segera berbalik. Sejak 1960-an, orang barat mulai mengambil manfaat dari beberapa bentuk Yoga. Agama semacam Buddhisme yang punya daya tarik karena belum tersentuh teisme, mulai berkembang pesat di Eropa dan Amerika serikat. Karya tentang mitologi yang disusun oleh pemikir Amerika kontemporer, Joseph Campbell, mendapat sambutan luas. Antusiasme terhadap psikoanalisis dibarat pada massa ini bisa dilihat sebagai hasrat terhadap sejenis mistisisme, karena ada kemiriban luar biasa antara kedua disiplin itu.. Mitologi sering merupakan upaya untuk menjelaskan alam psikis, dan Freud maupun juga secara instingtif berpaling kepada mitologi kuno, seperti legenda Yunani kuno Oedipus, untuk menjelaskan ilmu baru yang mereka kembangkan. Mungkin orang-orang di barat tengah merasakan kebutuhan akan alternatif bagi cara pandang ilmiah murni terhadap alam semesta. Agama Wiyon-Wofle lebih dekat dan cenderung lebih membantu orang Maybrat Imian Sawiat pada saat-saat sulit daripada keimanan yang di dominasi oleh otak. Latiah-latihan rohani dalam Wiyon-Wofle membantu orang Maybrat Imian Sawiat, terutama Raâ Wiyon-Na Wofle untuk tekun menjalaninya untuk mengarahkan setiap pandangan dan harapan kepada yang Esa, Asal mula primodial, dan menumbuhkan rasa kehadiran terus-menerus. Dibandingkan denga mistisisme awal Yahudi yang berkembang selama abad kedua dan ketiga, yang sangat sulit dipahami oleh orang-orang Yahudi sendiri, tampaknya justru menekankan keterpisahan antara Tuhan dan Manusia. Orang Maybrat Imian Sawiat selalu ingin menjauh dari dunia yang didalamnya mereka dikucilkan dan disingkirkan ini, untuk menuju ke dunia ilahiah yang lebih kukuh. Orang Maybrat Imian Sawiat hanya membayangkan Wiyon-Wofle sebagai Tuhan mereka yang perkasa sebagai raja yang hanya bisa didekati melalui perjalanan penuh kekuatan ilahiah menembus ruang-ruang sakral dalam k’wiyon-bol wofle. Alih-alih mengungkapkan diri dalam gaya langsung sederhana seperti para Rabi kaum mistik Yahudi yang menggunakan bahasa yang tinggi. Para Rabi membenci spiritualitas ini, dan kaum mistik berusaha untuk tidak menentang mereka. Sungguhpun demikian, “mistisisme mahkota”, ini demikian sebutannya, tentunya telah memenuhi suatu kebutuhan penting dimasa itu, seiring pertumbuhan perguruan-perguruan besar para Rabi sehingga ia akhirnya bergabung kedalam kabbalah, mistisisme Yahudi baru, pada abad keduabelas dan ketigabelas.

Diantara teologi Wiyon-Wofle, hanya yang berhak masuk kedalam Ruang Maha Suci (Kre Raâ Sme-Mato Ro Mbou Toni) adalah Raâ Bam-Na Tmah (Imam besar), karena merekalah yang tertua dan cukup matang serta mereka yang mampu berbicara dan menerima firman dari mulut Allah didalam Ruang Maha suci. Karena ekstreemisme dohma dalam teologi Wiyon-Wofle, membuat perjalanan menuju kedalaman pikiran yang melibatkan resiko pribadi yang sentrik karena manusia tak mungkin mampu memikul semua apa yang diajarkan didalam k’wiyon-bol wofle. Itulah sebabnya mengapa agama Wiyon-Wofle, mengajarkan bahwa perjalanan teologi Wiyon-Wofle hanya bisa dilakukan dibawah bimbingan imam besar atau Raâ Bam-Na Tmah, yang bisa memantau situasi-situasi berbahaya dan memastikan bahwa semuanya yang diterima tidak melampaui batas kemampuan murid, karena jika seorang murid telah melampaui atau melangkahi ajaran yang diterima, maka dia akan mati atau tidak berguna “ytah koon”. Fokus pengajaran teologi Wiyon-Wofle, menekankan kebutuhan akan kecerdasan dan stabilitas mental. Para guru Wiyon-Wofle mengatakan bahwa seorang murid yang dididik adalah mereka yang polos dan mudah diatur, persoalan inilah yang menyebabkan mengapa setiap orang yang berhak dibawa atau dipilih sebagai murid adalah mereka yang telah lolos seleksi pengamatan. Perilaku aneh dan ganjil sebagai murid dalam k’wiyon-bolwofle tentu dianggap sebagai perjumpaan awal. Kisah Wiyon-Wofle yang sangat jelas ini menunjukkan bahwa orang Maybrat Imian Sawiat yang telah menjadi Raâ Wiyon-Na Wofle tidak sembarang mengizinkan semua anak menjadi murid, kecuali mereka yang telah memiliki pikiran yang matang. Seorang Raâ Wiyon-Na Wofle juga tetap menikah untuk menjamin bahwa dia memiliki kesehatan seksual yang baik. Raâ Wiyon-Na Wofle mesti tenggelam kedalam pengajaran Wiyon-Wofle utnuk mengenal akan singgahsana Wiyon-Wofle “Tuhan” melalui pendidikan “Raâ Mber”. Hal ini merupakan pendidikan dan pertumbuhan imajiner yang tak pernah dipahami oleh orang biasa “raâ iin-na iin” secara harafiah, namun selalu dipandang sebagai pendidikan sakral melalui k’wiyon-bol wofle “tabernakel” sebagai rumah suci. Dalam pendidikan Wiyon-Wofle, adanya peringatan-peringatan aneh dari Raâ Wiyon-Na Wofle mengenai hidup dan kehidupan dengan bertolak pada spiritualitas yang murni, hal ini merujuk pada kata sandi atau “bo tgif-firman” yang harus di ingat seorang Raâ Wiyon-Na Wofle pada berbagai titik penting dalam perjalanan imanen mereka. Iman ini divisualisasikan sebagai bagian dari disiplin yang ketat, dalam perbandingannya, setiap Raâ Wiyon-Na Wofle tahu bahwa ketidak sadaran merupakan kumpulan imajinasi yang mencuat didalam mimpi, halusinasi (bo heya), dalam kondisi psikis atau neurologis yang menyimpang, seperti penyakit ayam atau skizofrenia. Raâ Wiyon-Na Wofle yang baru dipilih sebagai murid, biasanya tidak membayangkan bahwa mereka “sungguh-sungguh” akan berinteraksi dengan Allah - Wiyon-Wofle dalam istana kerajaanNya, tetapi didalam k’wiyon-bol wofle, semua itu dapat terjadi dan terjajarkan dalam citra-citra yang menyadarkan mereka secara sadar dan terkendali. Hal ini Raâ Wiyon-Na Wofle, membutuhkan keterampilan yang besar dan latihan serta pikiran seperti dalam pendidikan wiyon-wofle yang selalu membantu seorang murid “wiyon tna” untuk menemukan jalannya melalui labirin jiwa. Raâ Wiyon-Na Wofle seperti Adrianus Duwit dan Markus Boltal (1994) dan (2007) sempat menjelaskan tentang kisah Wiyon-Wofle dengan menggunakan praktik Teologia kontemporer dalam bibel. Mereka merujuk pada kenaikan iman seorang Raâ Wiyon-Na Wofle kepada Tuhan “Wiyon-Wofle” disorgawi (sawro) dari istananya. Murid-murid yang di didik didalam k’wiyon-bol wofle ini haruslah merupakan orang yang “layak” dan “suci” serta “diberkati” sifat-sifat tertentu sehingga dia bisa memandang kencana tahta Allah-Wiyon-Wofle dan ruangan para malaikat (har) yang suci. Dalam teologi Wiyon-Wofle, hal ini takkan terjadi secara spontan, Wiyon Tna atau Para murid mesti dididik, dicelikkan, dibasuh dan dilatih serupa dengan yang dilakukan oleh seorang rasul Raâ Wiyon-Na Wofle dan imam besar Raâ bam-Na Tmah, di seantero perjalanan agama Wiyon-Wofle..

Para murid atau wiyon tna harus dididik “raâ Mber” dalam sejumlah waktu tertentu, mereka harus menanggalkan keduniawian mereka sebelum dibasuh dan diurapi, sebagai hasilnya, dia akan melihat dasar kedalaman hatinya serta akan terasa melihat Allah-Wiyon-Wofle yang bertakhta dalam ruang maha suci dengan matanya sendiri. Meskipun uraian tentang wiyon-wofle belum dipopulerkan, namun bentuk kontemplasi Wiyon-Wofle ini sudah lebih tua di wilayah Maybrat Imian Sawiat Papua Barat. Rasul Paulus memberitakan tentang seorang Kristen “yang tergolong seorang mesiah” yang terangkat sehingga kelangit ketiga, sekitar empatbelas tahun yang lampau. Paulus tidak yakin bagaimana menafsirkan penglihatan ini, tetapi ia yakin bahwa orang itu “tiba-tiba diangkat ke firdaus dan dia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, kata-kata yang tak boleh diucapkan oleh manusia. Visi-visi itu bukan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri, tetapi mengarah kepada pengalaman keagamaan yang berada diluar konsep-konsep manusia biasa. Visi-visi semacam itu dikondisikan oleh tradisi keagamaan Wiyon-Wofle yang khas dan sakral dalam kehidupan orang Maybrat Imian Sawiat itu. Seorang Wiyon-Wofle visioner akan memperoleh penampakan dan interaksi langsung dengan Tuhan Wiyon-Wofle dalam k’wiyon-bol wofle karena iman keagamaan yang secara particular diterapkan didalam k’wiyon-bol wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle tidak menjadikan Tuhan mereka sebagai bayang-bayang visioner objektif seperti orang Buddha yang menyaksikan berbagai citra tentang Buddha atau bodhistava, atau umat Kristen katolik yang memvisionalisasikan perawan Maria. Adalah keliru jika sang visioner memandang bayang-bayang mental ini sebagai gambaran objektif atau sesuatu yang lebih dari sekedar sibol transedensi, karena halusinasi sering merupakan keadaan patologis, dibutuhkan keterampilan dan keseimbangan mental yang cuikup tinggi untuk menghadapi dan menafsirkan simbol-simbol yang muncul selama berlangsungnya meditasi dan refleksi batin.

Hal serupa dapat ditemukan pada salah satu visi paling aneh dan kontraversional seperti yang dituliskan oleh Kaaren Armstrong dalam sejarah Tuhan (hal: 288) bahwa Yahudi awal dikisahkan dalam Shiur Qomah (ukuran-ukuran ketinggian), sebuah naskah abad kelima yang menggunakan sosok yang pernah dilihat Yehezkiel di singgah sana Tuhan. Shiur Qomah menyebut wujud itu Yotzrenu, “pencipta kita”. Penjelasan ganjil tentang penampakan Tuhan ini kemungkinan didasarkan pada sebuah ayat dalam kidung agung, yang merupakan ayat biblikal paling digemari oleh rabi Aktiva. Mempelai perempuan mendeskripsikan kekasihnya :

Putih bersih dan merah cerah kekasihku

Menyolok mata diantara selaksa orang.

Bagaikan emas-emas murni, kepalanya

Rambutnya, mengombak, hitam seperti gagak.

Matanya bagaikan merpati pada batang air

Bermandi dalam susu, duduk pada kolam yang penuh

Pipinya bagaikan bedeng rempah-rempah, petak-petak rempah-rempah akar

Bunga-bunga bakung bibirnya, bertetesan cairan mur

Tangannya bundaran emas, berhiaskan permata tarsis

Tubuhnya ukiran dari gading, bertabur batu nilam

Kakinya adalah tiang-tiang marmer putih bertumpu pada alas emas murni.

Sebagian orang memandang ini sebagai penggambaran tentang Tuhan yang mengejutkan bagi generasi-generasi Yahudi, Shiur Qamah melanjutkan dengan ukuran masing-masing tubuh Tuhan yang tercantum didalamnya. Dalam naskah aneh ini, ukuran Tuhan disebutkan secara sangat mencengangkan, tak dapat dijangkau pikiran. “parasan” – satuan dasarnya – setara dengan 180 triliun, “jari” dari setiap “jari” membentang dari satu ujung bumi ke penghujung yang lain. Dimensi massif ini mengejutkan sosok berukuran seperti itu. Inilah pokok persoalannya, Shiur mencoba mengatakan kepada kita bahwa tidaklah mungkin untuk mengukur Tuhan atau memuatnya kedalam terma-terma manusia. Upaya untuk memperlakukan ini memperlihatkan kemustahilan proyek itu dan memberik kita pengalaman baru tentang transedensi Tuhan. Tidak mengherangkan jika banyak orang Yahudi memandang upaya-upaya aneh untuk mengukur Tuhan yang sepenuhnya bersifat spiritualitas ini sebagai penghujatan. Itulah sebabnya naskah esoterik semacam Shiur disembunyikan dari orang-orang yang tidak waspada. Berbeda dengan naskah teologi Wiyon-Wofle, yang diterapkan dalam k’wiyon-bol wofle pada masa pendidikan “mber wiyon”. Bukan merupakan upaya untuk melukiskan diri Wiyon-Wofle “Tuhan” secara realistik, kisah yang termuat didalamnya jelas-jelas bersifat simbolik dan menggambarkan Wiyon-Wofle dengan menggunakan bahasa, seakan-akan mereka sedang menulis sebuah buku. Namun bahasa merupakan rahasia yang tidak diketahui orang lain sama sekali dan interaksi Raâ Wiyon-Na Wofle didalam kemah suci dapat secara langsung dan transedensial. Setiap kata dalam ucapan kalimat “bo tgif - firman” diberi nilai numerik dan mengandung nilai yang berat dan suci, lewat pengkombinasian kata-kata yang tersusun dari huruf-huruf dan membentuk suatu kalimat yang utuh dan sakral yang disusun kembali dalam konfigurasi tanpa akhir dan tetap dipegang sebagai rahasia “safo Raâ Wiyon-Na Wofle” dan rahasia pribadi “bo snyuk”, seorang Raâ Wiyon-Na Wofle tetap fokus dengan pikirannya dari konotasi dan norma dalam kata-kata firmabo tgif tersebut. Bo tgif merupakan senjata ampuh dan kekuatan bernubuat yang melampaui pikiran dan cara kerja orang biasa Raâ iin-na iin. Bagi Raâ Wiyon-Na Wofle, bo tgif-firman mampu membuka sesuatu yang rahasia, menampilkan realitas kekuatan Tuhan-Wiyon-Wofle yang ajaib itu. Dari ungkapan pengalaman Raâ Wiyon-Na Wofle yang mengakui bahwa bo tgif dari mulut Raâ Wiyon-Na Wofle mendesakkan suatu masalah yang terhalangi hingga ke batasan-batasannya dan memaksanya mengeluarkan makna non-linguistik, hal ini juga telah menciptakan rasa tentang keilahian Tuhan oleh orang Maybrat Imian Sawiat sebagai Wiyon-Wofle. Kaum Raâ Wiyon-Na Wofle selalu berdialog langsung dengan Tuhan mereka “Wiyon-Wofle” melalui imam Raâ bam-Na Tmah yang mereka alami sebagai kesucian yang berlimpah sebagai bapak yang simpatik dan berkuasa.

Ungkapan iman Raâ Wiyon-Na Wofle dalam menaikan spiritualitas mereka, menunjukkan bahwa persepsi mereka tentang duniawi jauh ditanggalkan. Pengalaman mereka tentang rahasia Tuhan-Wiyon-Wofle yang mereka peroleh, benar-benar tak dapat diceritakan kepada setiap orang biasa karena merupakan rahasia kerajaan sorga safo sawro. Bahasa yang dipakai tidak diketahui oleh orang yang tidak termasuk sebagai Raâ Wiyon-Na Wofle atau disebut Raâ iin. Raâ Wiyon-Na Wofle tidak menguraikan apa-apa tentang Tuhan-Wiyon-Wofle. Mereka hanya menceritakan tentang kuasa, tahta, tabernakel, norma-norma, singgah sana , langitnya dan tabir yang melindunginya dari tatapn manusia yang menampilkan arketipe abadi. Kaum Raâ Wiyon-Na Wofle menceriterakan tentang kematian dan kenaikan arwah- Namos-har, ke sorga - sawro, menekankan bahwa penampakan Tuhan-Wiyon-Wofle yang dialami diakhir perjalanan itu, dikatakan bahwa arwah akan melihat Tuhan-Wiyon-Wofle sekaligus kehadirat Tuhan-Wiyon-Wofle yang menjumpainya. Begitulah metode penjelasan Raâ Wiyon-Na Wofle membawa pikiran kita untuk melewati alam analogi yang logis untuk mencapai suatu titik tertentu dimana konsep maupun imajinasi sudah tidak bisa membawanya tentang perjalanan arwah ke sorga. Mereka menekankan betapa perjalanan itu betul-betul transenden terhadap ruang, waktu dan melampaui pengetahuan manusia yang dipenuhi Roh kekal “Ron Hame” didalam kerajaan sorga “sawro ro mron”. Kehidupannya yang sama namun kekal dengan cara “bernapas dan berbicara”, berinteraksi dengan Wiyon-Wofle-Tuhan dan menyentuhnya sekaligus melalui kekudusan yang abadi. Hal kematian bagi Raâ Wiyon-Na Wofle, bukanlah visi naturalistik tentang Wiyon-Wofle-Tuhan. Raâ Wiyon-Na Wofle mengatakan bahwa dalam kehidupan alam roh, manusia takpernah “mendengar” suara arwah dan Wiyon-Wofle-Tuhan yang sedang bercakap, bahkan dengan malaikat, melalui alam Roh. Kelihatannya arwah telah “menyentuh” realitas tertinggi yang berada diluar kemampuan akal manusia. Meskipun ungkapan ini terkondisikan oleh budaya seperti Wiyon-Wofle, jenis “kenaikan” ini tampaknya merupakan fakta kehidupan yang takbisa dibantah, bagaimanapun caranya dengan pandangan manusia biasa. Manusia diseluruh penjuru dunia dan alam seluruh fase sejarah, telah dan pernah merasakan bentuk pengalaman kontemlatif semacam ini.

Raâ Wiyon-Na Wofle menyebut pemandangan klimaks ini sebagai keabadian “riof mase” karena klimaks ini mempertemukan manusia dengan Wiyon-Wofle-Tuhan, hal ini bagi Plotinus, yang menganggapnya sebagai pengalaman tentang Tuhan Yang Esa, orang Buddha menyebutnya kedekatan dengan Nirvana. Misalnya hal ini merupakan sesuatu yang senangtiasa di inginkan oleh orang-orang dengan bakat spiritual tertentu. Pengalaman mistik tentang Tuhan memiliki beberapa karakteristik yang sama bagi semua agama. Pengalaman itu merupakan pengalaman subjektif, yang melibatkan perjalanan batin, bukan persepsi tentang suatu fakta objektif diluar diri, dialami melalui bagian pikiran yang menciptakan citra – seiring disebut imajinasi – daripada melalui fakultas yang menggunakan nalar dan logika logis. Akhirnya pengalaman ini adalah sesuatu yang dicerap dan dialami oleh seorang spiritualisor seperti Raâ Wiyon-Na Wofle. Mungkin pandangan Agustinus yang berkata “tampaknya ia membayangkan bahwa manusia-manusia pilihan kadang mampu melihat Tuhan didalam kehidupan mereka”, ungkapan pandangan ini sesuai dengan realitas yang dialami oleh Raâ Wiyon-Na Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle adalah orang-orang pilihan yang mampu melihat Wiyon-Wofle-Allah. Agustinus mengutip nabi Musa dan Rasul Paulus sebagai contoh. Walaupun pandangan semacam ini bagi para spiritualitas Roma yang menganut pandangan spiritualitas yang pragamatis. Para spiritualitas Roma seperti Paus Gregory yang agung (540-604), menggunakan metafora awan, kabut, atau kegelapan untuk melukiskan kesamaran semua pengetahuan manusia tentang yang ilahi. Tuhan yang dikonsepsinya tetap tersembunyi dari manusia dalam kegelapan tak tertembus yang jauh lebih menyakitkan daripada kabut ketidaktahuan yang dirasakan orang Kristen Yunani semacam Gregory dari Nyssa. Dia merasakan bahwa Tuhan sangat sulit untuk dijangkau, namun bagi Raâ Wiyon-Na Wofle mereka selalu berinteraksi dengan Tuhan melalui Wiyon-Wofle. Bagi kaum beriman, kontemporeri sudah pasti tak ada jalan untuk membincangkan Dia secara akrab, seperti ketika kita memiliki kesamaan pendapat. Raâ Wiyon-Na Wofle juga berkata demikian, bahwa “kita hanya bisa berinteraksi dengan Wiyon-Wofle-Tuhan denga cara memohon kepadanya”, karena diantara kita dan Dia terbatasi oleh kemuliaan keilahiannya, kita tidak tahu apa-apa tentang Wiyon-Wofle-Tuhan, kita tidak bisa meramal perilakunya berdasarkan pengetahuan kita tentang manusia. Mungkin satu-satunya kebenaran dalam pengetahuan kita tentang Wiyon-Wofle-Tuhan adalah ketika kita menyadari bahwa kita tidak bisa sepenuhnya mengetahui apapun tentang dia. Gregory sering bergumul dengan upaya keras untuk mendekati Tuhan, namun ia tidak mengerti akan Tuhan sepenuhnya. Raâ Wiyon-Na Wofle juga melakukannya demikian, mereka tidak mampu mengerti Wiyon-Wofle-Tuhan mereka secara utuh, mereka hanya memperoleh kebahagiaan dan kedamaian berbekalkan iman percaya dan roh bernubuat melalui pertemuan dan pendidikan didalam k’wiyon-bol wofle yang diterima dari Raâ-Na Tmah yang begitu diperjuangkan secara sengit dan sakral sebelum merasakan manisnya Wiyon-Wofle-Tuhan mereka, jiwa mereka dituntut harus dan mesti bertarung mencari jalan kelauar dari keduniawian mereka yang gelap dan digambarkan seperti arang “sohsan” yang merupakan unsur alamiahnya, jiwa yang menyatu dengan Roh, namun berbeda. Wiyon-wofle adalah Tuhan bagi kaum Raâ Wiyon-Na Wofle dan umumnya bagi orang Maybrat Imian Sawiat menganggap Wiyon-Wofle sebagai Allah mereka yang abadi. Wiyon-Wofle-Tuhan hanya bisa dicapai setelah “diurapi” mait bofit, mata waef, dan kerjakeras pikiran dalam k’wiyon-bol wofle yang mesti digulati dengan usaha melepaskan diri dari keduniawian seperti berpikir jorok, zinah, mencuri, membunuh, dan yang lain sebagainya. Hal ini mungkin seperti Yakub yang bergulat dengan malaikat, ia berjalan menapaki jemujung jalan menuju Tuhan, namun ia yang merasa sarat dengan rasa bersalah, air mata, onak, dan keletihan, ketika jiwa mendekatinya, “ia takbisa berbuat apa-apa kecuali menangis, disiksa oleh hasratnya akan Tuhan, jiwa hanya bisa menemukan ketenangan dalam air mata, karena kelihatan keletihatan”.

Di timur, pengalaman orang Kristen tentang Tuhan lebih dicirikan oleh cahaya daripada kegelapan. Orang Yunani mengembangkan sebuah bentuk mistisisme berbeda yang juga ditemukan diseluruh dunia. Mistisisme ini tidak bergantung pada gambaran dan penampakan, tetapi bersandar pada pengalaman Apofatik atau kesunyian sebagaimana yang diuraikan oleh Denys Aeropagite. Mereka secara alamiah mengesampingkan semua konsep rasionalistik tentang Tuhan. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Gregory dari Nyssa dalam Komentary on the song of songs. Bagi Raâ Wiyon-Na Wofle, pengalaman mereka tentang Tuhan Wiyon-Wofle dicirikan sebagai cahaya dalam kegelapan, mereka bergantung pada penampakan Tuhan Wiyon-Wofle yang secara langsung berinteraksi dengan Raâ Wiyon-Na Wofle dalam k’wiyon-bol wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle juga bersandar pada pengalaman Apofatik atau kesunyian, mereka secara menerus mengembangkan rasionalistik yang khusus tentang Tuhan Wiyon-Wofle mereka. Tampak dari ciri Tuhan yang dikembangkan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle adalah penembapatan k’wiyon-bol wofle sebagai rumah suci yang tersembunyi atau jauh dari daerah keramaian dan hunian penduduk. Aturan-aturan penggunaan ruang, bentuk bangunan yang tertutup dan sunyi tanpa tertembus sinar matahari (gelap), nampaknya Raâ Wiyon-Na Wofle memegang teguh aturan-aturan Wiyon-Wofle yang mereka tekuni sebagai sesuatu yang suci. Di wilayah pengembangan Wiyon-Wofle, daerah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, mereka yang telah dipilih sebagai abdi Wiyon-Wofle, adalah Raâ Wiyon-Na Wofle (Rasul) dan Raâ Bam-Na Tmah (Imam). Raâ Wiyon-Na Wofle bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, mereka dalah “orang suci”, karena mereka telah dipilih dan mereka ini sudah dibabtis dan mata kemanusiaan mereka telah dicelikkan dengan mata Rohani, Raâ Wiyon-Na Wofle diperbaharui oleh roh kudus “har ro mof”. Raâ Wiyon-Na Wofle memiliki suatu alur kehidupan dan hidup yang berbeda dengan orang awam raâ iin-na in. raâ iin-na iin adalah orang biasa, manusia yang masih penuh dengan kedagingan atau keduniawian, fana, mereka bukan kaum pilihan, mereka digambarkan sebagai zaitun liar.

Raâ iin-Na iin adalah orang kafir (raâ sei), fana, mereka adalah manusia biasa, mereka ini tidak mempunyai kemampuan bernubuat seperti Raâ Wiyon-Na Wofle yang memiliki kuasa bernubuat “mengusir setan – saka kabesfane”, “menghardik gelombang-mbis figim gnar”. Setiap konsep tentang Tuhan bila dicerap dengan menggunakan akal kemanusiaan biasa, akan menjadi kontraversi dan sebagai suatu rintangan yang berat untuk dihadapi oleh pencari Tuhan. Tujuan perjuangan ini adalah untuk melangkah melampaui gagasan dan melampaui gambaran apapun, tentang Tuhan, namun diyakini bahwa setiap agama moderen dan agama suku mempunyai gambaran tersendiri tentang Tuhan yang mereka sembah. Nama Tuhan memiliki dua pengertian, yaitu suatu penamaan yang telah dilekatkan kepada Tuhan oleh manusia, dan Nama Tuhan yang sesungguhnya telah ada padanya. Demikian setiap segala sesuatu makhluk dan alam mempunyai nama yang telah dinamakan oleh manusia dan juga nama yang telah dipunyainya yang diberikan oleh Tuhan, dari manusia, nama ini disebut penamaan yang diberikan oleh manusia, nama ini tidak begitu sesuai karena setiap makhluk dan alam memiliki nama yang kudus yang telah diberikan oleh Tuhan. Nama kudus ini adalah menyangkut suatu kekhususan dan merupakan rahasia Tuhan.

Menurut ungkapan Raâ Wiyon-Na Wofle, nama-nama yang diberikan oleh manusia adalah berdasarkan pada kemanusiaan “sum ro ati fe”, tetapi nama yang sebenarnya suci adalah nama yang diberikan oleh Tuhan “sum ro ati”. Dari alih-alih penjelasan ini, dikatakan bahwa barang siapa yang mengetahui nama suci dari setiap makhluk dan alam yang telah diberikan oleh Allah, maka ia mampu memerintahkannya untuk berpindah, melangkah, berhenti, bangkit dan lain sebagainya, maka yang diperintahkan akan melakukannya karena ia mengetahui bahwa ia telah diperintahkan. Hal ini bisa dicontohkan seperti bilamana seorang yang bernama Jerry, sedang berjalan ditengah sekelompok orang banyak lalu kita memanggilnya dengan nama lain maka tidak mungkin untuk ia berbalik kepada kita, karena nama yang kita panggil bukan namanya, suatu kesimpulan bahwa setiap penamaan yang diberikan oleh manusia adalah suatu “penyamaran”, sebagaimana yang diungkapkan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle:

Apabilaa anda dapat mengetahui nama Tuhan yang sebenarnya, maka ketika Ia dipanggil maka Ia akan berpaling.

Apabilaa nama setiap benda atau nama hewan atau nama setiap alam yang sebenarnya kita tau, kita akan dapat memerintahkannya berpindah, tenang, dan sebagainya.

Jika seseorang mampu sebagaimana yang diungkapkan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle, maka suatu kekuatan yang luarbiasa dapat kita lakukan. Hal ini merupakan suatu perenungan yang melangkah melalui suatu rasa tentang kekuatan khusus yang supranatural, kemudian hal ini akan membantu seseorang untuk memeperoleh “rasa tentang suatu kehadiran tertentu” yang tak dapat didefinisikan dan sungguh-sungguh berada diatas semua pengalaman manusia tentang hubungan dengan sesama manusia, Allah dan Alam. Sikap ini disebut dengan Hesychia “ketenteraman” atau “Keheningan” yang mana menuntut konsentrasi pikiran dan ketenangan untuk mengembangkan kepekaan dalam unsur-unsur kandungan spiritualitas yang suci. Kata suci dalam oriental ini membicarakan tentang segala sesuatu yang suci dan rahasia. Memiliki pengetahuan suci, ini dapat mengantar kita dalam mengenal dan membantu mata kita untuk melihat segala sesuatu yang kelihatan dan yang tersembunyi di alam maupun yang tersembunyi dalam kausalitas. Karena kata-kata, ide, nama, dan bayangan hanya dapat membantu kita untuk mengenal alam kausalitas yang rahasia disini pada saat ini, hal itu membutuhkan pikiran yang harus secara sadar dan ditenangkan melalui teknik-teknik konsentrasi sehingga kita bisa menumbuhkan keheningan dan penantian dalam memperoleh semuanya itu. Hanya setelah itulah pikiran diharapkan mampu memahami suatu realitas yang melampaui segala sesuatu yang bisa dikonsepsikannya. Bagaimana mungkin kita mengetahui Tuhan yang takbisa dipahami? Mungkin ide-ide suci yang diungkapkan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle adalah benar, orang Yunani menyukai paradok semacam ini, dan kaum Hesychast menggunakan perbedaan kuno antara esensi Tuhan (Ousia) dengan energi (energeiai) atau aktivitasnya di alam yang membuat kita mampu mengalami sesuatu tentang yang ilahi. Karena kita tidak pernah mengetahui Tuhan dalam dirinya sendiri, maka adalah “Energi” bukan “Esensi” yang kita alami ketika berdoa. Energi ini dapat dideskripsikan sebagai “cahaya” keilahian, menyinari dunia dan memancar dari yang ilahi, tetapi berbeda dari Tuhan itu sendiri seperti halnya cahaya matahari, berbeda dengan matahari. Energi ini memanifestasikan Tuhan yang sama sekali diam dan tak dapat diketahui. Seperti pernah dikatakan Basil; “melalui energinyalah kita mengenal Tuhan”, kita takbisa mengatakan bahwa kita bisa mendekati esensinya, karena energi ini turun kepada kita tak bisa mengatakan bahwa kita bisa mendekati esensinya itu, karena energi ini turun kepada kita sedangkan energiNya tetap tidak bisa didekati. Didalam perjanjian lama, energi ilahi ini disebut dengan “kemuliaan” (kavod) Tuhan. Didalam perjanjian baru, energi itu menyinari pribadi Kristus digunung Tabor, ketika kemanusiaannya telah diubah oleh cahaya ilahiah. Kini energi itu menerobos ke seluruh tatanan makhluk dan mendefinisikan orang-orang yang diselamatkan, seperti yang diisyaratkan oleh kata Energeiai, konsep ini merupakan konsep yang aktif dan dinamis tentang Tuhan. Jika dibarat berpandangan bahwa Tuhan membuat dirinya dikenal melalui sifat-sifatnya yang abadi seperti kemaha tahuan, kemaha kuasaan, kebaikan, keadilan, cintakasih dan keperkasaan, Orang Yunani berpendapat bahwa Tuhan membuat dirinya terjangkau melalui aktivitas tanpa henti yang menandai kehadirannya. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengembangkan pandangan mereka tentang Wiyon-Wofle, bahwa dia membuat dirinya dikenal melalui sifat-sifat kebaikan, keadilan, cinta kasih, keperkasaan dan dia (Wiyon-Wofle) dijangakaui melalui aktivitas yang menandai kehadirannya.

Oleh karena itu, ketika Raâ Wiyon-Na Wofle menggenggam tanah (mbo koh) atau memegang air (mbo aya) yang sebagai suatu “Energi” dengan mengalaskan bo tgif (firman), dalam pengertian tertentu mereka tengah bekomunikasi langsung dengan Wiyon-Wofle, meskipun realitas yang takbisa diketahui itu sendiri tetap berada dalam ketersembunyian. Kita dapat melihat suatu perbedaan tentang pengetahuan nyata dan pengetahuan tidak nyata (tersembunyi) yang hanya bisa diketahui oleh orang pilihan Allah, sperti Raâ Wiyon-Na Wofle sebagai pilihan dalam Wiyon-Wofle dari Raâ iin-Na in. “Pengetahuan” yang dimiliki oleh Raâ Wiyon-Na Wofle tentang Wiyon-Wofle didalam doa mereka tak ada kaitannya sama sekali dengan konsep atau citra, tetapi merupakan pengalaman langsung tentang Wiyon-Wofle yang ilahi, yang mentransendesi semua konsep dan citra itu. Oleh karena itu adalah penting bagi Raâ Wiyon-Na Wofle untuk mengosongkan jiwanya, atau berkonsentrasi penuh ketika tgif bo atau berfirman, sebaliknya mereka harus mendekati yang immaterial dengan sikap immaterial pula. Evagrius, juga tengah mengajukan sebentuk Yoga Kristen, hal ini bukan sebuah proses refleksi – bukanlah “doa, berarti bukan pula suatu penghapusan pikiran” – melainkan lebih merupakan pemahaman intuitif tentang Tuhan. Hasilnya berupa rasa kesatuan dengan segala sesuatu, kebebasan dari gangguan dan kemajemukan dan hilangnya ego – sebuah pengalaman yang mirib dengan apa yang diperoleh oleh para perenung dalam agama non teistik, seperti Buddhisme. Raâ Wiyon-Na Wofle dengan secara sistematik menjauhkan pikiran mereka dari kegairahan – seperti bangga, tamak, sedih atau marah yang mengikat mereka kepada “Ego” - Raâ Wiyon-Na Wofle mengangkat diri mereka dan menjadi terilahikan, seperti Yesus di gunung Tabor yang diubah oleh “energi-energi ilahi”.

Diodochus, seorang Uskup Photice abad kelima, mengajarkan bahwa deifikasi ini tak akan ditunda hingga kealam baka nanti, tetapi dapat dialami secara sadar di dunia ini. Dia mengajarkan suatu metode konsentrasi yang melibatkan pengaturan nafas, ketika mereka menarik nafas, kaum Hesychast mesti mengucapkan dia “Yesus Kristus putra Allah”, ketika mengeluarkan nafas, mereka mengucapkan “Kasihilah kami”. Belakangan kaum Hesychast memperhalus latihan ini, sang perenung harus duduk dengan kepala dan bahu merunduk menatap dada atau pusar mereka, mereka harus bernafas lebih perlahan lagi untuk mengarahkan perhatian mereka kedalam batin, fokus pada psikologis tertentu, seperti hati. Hal ini merupakan latihan ketat yang mesti digunakan dengan hati-hati, latihan ini hanya dilakukan dengan aman dibawah bimbingan seorang pengarah spiritualitas yang ahli. Secara perlahan seperti halnya seorang rahib Buddha, Hesychast akan menemukan bahwa dirinya dapat meletakkan pikiran rasional ke satu sisi, bayangan-bayangan yang menjelajahi pikiran akan memudar dan Hesychast akan merasa sepenuhnya bersatu dengan doa itu.

Orang Kristen Yunani telah menemukan teknik-teknik yang telah dipraktikkan selama berabad-abad tahun dikalangan agama Timur. Sedangkan orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga telah lama menemukan sendiri teknik-teknik mereka yang sudah lama mereka mempraktikan di kalangan agama Wiyon-Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle memandang doa sebagai aktivitas psikosomatik dan doa yang dinaikan harus membebaskan jiwa dari raga. Berbeda dengan pendapat Maximus Confessor yang mengatakan “semua mesti menjadi Tuhan”, namun bagi Raâ Wiyon-Na Wofle, manusia mesti menjadi seperti Wiyon-Wofle yang disebut Raâ Wiyon-Na Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle di Wiyonkan-di Woflekan (Raâ mber) melalui kemuliaan Wiyon-Wofle yang mengubah manusia, menjadikannya manusia sepenuhnya, jiwa dan raga selalu menyatu dengan Wiyon-Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle merasakan hal ini sebagai gelombang yang berasal dari Wiyon-Wofle. Hal ini menyaksikan kepada kita bahwa Raâ Wiyon-Na Wofle memandang “Proses Mber Wiyon” ini sebagai suatu pencerahan yang bersifat alamiah bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat. Raâ Wiyon-Na Wofle menemukan ilham Wiyon-Wofle didalam k’wiyon-bol wofle (Tabernakel) yang mengubah cara pandang setiap Raâ Wiyon-Na Wofle seperti halnya mereka juga diilhami oleh citra Wiyon-Wofle yang telah meraih perwujudan kemanusiaan yang paling utuh. Upacara transformasi sangatlah penting di dalam kemah suci k’wiyon-bol wofle, transformasi ini dipandang sebagai manifestasi Tuhan. Berbeda dengan saudara-saudara di Yunani, tidak memandang ketegangan, kekeringan dan keterasingan sebagai pendahuluan yang tak terelakan dalam pengalaman tentang Tuhan, semua itu merupakan suatu gangguan yang perlu diatasi. Raâ Wiyon-Na Wofle tidak memiliki kultus tentang kegelapan jiwa. Orang Yunani juga tidak memiliki kultus semacam itu, namun motif yang lebih dominan dalam kultus mereka adalah Tabor, bukan Getsemani dan Kalvari.

Peneguhan Raâ Wiyon-Na Wofle dalam k’wiyon-bol wofle ( sana Wiyon) selalu diwajibkan ikut serta dalam setiap perayaan Wiyon-Wofle seperti Mber Wiyon, shafla, maut hdan, sebagai kegiatan Wiyon-Wofle. Kepada Wiyon Tna yang di teguhkan (raa msana), biasanya ada kata-kata terahir sebagai ucapan pesan dari Raâ bam-Na tmah (Imam) dan Raâ Wiyon-Na Wofle (Rasul) bahwa “Wiyon tna (murid) harus ingat tentang siapa diri mereka sebenarnya ketika diubah dalam k’wiyon-bol wofle, yaitu mereka bukan lagi orang asing (Raâ iin-na iin) atau pendatang didalam wiyon- wofle, tetapi mereka sudah termasuk kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Wiyon-Wofle, yang dibangun diatas dasar para Rasul (Raâ Wiyon-Na Wofle) dan para Imam (Raâ Bam-Na Tmah) dengan Wiyon-Wofle sebagai batu penjuru”, - karena didalam Wiyon-Wofle, Raâ Wiyon-Na Wofle turut dibangun menjadi tempat kediaman Wiyon-Wofle didalam Roh (har). Adanya suatu penekanan dan perintah Wiyon-Wofle kepada Raâ Wiyon-Na Wofle bahwa “ia memberi perintah baru kepada mereka, supaya Raâ Wiyon-Na Wofle dalam kehidupan mereka saling mengasihi, saling kenal karena dengan demikian semua orang akan tahu bahwa mereka adalah murid-murid Wiyon-Wofle”. Sepertinya dari takhta Wiyon-Wofle, Ia yang dikenal telah menguatkan iman Raâ Wiyon-Na Wofle, sehingga mereka selalu teguh dalam menjalani hidup dan mereka selalu setia dalam iman dan selalu tekun menyaksikan Wiyon-Wofle sepanjang hidup mereka. Memang setiap orang tidakbisa mencapai keadaan yang lebih tinggi ini didalam aturan Wiyon-Wofle, karena Raâ Wiyon-Na Wofle memperoleh kilasan tentang sebagian dari pengalaman iman tradisional mereka lewat Mber Wiyon ini. Ada sedikit perbedaan dan kesamaan dengan yang dijelaskan oleh seorang sejarawan inggris, Petter Brown “Diseluruh dunia Kristen Timur, ikon dan Visi saling memperkuat satu sama lain, dan sebagainya berkumpul pada suatu titik fokus imajinasi kolektif….memastikan bahwa pada abad keenam yang adialami telah mengambil ciri yang tegas, didalam mimpi dan didalam imajinasi setiap orang, sebagaimana lazimnya tergambar dalam seni. Ikon itu memiliki keabsahan mimpi yang mewujud”. Bagi Raâ Wiyon-Na Wofle, mber Wiyon dimaksudkan untuk menegakkan keimanan atau menyampaikan informasi, ide, doktrin, dohma dan bukan hanya sebagai fokus kontemplasi (Teoria) biasa yang memberi seorang beriman semacam jendela ke dunia ilahiah.

Berbeda dengan di Barat, seni keagamaan sangat representasional; ia melukiskan peristiwa-peristiwa historis dalam kehidupan Yesus atau orang-orang suci. Namun di Bizantium, patung suci tidak dimaksudkan untuk mewakili apapun didunia ini, melainkan merupakan upaya menggambarkan secara visual pengalaman mistik para Hesychast yang tak terucapkan untuk memberi ilham kepada orang-orang non-mistikus. Namun demikian patung-patung suci itu ternayata menjadi begitu sentral bagi pengalaman Bizantium tentang Tuhan sehingga pada abad kedelapan, patung-patung itu menjadi titik perselisihan di kalangan gereja Yunani. Orang mulai mempertanyakan apa yang sebenarnya digambarkan oleh seorang seniman ketika mereka melukis Yesus. Bagi iman Kristen dan kepercayaan Wiyon-Wofle, sangat mustahil bagi seseorang untuk menggambarkan keilahian Tuhan, tetapi jika seorang seniman mengklaim bahwa dia hanya menggambarkan kemanusiaan Tuhan - Wiyon-wofle, berarti dia telah melakukan kesalahan nestorianisme, yaitu kepercayaan biddah yang menyatakan bahwa kemanusiaan dan keilahian Tuhan bukan merupakan sesuatu yang berbeda. Kaum ikonoklasik ingin mengenyahkan sama sekali patung-patung keramat itu, tetapi gagasan ini ditolak oleh dua rahib terkemukan, termasuk; “John dari Damaskus (656-747)”, yang berasal dari biara Mar sabbas didekat Betlehem, dan Theodore (759-826) dari biara studius di dekat konstantinopel. Mereka dua berpendapat bahwa kaum ikonoklasik itu keliru jika melarang penggambaran kristus. Sejak ingkarnasi, baik alam material maupun raga, manusia telah diberi dimensi ilahiah dan seorang seniman boleh melukis jenis kemanusiaan baru yang ilahiah ini. Seniman itu juga melukis gambaran tentang Tuhan, karena Kristus sang Logos merupakan ikon Tuhan Par Excellence. Tuhan tidak dapat tertampung dalam kata-kata atau diringkas dalam konsep-konsep manusia, tetapi bisa “dideskripsikan” oleh para seniman atau dalam gerak simbolik liturgy.

Peribadatan orang Yunani sangat tergantung pada ikon-ikon ini, sehingga pada tahun 820, kaum ikonoklasik terkalahkan oleh arus popular. Akan tetapi keyaikinan bahwa Tuhan hingga tingkat tertentu dapat di deskripsikan, bukan berarti teologi apofatik Denys tercampakan. Dalam karyanya yang berjudul, Greater apology for the holly images, pendeta Nicephoras mengklaim bahwa ikon-ikon itu “mengekspresikan keheningan Tuhan, memperlihatkan melalui diri mereka betapa misteri yang mentransendensi wujud itu tak bisa diceritakan”. Tanpa henti dan tanpa kata-kata, patung-patung suci itu memuji kebaikan Tuhan dalam melider teologi yang luhur dan dicahayai tigakali itu. Alih-alih membangkitkan kesetiaan pada dogma-dogma gereja dan membantu mereka membentuk gagasan yang jelas tentang iman mereka, ikon-ikon itu melengkapi mereka dengan rasa misteri. Setiap orang akan berusaha mencari Tuhan dengan Cara apapun yang dipakai, asalkan iman percaya mereka tetap kepada Tuhan. Walaupun dia itu seorang Kristen, katolik, muslim atau agama monoteistik lainnya, namun jika ia beriman maka itu merupakan cara terbaiknya untuk memuliakan Tuhan dan secara tidak sadar bahwa cara-cara yang kita pakai dalam menyembah Tuhan itu sudah ditentukan oleh Tuhan sebelum kita berpikir tentang hal itu, jadi “apapun agamanya, apapun cara yang dipakai, atau apapun metode yang dikembangkan, jika semua itu berdasar pada iman percaya kepada Tuhan, maka akan diterima dan itu merupakan izin Tuhan”.

Jika kita menolaknya, mengapa umat Kristen mampu menciptakan gambus, kecapi, suling dan nyanyian yang diterima sebagai pelengkap dalam memuji Tuhan? Inti dari kesemuanya ini adalah “untuk melengkapi iman mereka kepada Tuhan”.

Emosi dan pengalaman iman mereka disampaikan melalui musik dan nyanyian melalui cara yang melampaui kata-kata maupun konsep. Semua yang dilakukan ini ingin meraih kondisi iman percaya dengan menggunakan kelengkapan-kelengkapan dan metode-metode yang diciptakan. Pada abad ketujuhbelas dan abad enambelas kebawah, Raâ Wiyon-Na Wofle memandang teologi Wiyon-Wofle membawa mereka meraih iman kepercayaan. Raâ Wiyon-Na Wofle berpandangan bahwa “Tuhan yang diimani telah di-ekspresikan dalam Wiyon-Wofle yang bukan wacana rasionalistik tetapi suci dan sakral”. Hal ini mendukung suatu perdebatan para kristologis yang sengit pada abad ke-empat dan ke-lima, mereka mengembangkan gambaran tentang Tuhan yang bergantung pada pengalaman imajinatif orang Kristen. Hal ini secara definitif diungkapkan oleh Symeon, (949-1022), kepala biara kecil St. Macras di Konstantinopel, yang dikenal sebagai “Teologi Baru”. Jenis teologi baru ini tidak berupaya untuk mendefinisikan Tuhan. Upaya tersebut menurut Symeon, terlalu anggkuh, karena berbicara tentang Tuhan dalam cara apapun menyiaratkan bahwa “yang tidak dipahami berubah menjadi bisa dipahami”. Tetapi saya tidak sepakat dengan ungkapan ini, karena ;

Setiap umat manusia akan berusaha mengekspresikan iman percaya mereka melalui cara-cara yang telah dimengerti oleh Tuhan, karena Tuhan tidak melihat setiap apa yang ada, tetapi Tuhan melihat hati dan iman. Ide ataupun metode yang dipakai memuji Tuhan merupakan ciptaan Tuhan dan segala sesuatu yang diciptakan, termasuk ide adalah bersumber dari Tuhan.

Alih-alih berargumentasi secara rasionali tentang hakikat Tuhan, menurut Symeone dalam teologi “baru”, bersandar pada pengalaman religius personal yang langsung. Adalah mustahil untuk mengenal Tuhan dalam terma konseptual, seakan-akan dia adalah sekedar wujud lain yang bisa kita bentuk dengan gagasan mengenainnya. Tuhan adalah sebuah misteri, seorang Raâ Wiyon-Na Wofle dan Raâ Bam-Na Tmah adalah orang yang memiliki pengalaman sadar tentang Tuhan Wiyon-Wofle yang menyatakan dirinya dalam k’wiyon-bol wofle yang mana melalui suatu transformasi keilahian. Sebagaimana halnya orang Kristen juga memiliki pengalaman sadar tentang Tuhan yang mengungkapkan dirinya dalam kemanusiaan Kristus yang telah diubah. Raâ Wiyon-Na Wofle dituntut untuk meninggalkan kehidupan keduniawian menuju kontemplasi akibat suatu transformasi baru dalam k’wiyon-bol wofle yang tampaknya datang kepadanya dalam suasana yang penuh kemuliaan secara tiba-tiba. Wiyon Tna (para murid) yang memasuki k’wiyon-bol wofle pada mulanya mereka tidak tahu apa-apa yang terjadi ketika berada dalam ruang suci (kre ra sme), tetapi secara langsung mereka akan merasakan sentuhan suasana kekudusan, walau mereka berkata bahwa mereka seperti dalam alam mimpi atau mereka didalam dunia lain, akan tetapi mereka akan sadar bahwa diri mereka tengah diubah dan seakan-akan terresap kedalam cahaya kuasa Wiyon-Wofle yang adalah Tuhan itu sendiri. Ini bukan cahaya biasa yang kita kenal, tentusaja tidak, karena cahaya kemuliaan itu berada diluar “bentuk, citra, atau representasi dan hanya bisa dialami secara langsung melalui k’wiyon-bol wofle”. Hal ini merupakan pengalaman bagi para teolog tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, Raâ Wiyon-Na Wofle dan Raâ Bam-Na Tmah, namun akan dilanjutkan kepada setiap orang biasa dari transformasi Wiyon-Wofle (Tuhan) melalui Raâ Wiyon-Na Wofle kepada raâ iin-na iin. K’wiyon-bol wofle (kemah) yang diperintahkan kepada Mbouk, merupakan kesatuan dengan Wiyon-Wofle (Tuhan) yang bisa dialami Raâ Wiyon-Na Wofle didalamnya.

Bagi Raâ Wiyon-Na Wofle, Tuhan atau yang mereka kenal dengan Wiyon-Wofle diketahui sekaligus tidak diketahui, dekat namun jauh. Raâ Wiyon-Na Wofle selalu melakukan tugas mereka yang merupakan persoalan keilahian, mereka selalu berkonstruksi kepada apa yang mereka rasakan sebagai realitas yang terjadi pada diri mereka dan berubah pada jiwa mereka sendiri seperti yang mereka alami secara langsung dengan Wiyon-Wofle. Bagi para teolog tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, Raâ Wiyon-Na Wofle, Tuhan mereka Wiyon-Wofle menyatakan dirinya kepada mereka didalam k’wiyon-bol wofle. Sebagaimana Tuhan dalam bibel yang bersabda bahwa “di mana ada satu atau dua orang duduk dan bersepakat atas nama-Ku, aku hadir”, demikian Wiyon-Wofle, para teolog tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, Raâ Wiyon-Na Wofle, ketika duduk bersepakat dalam nama Tuhan mereka (Wiyon-Wofle), ia akan hadir. Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa tak ada gunanya mendefinisikan Tuhan yang mengadakan perubahan, karena dia berada diluar energi berpikir kita.

Kita bisa mengetahui isi hati daripada Tuhan, akan tetapi mustahil untuk mengetahui otak dan pikiran Tuhan dan itu sangat tidak mungkin bisa.

Demikian bahwa Tuhan memiliki rahasia yang takmungkin diketahui oleh manusia secara gampang dan hal itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin, oleh karenanya setiap segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia yang tujuannya kepada Tuhan, merupakan izin Tuhan dan agama-agama suku seperti Wiyon-Wofle adalah merupakan izin Tuhan dan sekaligus merupakan perintah Tuhan. Agama ini mungkinsaja dibantah oleh para fundamentalis agama lain, akan tetapi ini merupakan agama yang telah dilegalkan oleh Tuhan di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dan bukan saja agama Wiyon-Wofle, akan tetapi agama-agama suku lainnya debelahan dunia yang tidak kami sebutkan. Tuhan itu adalah oknum yang besar, berkuasa, ilahi, suci dan ia tidak dibatasi oleh waktu dan ruang. Ia berbicara dengan satu bahasa yang ia punyai namun mempu dimengerti oleh setiap suku bangsa dibelahan dunia, dimengerti sebagaimana bahasa yang mereka miliki disetiap tempat dan dalam situasi yang berbeda-beda. Contohnya Tuhan memerintahkan nabi Musa untuk mendirikan kemah, Ia berbicara dengan menggunakan bahasanya akan tetapi bagi Musa mencerapnya sebagai bahasa ibrani, begitu juga Mbouk sebagai nabi dalam agama Wiyon-Wofle, Tuhan-Wiyon-Wofle memerintahkannya mendirikan k’wiyon-bol bofle, Wiyon-Wofle-Tuhan, berbicara dengan bahasanya, akan tetapi Mbouk mencerapnya sebagai bahasa Sawiat. Ibaratnya; “Tuhan dilukiskan sebagai matahari yang bersinar menerangi muka bumi dan setiap manusia dapat melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan apa yang dia mengerti, matahari memberikan sinarnya dengan saatu warna dan tidak membedakan satu-sama lain daerah mana yang ia bersinar dan mana yang tidak, namun biasanya orang memanfaatkan sinar matahari itu sesuai dengan cara berpikir mereka masing-masing sesuai dengan pola piker mereka“. Tuhan juga menyatakan dirinya kepada setiap suku bangsa dengan caranya yang mampu membuatNya dimengerti oleh suku bangsa itu denganNya, karena adanya perbedaan budaya, bahasa dan karakter, maka Tuhan menyatakan dirinya dengan metode yang berbeda-beda akan tetapi semuanya itu berada didalam Dia dan Dia berdiam diantara semuanya itu.

Perbedaan bahasa dalam mengucapkan nama Tuhan, membuat manusia tidak memahami Tuhan, padahal Ia itu Tuhan yang satu, Dia juga adalah Allah yang telah disembah oleh orang Yahudi, Orang Kristen, orang Yunani, orang Muslim, orang Buddha, orang Maybrat, Imian, Sawiat dan orang percaya lain sebagainya. Tuhan adalah satu Dia tidak berdua, tidak bertiga, dan tidak beranak cucu, Dia juga tidak berasal mula, Dia juga tidak dibatasi oleh waktu dan ruang, Dia juga tidak berasal dari suku ini atau suku itu, Dia bukan milik satu suku atau satu agama, atau satu orang, tetapi semuanya milik dia. Tuhan itu sangat ilahi, Dia sangat besar, Ia mampu berbicara kepada setiap umat manusia di penghujung muka bumi yang berjauhan dengan bahasa suku masing-masing sesuai dengan karakter dan kebudayaan mereka maisng-masing sebagaimana yang dapat dimengerti oleh mereka sehingga mereka mengenal bahwa Dia adalah Tuhan. Tuhan mampu berbicara kepada semua manusia di penjuru bumi dengan bahasa dan budaya mereka dalam waktu yang bersamaan namun dalam ruang yang berbeda dan dapat dimengerti oleh setiap umat manusia di penjuru bumi dengan sempurna.

Secara kemanusiawian, kita tidak mampu untuk mendefinisikan pribadi Tuhan yang sebenarnya sebatas pengalaman kita, namun Dia melebihi segala pendefinisian itu, karena Dia berada diluar kata-kata dan deskripsi kita. Namun demikian, sebagai sebuah pengalaman yang memenuhi dan mengubah kemanusiaan tanpa merusak integritasnya, “Tuhan” merupakan realitas yang tak terbantahkan. Orang Yunani telah mengembangkan gagasan tentang Tuhan – seperti trinitas dan ingkarnasi yang memisahkan mereka dari monoteis lainnya, namun pengalaman mistik actual, mereka banyak memiliki kesamaan dengan kaum Muslim, Yahudi, dan Wiyon-Wofle. Meskipun perhatian utama Raâ Wiyon-Na Wofle adalah pada penegakan akan seseorang manusia yang adil, mereka juga memiliki kecenderungan mistik dan Raâ Wiyon-Na Wofle dengan cepat mengembangkan tradisi mber Wiyon sebagai sesuatu mistikus yang sakral dan khas bagi mereka sendiri. Selama abad ketujuhbelas dan abad enambelas kebawah, bentuk agama Wiyon-Wofle berkembang sendiri secara fullgar tanpa sekte-sekte lain di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, yang ikut dikembangkan. Raâ Wiyon-Na Wofle juga memperhatikan keagamaan Wiyon-Wofle, mereka selalu berupaya untuk kembali kepada kehidupan sederhana, sebagaimana yang telah diterapkan kepada mereka dalam k’wiyon-bol wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle mengenakan cawat atau cedaku putih dari kulit pohon gaharu (gitaut mboh) sebagai bentuk penyucian diri dan makan sepotong keladi (talas-awiah haber) dan minum air dari pucuk tebu muda (asam hmun) bersahaja yang mana membuat mereka menjadi tenggelam dalam suatu pengalaman baru. Gitaut mboh atau cawat putih yang terbuat dari bahan kulit kayu gaharu yang memiliki wangian kemenyannya dan bersahaja itu dianggap sebagai pakaian suci yang diizinkan Wiyon-Wofle untuk dikenakan oleh setiap Raâ Wiyon-Na Wofle ketika memasuki kemah. Berdasarkan hal itu, mereka bisa disebut sufi, karena adanya pengajaran tentang keadilan sosial dan kasih sayang merupakan hal penting dalam ajaran teologi Wiyon-Wofle seperti yang sudah dilakukan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle memiliki satu kesamaan visi rohani yang telah mereka terima dari k’wiyon-bol wofle dan Raâ Wiyon-Na Wofle pada abad ke tujuhbelas dan enam belas kebawah, membedakan Wiyon-Wofle sebagai agama yang tajam dari agama lain, mereka memandangnya sebagai satu-satunya agama yang menumbuhkan iman sejati mereka sejak zaman itu, akan tetapi Raâ Wiyon-Na Wofle tidak begitu tetap berpegang pada visi agama Wiyon-Wofle sebagai ketunggalan agama di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Pada pertengahan abad kedelapan belas, Raâ Wiyon-Na Wofle kemudian beralih pandangan dan Yesus dihormati sebagai Juruselamat dan bibel atau alkitab sebagai ajaran baru. Berbeda dengan kaum sufisme, mereka selalu berdoa dan berkata dengan ucapan doa mereka yang terkenal “Ya Allah! Jika aku menyembahmu karena mengharapkan surga, maka usirlah aku dari surga. Namun aku menyembahmu karena dirimu, juga sembunyikan keindahanmu yang abadi”, cinta kepada Tuhan menjdadi ciri khas sufisme. Kaum sufi mungkin dipengaruhi oleh kaum asketik Kristen di timur, Raâ Wiyon-Na Wofle selalu merasakan pengalaman tentang Tuhan yang sama dengan yang pernah dialami Mbouk ketika menerima wahyu dari Wiyon-Wofle, yang mana dilakkukan sebagaimana yang diperintahkan agar sehingga dengan sendirinya Raâ Wiyon-Na Wofle dipenuhi oleh kuasa kemuliaan Wiyon-Wofle-Tuhan didalam kemah (k’wiyon-bol wofle).

Teologi Wiyon-Wofle, mengembangkan suatu disiplin iman yang membantu Raâ Wiyon-Na Wofle dalam kemah k’wiyon-bol wofle. Mengembangkan suatu praktik berpuasa, bangun subu, dan belajar mengajar. Dengan pengajaran dan nasehat-nasehat yang menumbuhkembangkan spiritualitas dan iman percaya sebagai dasar. Praktik-praktik ini menghasilkan perilaku yang tampak sadar dan kontrol diri dan perilaku seperti ini disebut “perilaku suci”. Dalam iman percaya Raâ Wiyon-Na Wofle, tak ada Allah – Wiyon-Wofle yang berada diluar atau terasing bagi manusia, akan tetapi manusia yang mengasingkan dirinya. Tuhan – Wiyon-Wofle bagi para teolog tradisional suku Maybrat Imian Sawiat Raâ Wiyon-Na Wofle, Ia secara misterius ternyata identik dengan bagian jiwa manusia yang paling dalam, penghancuran sistematik terhadap keberadaan Tuhan – Wiyon-Wofle dengan egoisme yang dominan, akan membawa kita pada suatu rasa serapan kemanusiaan yang menghalangi kita dari realitas Tuhan yang lebih agung dan tak terlukiskan. Keadaan peniadaan diri (fana - keir) ini menjadi sesuatu yang sentral bagi cita-cita Raâ Wiyon-Na Wofle dan sifat ini diakui oleh Raâ Wiyon-Na Wofle sebagai suatu pengalaman autentik mereka seperti yang diperintahkan Wiyon-Wofle – Tuhan. Para teolog Maybrat, Imian, Sawiat, Raâ Wiyon-Na Wofle pada dasarnya mengembangkan spiritualitas yang mereka terima semenjak didalam k’wiyon-bol wofle. Mereka mengajarkan bahwa “keir – kefanaan (peniadaan keduniawian diri)”, akan digantikan dengan diri yang suci, baka dan kekal (mof, mron, hame), merupakan suatu langkah menuju kepada entitas dan jatidiri yang suci. Persatuan dengan Tuhan – Wiyon-Wofle tidak boleh menghancurkan kemampuan alamiah kita, tetapi justru menyempurnakannya, seorang teolog Wiyo-Wofle, Raâ Wiyon-Na Wofle yang telah menghilangkan egoisme yang fana dan menemukan kehidupan Rohani didalam inti kedalaman hidupnya, akan memberikan suatu hidup yan penuh kesadaran diri yang lebih besar. Dia akan menjadi manusia yang lebih utuh, karena mereka telah mengalami suatu pembaruan spiritualitas yang membawakan mereka menjadi berubah dari kefanaan “keir” menjadi suci, baka dan kekal (ron hame), para teolog tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, Raâ Wiyon-Na Wofle, akan mencapai keadaan Wiyon-Wofle, atau yang oleh orang Kristen Yunan disebut “penuhanan”.

Mungkin seluruh pencarian jatidiri yang dilakukan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle merupakan suatu usaha untuk kembali kepada fitrah asal manusia pada saat penciptaan, dia kembali kepada manusia ideal yang telah ditetapkan oleh Tuhan, Dia juga kembali kepada sumber eksistensinya. Pengalaman pemisahan dan pengasingan diri didalam k’wiyon-bol wofle mungkin tidak berbeda dengan “pemisahan dan pengasingan diri yang difirmankan Tuhan dalam injil bibel, yaitu berpuasa dan meninggalkan kedagingan”. Meskipun dalam injil bibel menisbahkan hal ini kepada sumber kekristenan, namun bagi para teolog wiyon-wofle (Raâ Wiyon-Na Wofle), mereka telah menjalankannya secara sempurna melalui latihan dan upaya saksama dibawah bimbingan guru besar (Raâ bam-na tmah). Raâ Wiyon-Na Wofle mengatakan bahwa didalam k’wiyon-bol wofle, mereka bisa menyatu kembali dengan pencipta mereka dan mencapi kehadiran Tuhan – Wiyon-Wofle secara langsung seperti Tuhan dan Adam di taman eden sebelum Adam jatuh kedalam dosa. Didalam k’wiyon-bol wofle – kemah, ini merupakan suasana yang baru bagi para murid wiyon tna yang kemudian akan diteguhkan menjadi Raâ Wiyon-Na Wofle. Suasana yang baru itu adalah akhir dan awalan dari keterpisahan serta kesedihan dari keduniawian dan mencapai kesatuan kembali dengan Wiyon-Wofle – Tuhan dalam jiwa paling dalam yang juga merupakan jiwa mereka yang sejati. Wiyon-wofle – Tuhan bukan realitas dan hakim yang terpisah dari diri tetapi dalam hal imanen, manusia akan bersatu dengan Tuhan. Ini juga merupakan tolokukur Raâ Wiyon-Na Wofle. Penekanan pandangan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle tentang penyatuan dengan Wiyon-Wofle – Tuhan, berakar dari cita-cita teologi Wiyon-Wofle yang mana dengan cara mengumpulkan diri mereka kedalam k’wiyon-bol wofle dan penyatuan dengan Wiyon-Wofle – Tuhan yang secara langsung di dalam kemah (k’wiyon-bol wofle). Pada massa sekarang, banyak orang di barat akan kecewa jika seorang teolog Kristen terkemukan menyatakan bahwa Tuhan dalam pengertian tertentu merupakan produk imajinasi. Sungguhpun demikian haruslah dinyatakan bahwa imajinasi merupakan daya utama dalam beragama.

Imajinasi adalah suatu daya dan kemampuan manusia yang dimiliki untuk memikirkan apa yang tidak ada menjadi ada, menjelaskan yang tidak jelas menjadi jelas.

Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang memiliki kapasitas untuk mempertimbangkan sesuatu yang tidak ada atau belum ada yang semata-mata baru bersifat mungkin. Imajinasi dengan demikian merupakan sebab utama dari kemajuan besar yang dicapai manusia dalam sains dan teknologi, maupun dalam seni dan agama. Gagasan tentang Tuhan bagaimanapun definisinya, mungkin merupakan contoh utama dari realitas yang tak ada, yang meski dengan berbagai masalah yang melekat didalamnya, terus mengilhami umat manusia selama ribuan tahun. Demikian bagi Raâ Wiyon-Na Wofle, mereka mempunyai satu cara tersendiri untuk mengkonsepsikan diri Tuhan sebagai Wiyon-Wofle yang merupakan suatu persepsi indera yang disertai melalui simbol-simbol dalam Wiyon-Wofle yang cukup sakral dan berpengaruh besar bagi perkembangan aktivitas teologi Wiyon-Wofle. Sekalipun realitas yang dirujuk oleh simbol-simbol itu tetap, ada yang tetangkap dan ada yang rahasia, tetapi inti didalam k’wiyon-bol wofle, kita tidak melihat apapun, selain diri Wiyon-Wofle – Tuhan. Simbol atau kode yang ditampilkan dalam areal atau lokasi k’wiyon-bol wofle (kemah) menunjukkan suatu larangan yang sakral. Dalam aktivitas teologi Wiyon-Wofle, akal pikiran manusia biasa atau orang awam tidak akan mampu mempersepsikannya secara baik, karena menyangkut rahasia keilahian “safo wiyon-wofle”.

Pada massa itu, agama Wiyon-Wofle telah membantu orang Maybrat Imian Sawiat membentuk konsepsi tentang Tuhan yang secara ilmiah dikenal sebagai Wiyon-Wofle. Orang Maybrat Imian Sawit menghendaki adanya kelangsungan teologi Wiyon-Wofle secara universal dan tidak implisit, supaya mereka semua merasakan kedekatan dengan Tuhan mereka “Wiyon-Wofle”. Teologi tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, Wiyon-Wofle telah berkembang dengan karya iman yang gemilang pada zaman kejayaannya, dan Raâ Wiyon-Na Wofle memperlihatkan bahwa mereka telah mengembangkan gagasan dari sumber Wiyon-Wofle yang tampaknya sangat sesuai dengan pertumbuhan iman mereka. Raâ Wiyon-Na Wofle sangat takjub terhadap dogma-dogma dalam teologi Wiyon-Wofle, Tuhan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, Wiyon-Wofle yang didefinisikan sebagai yang Esa, merupakan suatu gagasan yang dipersepsikan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle melalui pengalaman yang diperoleh melalui “mber wiyon” yang mana didalamnya mereka tidak melihat apapun selain diri Wiyon-Wofle – Tuhan itu sendiri. Kita dapt melihat bahwa ungkapan-ungkapan pengalaman dari Raâ Wiyon-Na Wofle mampu menjelaskan kepada kita bahwa mereka secara akal pikiran biasa saja tidak akan mampu mempersepsikan sesuatu yang khusus, universal dan abadi di dalam apa yang partikular dan temporal, mereka tidak percaya bahwa eksistensi Wiyon-Wofle – Tuhan bisa dibuktikan dengan logika. Raâ Wiyon-Na Wofle bisa disebut murid Wiyon-Wofle – Tuhan, yang lazim dipanggil “Raâ Wiyon-Na Wofle” namun yang diberikan kepada setiap orang yang telah tamat pendidikan Wiyon-Wofle (ra mber), serta dibimbing oleh para spiritualitas Wiyon-Wofle. Dalam kemah – k’wiyon-bol wofle, para murid “Wiyon Tna” dianugerahi ilmu-ilmu istimewa berupa firman (bo tgif) tentang kausalitas oleh Wiyon-Wofle – Tuhan, melalui Raâ Wiyon-Na Wofle (Rasul) yang di terima dari Raâ Bam-Na Tmah (Imam), sehingga mereka dapat menggunakannya dalam penyelamatan nyawa manusia. Ilmu-ilmu istimewa sebagai firman (bo tgif) ini tidak hanya digunakan dalam misi penyelamatan nyawa manusia saja, akan tetapi sebagai kunci untuk memerintahkan segala sesuatu tentang alam, yang mana alam pun akan tunduk mengikuti perintah-perintah tersebut. Misalnya seperti menghentikan hujan, menghardik gelombang, memerintahkan sungai menjadi kering, memerintahkan laut bergelombang dan meneduhkan laut yang bergelombang, membuat mereka dapat berpindah dari suatu tempat ketempat lain dalam waktu kedipan mata, atau berpindah dari suatu benua ke benua lain yang ingin mereka pergi. Ilmu-ilmu yang merupakan firma (bo tgif) ini hanya dijangkau dalam pengalaman mber wiyon – proses didikan teologi Wiyon-Wofle dalam kemah.

Dalam kisah Yesus Kristus, murid-murid Yesus diberi kuasa untuk menyembuhkan orang sakit dan Yesus juga memeberi kuasa kepada Simon Petrus untuk berjalan diatas sungai. Bagi Raa wiyon-Na wofle dan suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa di Yerusalem dan galilea, Yesus memberikan kuasa kepada Simon Petrus untuk dapat berjalan diatas danau Tasik Galilea, di Ayamaru, seorang penginjil bernama Petrus Rumbiak juga dapat berjalan diatas Danau Ayamaru dengan jarak tempuh 2 jam. Mungkin ada yang mengatakan tak ada gunanya kita mencoba untuk memahami “informasi” keagamaan yang belumpernah kita alami sendiri, akan tetapi untuk sekarang ini, teologi wiyon-wofle selalu membuka diri bagi siapasaja yang ingin mengenalnya walaupun secara inheren dan tertutup, karena adanya suatu larangan ketat oleh kaum gerejani semenjak penjajahan kolonial Hindia Belanda hingga saat ini, namun orang Maybrat, Imian, Sawiat, saat ini ingin dan mengharuskan untuk diadakan kembali aktivitas teologi wiyon-wofle dengan dukungan oleh para teolog Wiyon-wofle dan kaum fundamentaslisnya.

Agama wiyon-wofle adalah agama suku orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang sudah lama bertumbuh dan berkembang diwilayah-wilayah itu dan ia bukan saja sebagai suatu agama tradisional yang biasa-biasa saja, akan tetapi agama wiyon-wofle merupakan suatu agama yang telah diizinkan oleh Tuhan kepada ciptaanNya di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat dengan nama “wiyon-wofle”. Makna dari episode agama asing ini kelihatannya mengisyaratkan bahwa penampilan lahiriah agama wiyon-wofle selalu berhubungan dengan unsur spiritual atau mistikalnya. Orang-orang biasa atau orang awam yang dalam bahasa wiyon-wofle disebut Raa iin-Na iin adalah orang yang takpernah tenggelam dalam pendidikan wiyon-wofle, mereka takkan mampu memahami Raa wiyon-Na wofle terutama wiyon-wofle secara sempurna. Tradisi wiyon-wofle telah menjadikan Raa wiyon-Na wofle dan Raa bam-Na Tmah sebagai guru bagi semua pencari kebenaran tentang wiyon-wofle. Wiyon tna – wiyon wefi secara inheren mereka tidak unggul dalam teologi wiyon-wofle dan sangat berbeda dari Raa wiyon-Na wofle yang sudah lahir baru “Raa mber”. Raa wiyon-Na wofle pada zaman itu telah berhasil dengan gemilang mengarahkan murid-muridnya untuk sampai pada persepsi tentang wiyon-wofle yang samadengan pencapaian persepsi Tuhan dalam teologi Kristen oleh Musa melalui bibel, dengan pengertian iman yang sama tentang Tuhan, walau teologi wiyon dan teologi Kristen berdiri pada pondasi sebutan yang berbeda.

Raa wiyon-Na wofle memiliki kedudukan penting ditengah masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dan ajaran-ajaran dalam teologi wiyon-wofle sangat dekat dengan ajaran injil bibel, walaupun pada waktu itu mereka berjalan dalam pondasi wiyon-wofle tanpa mengenal teologi injil biblikal dalam pondasinya, hal ini menunjukkan kemampuan teologi wiyon-wofle dalam kesamaan sekat-sekat teologi injil bibel dalam spiritualitas keimanan yang sempurna. Dalam teologi tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, bagi orang awam Raa iin-Na iin, mereka hanya merasakan bahwa adanya suatu bukti rasionalitas tentang Tuhan dalam wiyon-wofle diluar pengalaman inisiasi melalui saluran pengalaman inisiasi oleh Raa wiyon-Na wofle; mereka juga mengetahuinya melalui kerinduan mereka sendiri akan sesuatu yang memenuhi hasrat-hasrat mereka yang paling dalam melalui transfer pengalaman dari Raa wiyon-Na wofle yang menasehati dan mengulas ajaran dan perintah serta dogma dari wiyon-wofle tentang tragedi dan nestapa kehidupan. Suatu ideologi pemikiran yang dipegang teguh oleh para teolog tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, adalah karena manusia diciptakan dalam citra sang realitas tertinggi yang disebut “Tuhan”, maka manusia harus merefleksikan Tuhan sebagai arketipe tertinggi. Kerinduan orang Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap realitas yang mereka sebut wiyon-wofle (Tuhan), oleh karena itu, pastilah mencerminkan impati terhadap Tuhan seutuhnya. Raa wiyon-Na wofle membayangkan Wiyon-Wofle sebagai Tuhan yang sendiri itu mendesahkan nafas kerinduan yang semakin abadi, namun desahan nafas kerinduan mereka ini bukanlah ungkapan rasa iba diri yang biasa-biasa dan sederhana, melainkan sebuah kekuatan aktif kreatif yang membuat mereka mampu mengenal setiap pribadi mereka, sesama, kosmos dan wiyon-wofle – Tuhan yang selalu ada, kekuatan itu juga meniupkan wujud manusia, yang menjadi logoi, kata-kata yang mengungkapkan Tuhan bagi dirinya sendiri. Dengan demikian, setiap manusia merupakan epifani yang unik dari Tuhan ghaib, Ia memanifestasikan dirinya dalam cara khusus yang tidak dapat diulang.

Setiap logoi ilahiah merupakan nama-nama yang dengannya Tuhan memanggil dirinya sendiri, seperti Tuhan dalam wiyon-wofle, ia membuat dirinya hadir secara total dalam setiap epifani atau Raa wiyon-Na wofle didalam k’wiyon-bol wofle. Tuhan dan wiyon-wofle tidakbisa diringkas dalam ekspresi manusiawi karena realitasnya yang suci itu tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Ini berarti bahwa wahyu yang diciptakan Tuhan pada setiap kita, atau setiap suku, setiap agama adalah unik dan tak berbeda dari Tuhan yang dikenal oleh seluruh manusia sebagai logoi dalam teologinya masing-masing. Raa wiyon-Na wofle bisa mengenal “wiyon-wofle”, mereka sendiri juga mustahil untuk mengenal “wiyon-wofle” – Tuhan dengan cara yang sama seperti orang lain dalam teologi mereka, akan tetapi memiliki kemiriban-kemiriban yang begitu dekat secara signifikan. Karena setiap wujud agama memiliki nama Tuhannya sendiri-sendiri sesuai dengan yang mereka sebut dan mengerti tentang Tuhan, akan tetapi Dia itu sebenarnya Allah yang satu didalam Dia adanya, dan mungkin yang membuat Tuhan itu terpisah-pisah pengertiannya karena banyaknya ragam budaya bahasa yang berbeda-beda sehingga masing-masing suku bangsa mengekspresikan Tuhan itu sesuai dengan budaya-budaya mereka masing-masing agar Tuhan itu lebih dekat dengan mereka dan karena dengan budaya mereka seutuhnya “Tuhan” dapat juga dimengerti dengan sempurna. Setiap agama-agama suku dan agama moderen memiliki dogma yang dimengerti masing-masing seperti Raa wiyon-Na wofle juga, dan Raa wiyon-Na wofle selalu memusatkan perhatian pada firman (bo tgif) yang partikular, dan yang mana disampaikan kepada wujud Dia sendiri. Akan tetapi logoi manusia juga mengungkapkan Tuhan sebagai yang maha tersembunyi itu kepada diriNya sendiri. Hal ini terjadi melalui proses dua arah; pertama, cara Tuhan yang Ia inginkan untuk dikenal dan dibebaskan dari kesendirianNya dari orang-orang yang didalam dirinya mereka Tuhan mewahyukan diriNya. Yang kedua, melalui penderitaan Tuhan yang tak dikenal dan dilipur oleh Tuhan yang diwahyukan didalam setiap wujud manusia yang membuatnya mengenal diri Tuhan dalam dirinya sendiri, juga benar bahwa Tuhan diwahyukan dalam setiap individu yang rindu untuk kembali kepada sumbernya dengan nostalgia ilahi yang menyalakan kerinduan kita sendiri. Ketuhanan dan kemanusiaan, dengan demikian merupakan aspek kehidupan ilahiah yang menggerakkan seluruh kosmos. Pandangan ini tidak berbeda jauh dengan pemahaman orang Yunani tentang ingkarnasi Tuhan didalam Yesus kristus. Bagi Raa wiyon-Na wofle, mengatakan bahwa setiap Raa wiyon-Na wofle yang disucikan (Raa mber) tidak mungkin mampu menampung ketidak terbatasan realitas Tuhan “wiyon-wofle” sungguhpun demikian Raa wiyon-Na wofle juga mengembangkan simbol atau kode tersendiri pada diri mereka masing-masing seperti sebutan nama, dan tato sebagai manusia sempurna, Raa wiyon-Na wofle menumbuhkan misteri wiyon-wofle yang di wahyukan disetiap generasi atau wiyon tna demi kepentingan generasi wiyon-wofle. Meskipun, tentu saja tidak merupakan ingkarnasi dari seluruh realitas ketuhanan wiyon-wofle atau lesensinya yang tersembunyi. Nabi Musa dan Mbouk adalah manusia sempurna bagi generasinya dan merupakan simbol ketuhanan yang paling efektif. Hal ini merupakan pencarian terhadap asal usul wujud Tuhan dikedalaman diri manusia itu sendiri, dan membuat gambaran suatu ciri agama yang dogmatis. Karena setiap manusia memiliki pengalaman unik tentang tuhan, maka tak ada satu agamapun yang bisa mengungkapkan keseluruhan misteri ketuhanan. Tak ada kebenaran objektif tentang Tuhan yang mesti dianut oleh semua orang, karena Tuhan itu transenden terhadap semua kategori pribadi, segala prediksi tentang segala perilaku dan kecenderunganNya adalah mustahil. Setiap bentuk chauvinisme tentang agama sendiri dengan mengabarkan agama dan teisme orang lain jelas tidak bisa diterima, sebab tak satu agama pun memiliki seluruh kebenaran tentang Tuhan. Para teolog tradisional wiyon-wofle mengembangkan teologi wiyon-wofle mereka yang realistis tentang wiyon-wofle – Tuhan mereka pada waktu mber wiyon di dalam k’wiyon-bol wofle (Kemah).

Raa wiyon-Na wofle merasakan ketenteraman didalam k’wiyon-bol wofle. Hamba Tuhan juga merasakan ketenteraman yang sama didalam sinagoga, kuil, gereja dan masjid, karena semuanya menyediakan pemahaman yang sah tentang Tuhan. Raa wiyon-Na wofle sering menggunakan frasa “Tuhan diciptakan oleh keimanan”; frase ini bisa bermakna pejorative jika merujuk pada “Tuhan” yang diciptakan manusia dalam agama tertentu dan dianggap identik dengan Tuhan itu sendiri. Ini hanya akan melahirkan intoleransi dan fanatisme, akan tetapi sebenarnya kepercayaan itu jangan dipersempit tentang diri Tuhan itu sendiri, karena Tuhan tidak dibatasi oleh Ruang dan waktu bahka seperti halnya manusia yang terbatas.

jangan ikat pikiranmu pada sebuah keyakinan kepada Allah secara eksklusif sehingga engkau menganggap Tuhan itu kecil dan terbatasi oleh ruang dan waktu; karena dengan demikian, engkau sudah tidak mengerti keesaan Tuhan dan engkau akan gagal mengenali kebenaran Tuhan yang sejati, Tuhan yang maha berada, dan maha berkuasa dan tidak bisa dibatasi oleh keyakinan apapun, Dia tidak hanya sebagai Wiyon-wofle untuk Raa wiyon-Na wofle saja atau Dia tidak hanya sebagai YHWH atau Dia tidak hanya sebagai Budhista, tetapi Dia adalah “Tuhan” yang satu dan utuh didalam dia selamanya. Dia selalu Maha berada (omni present) dan maha berkuasa sebab Dia berfirman, “kemanapun engkau memalingkan pandanganmu, maka disanalah ada wajah Allah, setiap orang akan mengagungkan apa yang dipercayainya”. Tuhannya adalah apa yang diciptakannya sendiri, memujanya berarti memuja diri Tuhan. Mungkin akibat dari pemikiran yang menyalahkan keyakinan orang lain yang takdilakukannya karena ketidak mengertian akan artikulasi ucapan bahasa dalam budaya yang berbeda, akan tetapi sebenarnya setiap kepercayaan teisme yang ada di alam jagat raya memiliki satu arah dan tujuan, yaitu kepada “Tuhan”, sebenarnya kebencian terhadap teologi yang berbeda itu didasarkan pada kebodohan kita.

Kita mungkin tidak pernah melihat Tuhan kecuali nama personal yang telah diwahyukan dengan diberikan keeksistensian konkret dalam setiap diri kita. Berbeda dengan yang dikatakan oleh Raa wiyon-Na wofle, selain mendengarkan wiyon-wofle dalam nama personal yang telah diwahyukan mereka secara langsung berinteraksi dengan wiyon-wofle secara transparan didalam k’wiyon-bol wofle (Kemah atau Tabernakel). Takterhindarkan lagi bahwa pemahaman setiap orang beriman tentang Tuhan pribadi mereka masing-masing diwarnai oleh tradisi keagamaan setempat dimana mereka dilahirkan. Namun, Raa wiyon-Na wofle mengetahui bahwa Tuhan pribadi mereka “wiyon-wofle” yang maha besar dan pribadi dan pribadi; Ia sangat rahasia dan tersembunyi tetapi Ia akan berinteraksi dengan mereka didalam k’wiyon-bol wofle (Kemah). Wiyon-wofle dalam kepercayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat,, ia adalah Allah yang penuh dengan ke’khususan ilahiah, yaitu; Ia itu maha benar, Ia mendiami hati orang percaya sebagaimana Raa wiyon-Na wofle yang selalu mengejarkan karya rohani dalam k’wiyon-bol wofle (Kemah).

Wiyon-wofle sebagai Tuhan yang kekal, kudus, maha ada, maha kuasa, maha tahu, pemberi ilham, pemberi pemimpin, pengudus, sumber hidup yang kekal; wiyon-wofle bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, ia sebagai Tuhan yang benar bagi mereka dan ia selalu menjaga umatnya. Namun seorang mistikus (arif barat) pernah berpandangn bahwa “Tuhan” kita ini sebenarnya adalah “malaikat” atau simbol ilahi yang partikular yang tidak semestinya disamakan dengan realitas gaib itu sendiri, akibatnya, Dia memandang semua agama yang berbeda-beda sebagai teofani-teofani yang sah. Jika Tuhan agama yang lebih dogmatik memilih umat manusia kedalam kubu-kubu yang saling bermusuhan, Tuhan kaum mistikus justru menjadi kekuatan pemersatu.

Benar bahwa ajaran wiyon-wofle terlalu rumit bagi orang awam Raa iin-Na iin, namun mampu menyebar ke-kalangan orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang lebih awam. Selama abad kedelapan belas, tujuh belas dan enam belas kebawah, teologi wiyon-wofle menjadi gerakan mayoritas yang mendominasi diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Inilah aliran wiyon-wofle yang di dirikan dan berkembang secara gemilang dengan tafsiran khasnya tentang kepercayaan mistikal orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang wiyon-wofle. Raa wiyon-Na wofle memiliki pengaruh yang besar dikalangan publik Maybrat, Imian, Sawiat, dan dihormati sebagai orang-orang suci “Raa wiyon-Na wofle” dalam cara yang hampir sama seperti para hamba Tuhan kaum gerejani. Akan tetapi pada abad kesembilan belas, merupakan abad dimana masa pergolakan dan transisi antara agama kristiani dan agama wiyon-wofle yang mana agama wiyon-wofle dengan keadaan terpaksa harus dilepas secara total. Pada tahun 1958-1959, perintah dikeluarkan oleh Tn. Bustir Achmat Aiturau seorang kepala distrik di wilayah Maybrat, tentang pemberhentian teologi wiyon-wofle, selain mengeluarkan perintah, Tn. Bustir Achmat Aiturau secara langsung mengunjungi bangunan bait suci – tabernakel “k’wiyon-bol wofle” gereja yang telah didirikan untuk aktivitas teologia wiyon-wofle dan membongkarnya sebagai suatu ketegasan bahwa tidak boleh lagi ada teologi wiyon-wofle, diharuskan kepada seluruh orang Maybrat, Imian, Sawiat, untuk beralih memeluk agama Kristen yang merupakan agama baru dan asing bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada zaman itu. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada saat itu menganggap periode itu merupakan pergolakan iman. Kekhalifan orang Maybrat, Imian, Sawiat, sedang mengalami disintegrasi iman dan injil Kristen secara perlahan-lahan terus menembus realitas alam imanijer orang Maybrat, Imian, Sawiat, lambat laun menjadi gema nafiri yang membungkam pemikiran dan imanen tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang wiyon-wofle. Semulanya orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengenal satu agama tunggal wiyon-wofle, akantetapi kemudian kebanyakan saat ini orang Maybrat, Imian, Sawiat, menginginkan Tuhan injili dalam bibel dengan simpatik dan dekat daripada wiyon-wofle yang tidak legalistik. Praktik bo tgif kaum wiyon-wofle mengucapkan kata-kata suci sebagai firman untuk mencapai ekastasi yang mana mampu menembus pemikiran dalam kausalitas. Latihan konsentrasi Raa wiyon-Na wofle dalam k’wiyon-bol wofle (Kemah), dengan teknik pengaturan pendidikan dan makan yang diatur secara cermat, membantu mereka untuk merasakan kehadiran yang transendensial didalam batin. Tidak semua orang Maybrat, Imian, Sawiat, mencapai keadaan mistikal seperti ini, namun mereka yang mencapainya adalah Raa wiyon-Na wofle; latihan-latihan spiritualitas ini sungguh-sungguh telah membantu Raa wiyon-Na wofle dalam menepiskan ajaran mereka agar tidak terlihat simplistik dan antropomorfis tentang Tuhan dan merasakan kehadirannya Tuhan didalam pribadi mereka. Berbeda dengan beberapa tarekat agama lain yang menggunakan musik dan tarian untuk meningkatkan konsentrasi, tetapi para pir (guru) teisme orang Maybrat, Imian, Sawiat, melakukannya dengan konsentrasi dalam situasi tenang dan sepih.

Seperti tarekat dalam sufisme barat yang paling terkenal adalah maulawiyah, yang anggota-anggotanya dikenal sebagai “Darwis” yang berputar (whirling dervishes). Tarian mereka yang berwibawa merupakan sebuah metode konsentrasi. Ketika seorang sufi mengambil gerakan berputar, dia merasakan batas-batas dirinya larut bersama dengan larutnya dia kedalam tarian itu, mengantarkannya ke ambang peniadaan diri (fana). Para sufisme mampu secara imajinatif mentransformasikan kesedihan mereka kedalam simbol tentang cinta ilahiah dan kerinduan Allah kepada manusia dan kerinduan manusia kepada Allah. Demikianlah bahwa disadari atau tidak, setiap orang akan berusaha mencari Tuhan yang tak pernah ditemukan secara samar-samar dan sadar bahwa dia terpisah dari wujudnya namun tetap utuh.

Raa Wiyon-Na wofle yang dipandang sebagai manusia sempurna di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, diyakini mampu mengilhami manusia biasa untuk mengenal wiyon-wofle. Proses pengilhaman “mber wiyon” ini mampu mengubah seorang manusia awam Raa iin-Na iin menjadi manusia sempurna yang disebut Raa wiyon-Na wofle. Seperti nabi-nabi Kristen yang mengalami mukjizat dan teguran dari Allah, Raa wiyon-Na wofle memandang alam sebagai teofani dari sekian banyak kebesaran “wiyon-wofle” – Tuhan. Sebagian diantara kejadian-kejadian alam mengungkapkan kemarahan atau kekuasaan wiyon-wofle – Tuhan, sebagian lainnya mengungkapkan sifat kasih yang melekat dalam hakikat keilahian. Raa wiyon-Na wofle selalu terlibat dalam perjuangan tanpa akhir untuk mengenali kasih sayang, cinta dan keindahan wiyon-wofle didalam segala sesuatu dan membuang yang lainnya. Raa wiyon-Na wofle akan selalu menemukan dimensi transendensi wiyon-wofle didalam k’wiyon-bol wofle serta diterapkan dalam kehidupan manusia dan menemukan realitas tersembunyi dibalik penampakan lahiriah. Ego adalah yang membutakan mata kita dari misteri batin yang ada dalam segala sesuatu, tetapi begitu kita bisa melampauinya, maka kita tak lagi merupakan wujud yang terpisah tetapi menjadi satu dengan dasar bersama dengan semua yang ada. Disini, ungkapan Raa wiyon-Na wofle juga menekankan bahwa wiyon-wofle tidak lain merupakan pengalaman subjektif karena menurut Raa wiyon-Na wofle, Allah wiyon-wofle mereka akan menghakimi setiap orang yang dengan perbuatan mereka yang zinah dan Ia akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat. Bagi Raa iin-Na iin, mengakui bahwa segala sesuatu yang diketahui oleh Raa wiyon-Na wofle berada diatas mereka, berada diluar kategori mereka, tidak dapat ditiadakan dengan suatu pandangan implisit kaum awam (iin) yang tidak mungkin tampak bagi diri kaum iin dalam batas akal awam “mber fe fares”. Disini, Raa wiyon-Na wofle juga menekankan bahwa Tuhan taklain merupakan pengalaman subjektif. Mereka menceriterakan kisah tentang wiyon-wofle dengan Mbouk, yang selalu diparalelkan dengan kisah Yahweh dengan Musa dan penggembala untuk melukiskan rasa hormat yang harus kita perlihatkan kepada konsepsi orang lain tentang Tuhan. Wiyon-wofle – Tuhan tidak menghendaki bahkan tidak membutuhkan kata-kata ortodoks yang diungkapkan oleh manusia tetapi cinta kasih yang membakar dan kerendahan hati, sebenarnya setiap agama suku memiliki bahasa khusus yang benar untuk berbicara tentang Tuhan, sebagaimana Raa wiyon-Na wofle dan bo tgif. Setiap pembicaraan tentang wiyon-wofle, sama absurdnya dengan yang diungkapkan oleh Raa wiyon-Na wofle tentangnya selalu, tetapi jika setiap Raa wiyon-Na wofle telah menerawang menembus tabir dalam k’wiyon-bol wofle dan telah melihat keadaan apa adanya, mereka menyadari bahwa keadaan itu berbeda dengan semua prasangka yang diketahui oleh orang awam “Raa iin – Na iin”.

Pada masa itu, berbagai pandangan juga telah membantu orang Maybrat, Imian, Sawiat, untuk membentuk konsepsi mereka tentang wiyon-wofle (Tuhan). Peperangan suku kemudian membuat hidup orang Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi tidak nyaman dan banyak diantara mereka menghendaki petunjuk dari wiyon-wofle (Tuhan) yang lebih realistis daripada Tuhan yang jauh sebagaimana dalam teisme yang lain. Setelah abad kesembilanbelas, tidak adanya pesimisme dari orang Maybrat, Imian, Sawiat, untuk mengejar Raa wiyon-Na wofle untuk mengenal kembali wiyon-wofle (Tuhan) sebagai agama keyakinan mereka yang telah merosot hilang. Raa wiyon-Na wofle bukanlah filsafat atau pemikir sistematis dan karya mereka memperlihatkan bahwa mereka telah berhasil secara gemilang dalam mengembangkan gagasan dari sumber wiyon-wofle yang tampaknya suci dan sakral. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, sangat terkesan pada botgif, Raa wiyon-Na wofle yang kata-kata mistikus itu telah mampu menyembuhkan dan menyelamatkan serta menembus kausalitas pikiran Raa iin-Na iin – orang awam. Raa wiyon-Na wofle bukanlah termasuk para filosof atau pemikir, tetapi mereka digolongkan sebagai para imam dan rasul berdasar pada karya teologi mereka yang berhasil dengan gemilang tanpa meminjam sedikitpun gagasan dari sumber teologi lain. Mereka sangat fanatik dengan teologi mereka yang hukum-hukumnya terkesan sakral dan rahasia dalam bahasa wiyon-wofle “bo tgif”. Dari sumber yang sakral ini, mereka berhasil menciptakan spiritualitas yang penting bagi kaum Maybrat, Imian, Sawiat, hingga abad kesembilanbelas.

Para teolog wiyon-wofle (Raa wiyon-Na wofle) selalu diingat dan dihargai; mereka dinyatakan sebagai kaum pilihan, mereka mengajarkan pengingkaran yang menyerupai Asketitisme Kristen. Seorang Raa wiyon-Na wofle akan melihat wiyon-wofle didalam k’wiyon-bol wofle (Kemah), jika dia tidak melakukan zinah dan memalingkan diri dari kesenangan dan meninggalkan hobi perintang waktu, seperti bersentuhan dengan hal-hal yang bertentangan dengan ekaristik wiyon-wofle. Raa wiyon-Na wofle harus menumbuhkan roh kasih “har ro mof” seperti sikap wiyon-wofle – Tuhan, mereka tidak boleh bergeming terhadap cercaan dan hinaan. Namun bagi Raa wiyon-Na wofle merasa tidak mustahil untuk memandang Tuhan sebagai yang mulia. Teisme suku Maybrat, Imian, Sawiat, terperangah mengimpikan dan memanggil Tuhan yang dikonsepsikan sebagai wiyon-wofle dengan sebutan “ENGKAU” seperti yang dilakukan oleh Eliezer dalam teologi Kristen yang mana keakraban ini kemudian merayap kedalam liturgy ekaristik Kristiani yang mana menggambarkan Tuhan sebagai sumber imanen yang hadir dengan dekat sembari tetap transenden.

Segalanya ada didalam Tuhan, dan Tuhan ada didalam segala sesuatu itu;

Tuhan mengisi segala sesuatu itu dan melingkupinya; ketika segalanya diciptakan oleh Tuhan, Dia ada didalam segalanya yang Dia ciptakan itu dan sebelum segalanya diciptakan, TUHAN adalah segalanya.

Raa wiyon-Na wofle meninggikan imanensia ini dengan menunjukkan bahwa tak seorangpun mendekati wiyon-wofle dalam dirinya sendiri kecuali wiyon-wofle yang memanifestasi kepada manusia melalui “kemuliaannya atau dalam cahaya agung yang disebut; RON HAME”. Kaum wiyon-wofle tidak merisaukan inkonsistensi yang nyata ini. Raa wiyon-Na wofle cenderung lebih memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan praktis dalam teologi wiyon-wofle daripada kesenangan-kesenangan diluar, yang mana diajarkan kepada wiyon tna – wiyon wefi tentang metode konsentrasi (maut akenmari watum) dan sikap yang bisa mengingatkan rasa kehadiran wiyon-wofle. Sikap diam adalah penting, seorang murid wiyon tna – wiyon wefi harus bertegun menundukan kepalanya dan mengarahkan perhatiannya untuk memperhatikan segala ucapan atau watum. Mereka merancangkan cara khusus untuk “mengeluarkan doa – tgif bo” yang dirasakan mendorong tumbuhnya rasa kehadiran wiyon-wofle – Tuhan. Alih-alih sekedar mengulang kata-kata bo tgif, seorang wiyon tna-wiyon wefi harus mengikuti dan menghitung huruf-huruf dalam setiap kata dalam bo tgif yang diucapkan oleh seorang guru besar Raa bam-Na tmah, mereka juga menjumlahkan nilai numeriknya dan meninggalkan makna bahasa yang harafiah. Raa wiyon-Na wofle dan wiyon tna-wiyon wefi selalu mengarahkan perhatian keatas untuk mendorong timbulnya rasa tentang realitas yang lebih tinggi.

Situasi Raa wiyon-Na wofle diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat, yang selalu hidup dalam tekanan (perang suku – mame anya) permusuhan semtik selalu menekan mereka sehingga mereka membutuhkan ajaran dalam wiyon-wofle ini. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengembangkan bentuk teologi wiyon-wofle ini sebagai respons terhadap perkembangan kaum wiyon-wofle. Sebagaimana para Faylasuf Yahudi telah berupaya menjelaskan Tuhan alkitab secara filosofis, orang Yahudi lainnya mencoba memberikan tafsiran mistikal dan simbolik tentang Tuhan mereka. Pada mulanya Raa wiyon-Na wofle berjumlah sedikit, mereka mengajarkan disiplin esoterik yang diwariskan oleh seorang Funding Father MBOUK yang dianggap sebagai Nabi oleh Raa wiyon-Na wofle, yang dilanjutkan kepada muridnya; mereka menyebutnya wiyon-wofle atau Allah suku mereka yang dipercaya, selanjutnya Tuhan dikonsepsikan dalam wiyon-wofle menarik perhatian mayoritas umatnya diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dan menancap dalam imajinasi orang Maybrat, Imian, Sawiat, hingga merasuk kedalam hati dan pikiran yang terdalam.

Dalam pemikiran moderen, Filsafat mengancam untuk mengubah Tuhan menjadi abstraksi yang jauh, tetapi wiyon-wofle mampu menyentuh ketakutan dan kecemasan yang terletak lebih dalam daripada nalar. Telah diungkapkan bahwa teologi wiyon-wofle menghantarkan Raa wiyon-Na wofle menjadi mampu melihat dan berinteraksi dengan wiyon-wofle – Tuhan, selanjutnya mereka berupaya menembus kehidupan batin wiyon-wofle dan kesadaran manusia. Alih-alih berspekulasi secara rasional tentang hakekat Tuhan dan persoalan metafisika hubungan Tuhan dengan alam, Raa wiyon-Na wofle selalu berpegang pada teologi mereka. Seperti halnya, teologia kristiani, Raa wiyon-Na wofle menggunakan pembedaan yang dibuat kaum gnostik dan neoplatonis antara esensi Tuhan dan Tuhan yang terungkap dalam wahyu maupun ciptaan. Tuhan dalam diriNya sendiri secara esensial tidak bisa diketahui, tidak bisa dikonsepsikan dan impersonal. Raa wiyon-Na wofle menyebut Tuhan uang tersembunyi itu ORON atau YRON, secara harafiah berarti (tanpa akhir). Kita tidak mengetahui apa-apa tentang ORON atau YRON; dia takpernah disebutkan dalam catatan Biblikal atau Talmud.

ORON atau YRON tidak bisa menjadi subjek, tetapi ia sebagai sebuah wahyu bagi manusia – menurut kepercayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat – berbeda dengan YHWH, ORON atau YRON tidak memiliki nama yang terdokumentasikan. Dia adalah oknum yang dipandang berjenis laki-laki. Ini merupakan pandangan yang tidak begitu berbeda secara radikal dari Tuhan yang sangat personal dalam Alkitab dan Talmud. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengembangkan mitologi tersendiri untuk membantu mereka menjelajahi alam kesadaran keagamaan dalam spiritualitas mereka. Untuk menjelaskan kesamaan antara ORON atau YRON dan YHWH tanpa terjerumus kedalam suatu klaim otoritas tertentu dengan membuat perbedaan antara dua sebutan nama Tuhan dalam bahasa yang berbeda, Raa wiyon-Na wofle mengembangkan metode sendiri dalam mengembangkan teologi wiyon-wofle. Mereka mengikuti sebuah proses didalam k’wiyon-bol wofle dimana wiyon-wofle – Tuhan yang tersembunyi membuat dirinya dikenal oleh manusia di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat. ORON telah memanifestasikan dirinya kepada Raa wiyon-Na wofle dalam k’wiyon-bol wofle sebagai bait suci. Bait suci ini merupakan salah satu tahapan dalam mengungkapkan wahyu wiyon-wofle dan memiliki nama simboliknya sendiri, tetapi diantara simbolik itu masing-masing memandang keseluruhan misteri tentang wiyon-wofle (Tuhan) dan sudutpandang tertentu. Metode tafsir Raa wiyon-Na wofle membuat setiap kumpulan kata dalam bo tgif merujuk pada hukum-hukum wiyon-wofle “bo snyuk”. Setiap bait verse dari bo tgif menggambarkan suatu peristiwa atau fenomena yang ada pasangannya didalam kehidupan batin wiyon-wofle sendiri.

Wiyon-wofle membuat dirinya terungkap dalam k’wiyon-bol wofle bagi manusia, dan bo tgif sebagai yang memiliki kekuatan dan manivesto. Dalam cara yang sama, wiyon-wofle merupakan nama yang diberi Tuhan untuk dirinya sendiri kepada orang Maybrat, Imian, Sawiat, sekaligus sarana yang dengan dia menciptakan alam. Secara bersamaan, ORON, KOMEYAN, WIYON-WOFLE, merupakan ketiga nama yang membentuk satu nama yang agung, yang tidak bisa diketahui oleh manusia. Nama-nama itu mewakili tahap-tahap turunnya wiyon-wofle dari kesendirian yang tak tertembus menuju alam materi. K’wiyon-bol wofle digambarkan sebagai tempat sakral. Gambaran k’wiyon-bol wofle ini mengungkapkan kesatuan simbolik gerejani. K’wiyon-bol wofle adalah bait suci yang memiliki bilik-bilik dengan pengaturan fungsi ruang yang perlu diperhatikan bagi yang memasukinya, karena keteraturannya itu membuatnya sakral, menyatukan bagian-bagian bilik itu dalam realitas yang rumit dan misterius. Meskipun ada perbedaan nama antara ORON, KOMEYAN, dan WIYON-WOFLE, ketiganya adalah satu seperti batubara dengan nyala api. Wiyon-wofle mewakili alam-alam cahaya yang menerangi kegelapan dalam k’wiyon-bol wofle yang berada dalam rahasia tak tertembus. Ini merupakan cara lain yang diungkapkan untuk menunjukkan bahwa pandangan kita tentang Tuhan dan wiyon-wofle tidak bisa sepenuhnya mengungkapkan realitas yang dirujuknya kepada setiap orang yang bukan umat pilihannya. Namun alam didalam k’wiyon-bol wofle adalah realitas alternatif yang berada, yang dilalui oleh Raa wiyon-Na wofle dan wiyon tna-wiyon wefi untuk mencapai Allah dalam alam. K’wiyon-bol wofle bukanlah anak tangga yang menghubungkan langit “ayoh” dan bumi “tabam”, tetapi melandasi alam yang dicerap oleh indera. Karena Tuhan adalah segalanya didalam segalanya, k’wiyon-bol wofle didirikan sebagai tempat meletakan tabut perjanjian wiyon-wofle – Allah, dan Allah wiyon-wofle hadir didalam segala sesuatu yang ada didalam k’wiyon-bol wofle. Raa wiyon-Na wofle juga sebagai pembimbing dan penuntun bagi wiyon tna yang masih dipenuhi dengan tahap-tahap kesadaran manusia yang harus dilalui oleh wiyon tna dalam memasuki rumah suci – k’wiyon-bol wofle untuk menuju Allah bapa – ORON yabi dengan cara terhisap dalam kuasa keilahiannya sendiri secara tiba-tiba. Ketika memasuki bilik ruang suci “kre Raa sme”. Disini Allah Bapa “ORON yabi” dan manusia kembali digambarkan sebagai yang tak terpisahkan. Pada bagian luar, “kre finya”, dilihat sebagai anggota tubuh manusia primodial sebagaimana yang dimaksud pada keteraturan bilik ruang k’wiyon-bol wofle. Inilah yang dimaksudkan alkitab ketika dinyatakannya bahwa manusia telah diciptakan dalam citra Tuhan; realitas duniawi yang ada disini bersesuaian dengan realitas arketipal yang ada didalam alam akhirat. Citra Tuhan sebagai pohon atau seorang manusia merupakan cetusan imajinatif tentang sebuah realitas yang mengelak formulasi rasional. Suku bangasa Maybrat, Imian, Sawiat, tidak bersikap antagonistik terhadap falsafah, mereka sangat menghormati Raa wiyon-Na wofle dan mereka merasa bahwa teologi wiyon-wofle ini sangat memuaskan daripada metafisikal dalam menyingkap misteri wiyon-wofle – Tuhan. Terdapat struktur yang jelas dan perkembangan tema atau gagasanpun terlihat sistematis didalam mber wiyon. Pendekatan seperti ini tampak tidak asing bagi Raa wiyon-Na wofle dan Raa bam-Na Tmah ketika memasuki k’wiyon-bol wofle sedangkan bagi orang awam raa iin-na iin yang konsepsinya tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang wiyon-wofle, akan ditolak untuk memasuki k’wiyon-bol wofle, karena mereka adalah orang berdosa yang memiliki sebaran bentuk pemikiran yang terhisap oleh keduniawian yang sangat runtut.

Tuhan sepertinya menganugerahkan kepada setiap umatnya diseluruh bumi penyataan dirinya dengan sebuah wahyu yang selanjutnya dikembangkan sebagai kepercayaan yang disebut agama suku yang unik dan personal sehingga tak ada batasan cara untuk setiap suku bangsa dalam mengenal Tuhan melalui cara yang mereka mengerti. Seiring perkembangan wiyon-wofle lapis demi lapis makna tentang Tuhan yang dikandung dalam wiyon-wofle pun akan terungkap. K’wiyon-bol wofle mengungkapkan emanasi misterius dari ketiga ruang maha suci kre mato ro mbou toni sebagai proses yang dengannya wiyon-wofle yang impersonal menjadi personal. Dalam kre mato ro mbou toni-mato wiyon sohoro yhou – ketika ORON yabi “memutuskan” untuk mengungkapkan diri, barulah realitas kemuliaan ketuhanannya itu dapat terlihat dengan sosok ORON yabi sebagai Allah Bapa tampak, ketika Raa wiyon-Na wofle dan wiyon tna menaiki aken – sampan, ORON yabi duduk didepan aken – sampan, dia menjadi nyata namun tidak dapat tersentuh, dan ketika ORON yabi atau Allah Bapa hadir, wiyon tna akan terkejut dengan kemilau sinar keilahiannya, dan ketika memasuki ruang suci – kre raa sme, Raa wiyon-Na wofle yang sebagai manusia, mereka tidak lagi terlihat sebagai manusia, akan tetapi mereka seperti para malaikat utusan Tuhan yang sedang duduk mendampingi murid – wiyon tna. Pada tahapan inilah yakni ketika Tuhan – wiyon-wofle manjadi suatu individu dan ekspresi dirinya terlengkapi, para murid wiyon tna memulai pengalaman barunya ketika diubah atau di wiyonkan-diwoflekan atau dituhankan oleh wiyon-wofle – Tuhan. Begitu seorang wiyon tna memperoleh pemahaman tentang realitas dirinya yang terdalam, dia akan menjadi sadar akan ikatan persatuannya bersama wiyon-wofle dan ia akan mengetahui kehadiran wiyon-wofle didalam dirinya dan kemudian ia mampu naik ketataran impersonal manusia sejati yang lebih tinggi, meninggalkan keterbatasan personalitas dan keduniawian yang egoistik. Ini merupakan kepulangan kembali kesumber asal wujud kita dan alam adalah realitas non-makhluk yang tersembunyi. Dalam perspektif wiyon-wofle ini, dunia inderawi kita tak lebih dari bagian akhir dan kulit paling luar dari realitas ilahiah tersendiri “bo snyuk”.

Didalam safo k’wiyon-bol wofle – rahasia tabernakel, doktrin tentang penciptaan tidak sungguh-sungguh dikaitkan dengan asal usul alam secara fisik. Wiyon-wofle begitu berbeda pandangan dengan kitab kejadian sebagai fersi simbolik dari krisis yang dialami, yang menyebabkan wiyon-wofle – Tuhan memecahkan keheningannya yang dalam dan mewahyukan dirinya sendiri. Dalam kitab Kejadian, firman kreatif pertama dari Tuhan adalah: “jadilah terang”. Bagi Raa wiyon-Na wofle, kejadian disebut “masmair rau, atau tini rau” dalam bahasa Maybrat, berdasarkan kata pembukaan pada mulanya, nyala gelap ini merupakan mahkota agung wiyon-wofle, ia bersinar tidak berwarna dan tidak berbentuk. Bahasa wiyon-wofle menyebutnya (marak) tiada. Bentuk ketuhanan tertinggi yang bisa dikonsepsikan oleh manusia disamakan dengan ketiadaan karena ia takbisa diperbandingkan dengan sesuatu yang ada. Oleh karena itu, ORON yabi lahir dari keilahiannya yang tiada, tersembunyi tak bertransendensial. Mungkin ini sama dengan yang diungkapkan oleh Kaaren Armstrong tentang penciptaan EX NIHILO. Proses ekspresi wiyon-wofle dalam k’wiyon-bol wofle terus berlanjut seperti pancaran cahaya yang menyebar ke perbilik k’wiyon-bol wofle.

Dalam teologi wiyon-wofle, menyebutkan MBOUK melakukan kesalahan yang dianggap sebagai pengusiran wiyon-wofle “Ilahi”, mereka mengatakan bahwa kehidupan ilahiah tidak lagi mengalir kedunia, karena telah terbagi dari sumber ilahinya. Berikut ungkapannya:

Fi bam Raa tuflok makah mamo tibiyo maan mhou mgin,

Ja fi bam nhout afo nbo naru ara

“hulu kapak telah dilepas dan dibawa pergi sehingga kapaknya tinggal menjadi karat, kalau hulu atau tangkai kapak dipasang baru bisa difungsikan ”.

Raa wiyon-Na wofle, sering beranggapan serta mengklaim bahwa asal mu asal segala sesuatu dari wiyon-wofle – Tuhan, dan wiyon-wofle – Tuhan itu sendiri telah berinteraksi dengan mereka didalam k’iyon-bol wofle. Tuhan adalah wiyon-wofle dan wiyon-wofle adalah Tuhan. Tetapi dengan menaati taurat, komunitas Maybrat, Imian, Sawiat, bisa memulihkan keterasingan wiyon-wofle dan menyatukan kembali alam dengan Tuhan – wiyon-wofle. Namun tidak mengherangkan banyak penafsir dari aliran gereja pertobatan menganggap teologi wiyon-wofle sebagai gagasan yang menyesatkan, tetapi perbuatan salah yang dilakukan oleh MBOUK kepada wiyon-wofle yang menggemakan sehingga mengembara jauh dari alam suci, menjadi salah satu unsur historis Raa wiyon-Na wofle yang paling pokok diingatkan.

Pandangan tentang pengusiran ilahiah ini juga menunjukkan rasa keterpisahan yang merupakan sebab dari kegalauan Raa wiyon-Na wofle. Dalam teologi wiyon-wofle, selalu diungkapkan bahwa kejahatan merupakan sesuatu yang terpisah atau telah memasuki hubungan yang tidak sesuai bagi wiyon-wofle. Salah satu persoalan etika wiyon-wofle adalah bahwa ia telah mengisolasikan kejahatan. Karena orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa tidak ada kejahatan didalam zat Tuhan, sebagaimana umat yang beragama, kita dapat menerima gagasan ini bahwa memang tak ada kejahatan dalam Tuhan, karena timbul bahaya bahwa kitapun tidak akan mampu memikulnya dalam diri kita sendiri. Kejahatan kemudian dicampakan dan dipandang sebagai monster yang tidak manusiawi. Citra setan kabes yang menyeramkan didalam wiyon-wofle, orang Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan bentuk proyeksi yang terbelokkan seperti itu. Raa wiyon-Na wofle menggambarkan bahwa akar kejahatan ada pada wiyon-wofle – Tuhan itu sendiri; didalam watum atau safo k’wiyon-bol wofle – bo snyuk yang tegas, Raa bam-Na tmah dan Raa wiyon-Na wofle mengatakan keadilan. Watum atau safo k’wiyon-bol wofle – bo snyuk mengungkapkan kejahatan atau iro disebut sebagai tangan kiri wiyon-wofle, pengampunan natmof sebagai tangan kanannya. Selama iro itu tidak ada, ia merupakan hal yang positif dan berguna. Namun jika iro itu ada, ia menjadi kejahatan dan destruktif. Wiyon-wofle menceriterakan kepada kita tentang bagaimana hal ini bisa terjadi. Tuhan menciptakan sebuah kualitas dalam tingkahlaku manusia yang disebut pilihan-pilihan untuk berdosa dan berlaku tidak adil serta berhati jahat. Tuhan dan wiyon-wofle tidak menyuruh setiap umatnya untuk berlaku seperti itu, namun Ia meninggalkan ruang bagi kita untuk menjadi diri kita sendiri dan bukannya menjadi zombie atau klon yang diciptakan dari suatu pola yang kaku. Jadi dalam ciptaannya yang menakjubkan, Tuhan – wiyon-wofle meninggalkan ruang bagi kita untuk memasuki petualangan hidup dengan suatu semangat dan itu juga memberi kita pilihan untuk berbuat jahat atau tidak. Dengan karunia untuk memiliki itu, kita dapat memilih untuk menjauh dari pengampunan yang juga melukai Tuhan – wiyon-wofle. Dengan pilihan itu, kita juga dapat memilih untuk menjadi kita yang seharusnya sesuai dengan yang ia ketahui. Dalam watum Raa wiyon-Na wofle, mengiktisarkan bahwa wiyon-wofle meninggalkan suatu batas dalalm tingkahlaku manusia untuk menjadi sopan, dan mengasihi dan mematuhi hukum, dan baik satu kepada lainnya. Ia tidak memandatkan kasih dan kesopanan dan kebaikan, namun ia meninggalkan ruang bagi kita untuk hidup melampaui diri kita sendiri, Ia menciptakan pilihan yang luarbiasa untuk menjadi trans manusia, melampaui manusia untuk bangkit diatas norma manusia dan untuk menjadi ilahi, tidak hanya untuk berperilaku berdasarkan pola dari Tuhan, namun untuk menarik sumber-sumber Tuhan untuk membuat perilaku ini seperti Tuhan.

Tuhan tidak pernah memberi kita pilihan untuk menjadi Tuhan, atau bahkan untuk memiliki atribut-atribut unik tertentu yang hanya dimiliki oleh Tuhan, seperti kesempurnaan, kendali penuh atas takdir kita tanpa batas. Kaum Maybrat, Imian, Sawiat, selanjutnya merenungkan problem kejahatan atau yang mereka pandang sebagai akibat sejenis “kecelakaan” primordial yang terjadi pada tahap paling awal dari proses pengungkapan dari wiyon-wofle – Tuhan. Wiyon-wofle menjadi kurang masuk akal jika ditafsirkan secara psikologis. Ketika bencana dan tragedy menyelimuti orang Maybrat, Imian, Sawiat, wiyon-wofle yang membantu mereka memaknai penderitaan yang menimpa mereka melalui peningkatan spiritualitas dan nasehat para teolog wiyon-wofle.

Untuk menemukan wiyon-wofle ini, Raa wiyon-Na wofle mengajarkan tentang perlunya membebaskan jiwa dan melepaskan ikatan yang membelenggu kita, “frase” melepaskan ikatan ini juga ditemukan dalam Buddhisme Tibet dan Kristen, indikasi lain tentang kesamaan universal para mistikus. Proses yang digambarkan mungkin dapat dibandingkan dengan upaya psikoanalitis untuk membuka kompleksitas yang mengganggu kesehatan mental pasien. Sebagai abdi wiyon-wofle, Raa wiyon-Na wofle lebih memperhatikan energi ilahi yang menggerakkan seluruh ciptaan tetapi tidak bisa dipersepsikan oleh jiwa. Selama kita menyumbat pikiran dengan ide-ide yang didasarkan pada persepsi inderawi, akan sulitlah untuk menangkap unsur transenden kehidupan. Melalui latihan-latihan mber wiyon, Raa wiyon-Na wofle mengajarkan murid-muridnya wiyon tna untuk melampaui kesadaran normal demi menemukan suatu alam yang sama sekali baru. Salah satu metodenya adalah maut aken (dididik atau watum), berupa meditasi tentang nama Tuhan – wiyon-wofle. Seorang murid wiyon tna dilatih untuk menghafal setiap huruf-huruf dalam bo tgif dari Raa wiyon-Na wofle dengan kekuatan ilahiah dari wiyon-wofle dalam kombinasi yang bersesuaian. Tujuannya adalah untuk membentuk seorang Raa wiyon-Na wofle yang memiliki suatu manufer kuasa dengan memisahkan pikirannya dari yang tidak konkret menuju persepsi yang lebih abstrak. Pengaruh dari latihan semacam ini terkesan ternyata sangat hebat dan metode ini juga memberikan hasil yang menakjubkan. Ini merupakan metode yang dilakukan oleh Raa wiyon-Na wofle untuk menerangi proses mental para muridnya wiyon tna dari “penjara wilayah duniawi dan membawanya menuju batas wilayah ilahi”. Dalam cara ini, “belenggu-belenggu” jiwa dibuka dan seorang murid wiyon tna dapat menemukan sumber kekuatan psikis yang mencerahkan pikiran dan mengobati penderitaan hatinya. Sebagaimana pasien psikoanalitis yang membutuhkan bimbingan terapisnya. Proses inisiasi mber wiyon-wofle dalam k’wiyon-bol wofle, dilakukan dibawah bimbingan seorang guru Raa wiyon-Na wofle. Mereka sangat sadar akan bahayanya karena mungkin pernah mereka menderita krisis pengalaman keagamaan yang nyaris membuat mereka putusasa. Sebagaimana pasien pada masa sekarang menginternalisasikan pribadi seorang analis untuk memperoleh kekuatan dan kesehatan yang dimilikinya. Demikian pula para murid wiyon tna sering “melihat” dan “mendengar” pribadi pembimbing spiritual mereka, yang menjadi penggerak dari dalam yang membuka pintu baru dan perubahan batin yang begitu kuat sehingga seolah-olah tafsiran lain tentang ekstasi seorang murid wiyon tna menjadi Raa wiyon-Na wofle bagi dirinya sendiri karena membuat jauh hubungannya dengan wiyon-wofle setelah dibebaskan dan dicerahkan dalam k’wiyon-bol wofle.

Raa wiyon-Na wofle kini enggan untuk meningkatkan pendekatan diri dengan wiyon-wofle. Raa wiyon-Na wofle hanya akan berkata bahwa melalui aktivitas teologi wiyon-wofle – mber wiyon-wofle seorang murid wiyon tna telah disentuh oleh wiyon-wofle – Tuhan secara langsung. Mungkin ada perbedaan yang jelas antara teologi wiyon-wofle dengan psikoterapi moderen, namun kedua disiplin itu telah mengembangkan teknik-teknik yang sama untuk mencapai penyembuhan dan keutuhan pribadi.

Di Barat, orang Kristen lebih lambat mengembangkan suatu tradisi mistikal. Mereka sama dengan kaum wiyon-wofle di Maybrat, Imian, Sawiat, Papua barat, yang mana tertinggal dengan kaum monoteis di Byzantium maupun Imperium Islam dan mungkin tidak siap untuk perkembangan baru. Namun, selama abad keempatbelas, dibarat terjadi ledakan dahsyat agama mistikal, khususnya di Eropa Utara. Jerman secara khusus menghasilkan sekelompok mistikus; Meister Eckhart (1260-1327), Johanes Tauler (1300-61), Gertrude yang agung (1256-1302), dan Henry Suso (kl. 1295-1306). Di Inggris juga memberi kontribusi signifikan terhadap perkembangan barat ini, sedangkan di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, dengan lengah mematikan agama wiyon-wofle oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang berfokus pada Kristen pada abad pertengahan kedelapan belas.

Meski orang Maybrat, Imian, Sawiat, percaya bahwa kepercayaan terhadap wiyon-wofle adalah sesuatu yang rasional, pada saat yang sama mereka menyangkali bahwa akal semata membentuk konsepsi yang memadai tentang hakekat ilahi; Dalil tentang sesuatu yang bisa dibuktikan oleh persepsi inderawi sebab dia bukanlah materi, atau oleh akal, sebab dia tidak memiliki bentuk apapun yang bisa diketahui. Wiyon-wofle bukan sekedar wujud lain yang eksistensinya bisa dibuktikan seperti layaknya objek pikiran normal lainnya.

Wiyon-wofle, demikian Raa wiyon-Na wofle menyatakan, adalah marak “tiada”. Ini bukan berarti wiyon-wofle adalah sebuah ilusi, melainkan bahwa dia memiliki bentuk eksistensi yang lebih kaya dan lebih utuh dibandingkan dengan yang bisa kita ketahui. Raa wiyon-Na wofle juga menyebut wiyon-wofle sebagai mamur “kegelapan”, bukan untuk menyatakan ketiadaan cahaya, melainkan untuk menunjukkan kehadiran sesuatu yang lebih cerah di dalam kegelapan itu. Raa wiyon-Na wofle juga membedakan antara “wiyon-wofle” tertinggi yang disebut-sebut sebagai ORON yabi yang paling cocok digambarkan lewat terma negative seperti “kekacauan, kekeliruan, kegelapan dan ketiadaan”, dengan wiyon-wofle yang dikenal sebagai Komeyan, Orong, Wiyon-Wofle. Ketiga oknum ini juga mirib dengan pikiran yang dikembangkan Kristen barat, yang selalu menggunakan analogi Agustinus tentang trinitas dalam pikiran manusia dan menyiaratkan bahwa meski doktrin trinitas tidakbisa diketahui oleh akal, namaun hanya akallah yang mempersepsikan Tuhan sebagai tiga oknum; begitu seorang wiyon tna telah mencapai penyatuan diri dengan wiyon-wofle, dia akan melihatnya sebagai yang esa. Orang Kristen Yunani tidak akan menyukai gagasan semacam ini, namun seorang Kristen barat “Eckhart” sepakat dengan mereka bahwa trinitas sebenarnya merupakan doktrin mistikal. Dia senang membicarakan Tuhan Bapa yang menurutnya telah menghadirkan putra didalam jiwa, persis seperti perawan Maria yang telah mengandung Kristus didalam rahim. Raa wiyon-Na wofle juga telah melihat kelahiran seorang murid wiyon tna dari k’wiyon-bol wofle sebagai simbol kelahiran jiwa dihati seorang wiyon tna. Ini merupakan suatu penafsiran alegoris tentang keterkaitan jiwa dengan wiyon-wofle.

Wiyon-wofle hanya diketahui melalui pengalaman inisiasi mber wiyon. Oleh karena itu, lebih baik berbicara tentang dia dengan menggunakan terminologi negatef. Bahwa kita harus memurnikan konsepsi tentang wiyon-wofle dan membuang prakonsepsi konyol dan tamsil yang antropomorfis kita, bahkan mesti kita menghindar dari menggunakan kata “wiyon-wofle” itu sendiri. Mungkin ini yang merupakan inti pokok yang diungkapkan Raa wiyon-Na wofle tentang keterpisahan terakhir dan tertinggi manusia bahwa ketika demi wiyon-wofle, seorang murid wiyon tna meninggalkan keduniawiannya. Ini tentu merupakan proses yang menyakitkan. Karena wiyon-wofle itu tiada, maka murid wiyon tna harus siap untuk menjadi tiada pula agar mencapai penyatuan dengan wiyon-wofle. Dalam proses ini, Raa wiyon-Na wofle berbicara tentang “pelepasan” atau lebih tepatnya “keterpisahan (abgeschiedenheit)”. Raa wiyon-Na wofle mengajarkan seorang murid wiyon tna untuk harus menolak terbelenggu pada ide terbatas apapun tentang wiyon-wofle. Hanya dengan cara itu, seorang wiyon tna kan mencapai kesamaan dengan wiyon-wofle dan disebut Raa wiyon-Na wofle, “eksistensi” wiyon-wofle tentunya adalah eksistensi Raa wiyon-Na wofle, dan keberadaan wiyon-wofle menjadi keberadaan Raa wiyon-Na wofle itu sendiri. Karena wiyon-wofle adalah landasan bagi wujud, takperlu lagi mencarinya “diluar sana” atau membayangkan pendakian menuju sesuatu yang berada diluar k’wiyon-bol wofle yang hanya dikenal oleh Raa wiyon-Na wofle ini.

Raa wiyon-Na wofle menyatakan bahwa seorang manusia biasa dapat mencapai kesamaan dengan Tuhan dalam wiyon-wofle!. Dalam Teologi wiyon-wofle, orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa Tuhan wiyon-wofle dapat dijangkau dengan cara mber wiyon dalam k’wiyon-bol wofle, sehingga Tuhan – wiyon-wofle dapat mengomunikasikan dirinya kepada Raa wiyon-Na wofle yang adalah manusia. Jika terdapat perbedaan antara esensi Tuhan dan “aktivitas” atau “energiNya”, seperti yang diajarkan oleh Bapa Gereja, tentu merupakan penghujatan Kristen dalam doa dengan Tuhan itu sendiri? Gregory Palmas, Uskup besar Saloniki, mengajarkan bahwa, meski tampaknya paradoks setiap orang Kristen, dapat memperoleh pengetahuan langsung tentang Tuhan itu sendiri. Memang benar esensi Tuhan dalam teologia Kristen dan esensi wiyon-wofle dalam teologia wiyon-wofle merupakan hal yang selalu diluar pemahaman kita, tetapi energi dari wiyon-wofle tidak berbeda dari Tuhan dan tidak boleh dipahami sebagai sisa-sisa cahaya Tuhan semesta.

Raa wiyon-Na wofle pasti akan setuju; Tuhan – wiyon-wofle akan tetap diselimuti kegelapan yang tak tertembus, namun bo snyukNya (yang bersesuaian dengan konsepsi Raa wiyon-Na wofle tentang) “ENERGI” dengan sendirinya suci, bertiup secara abadi dari inti Tuhan tertinggi (Wiyon-wofle). Raa wiyon-Na wofle biasanya mengalami dan melihat “energi-energi” ini secara langsung, seperti yang dikatakan pula dalam alkitab bahwa “kemuliaan” Tuhan telah tiba. Tak seorangpun pernah melihat esensi Tuhan, namun bagi Raa wiyon-Na wofle mereka mampu berinteraksi dengan wiyon-wofle dan mereka mampu mengerti akan esensi wiyon-wofle, ini bukan berarti suatu pengalaman dalam teologia wiyon-wofle tentang wiyon-wofle adalah mustahil, tetapi benar-benar merupakan sesuatu yang transedensial dan koheren. Kenyataan bahwa penyataan tentang esensi wiyon-wofle ini tidak bersifat paradoksial dan bagi Raa wiyon-Na wofle mungkin tidak akan pernah mengambil pusing dengan kesepakatan orang Kristen Yunani yang menyatakan bahwa setiap pernyataan tentang Tuhan pasti bersifat paradoksial, dan hanya dengan demikian orang bisa mempertahankan rasa tentang misteri dan ketakterjangkauannya. Palmas, menuliskannya sebagai berikut:

Kita dapat berpartisipasi dalam hakekat ilahi, namun pada saat yang sama dia secara keseluruhan tetap tak terjangkau. Kita perlu menegaskan keduanya pada waktu yang bersamaan dan mempertahankan antimony sebagai kriteria bagi doktrin yang benar.

Tak ada yang baru dalam doktrin Palmas, karena semua itu pernah dirumuskan oleh Symeon sang teolog baru pada abad kesebelas. Namun, Palmas ditentang oleh Barlam the Calabrian yang pernah belajar di Italia dan sangat kuat dipengaruhi oleh Aristotelianisme rasionalistik Thomas Aquinas. Dia menentang perbedaan tradisional Kristen antara esensi Tuhan dengan energinya dan menuduh Palmas memecah Tuhan dalam dua bagian yang terpisah. Barlam mengajukan definisi tentang Tuhan yang merujuk kembali kepada kaum rasionalis Yunani Kuno dan menekankan simplisitas mutlaknya. Para Filusuf Yunani, seperti Aris Toteles yang menurut Barlam, secara istimewa telah dicerahkan oleh Tuhan, dan mengajarkan bahwa Tuhan takbisa diketahui dan jauh dari alam. Tidaklah mungkin, olehkarena itu, bagi manusia untuk “melihat” Tuhan; manusia hanya bisa merasakan pengaruhnya secara tidak langsung didalam kitab suci atau kehebatan penciptaan.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan para teolog tradisional wiyon-wofle senangtiasa tak acuh pada kecenderungan seperti ini dalam pemikiran barat dan mereka dalam menghadapi rasukan ide-ide latin yang rasionalistik ini, bagi Raa wiyon-Na wofle, Tuhan dan wiyon-wofle tidakboleh direduksi kedalam sebuah konsep yang dapt diekspresikan oleh perkataan manusia. Raa wiyon-Na wofle mengatakan bahwa wiyon-wofle tidakbisa diketahui, namun mereka berkeyakinan bahwa mereka dapat mengalami kehadiran wiyon-wofle – Tuhan dalam k’wiyon-bol wofle. Kaum Kristen meyakini cahaya yang telah mengubah kemanusiaan Yesus di Gunung Tabor bukanlah esensi Tuhan, yang memang takpernah dilihat oleh manusia, tetapi dengan cara yang misterius merupakan Tuhan itu sendiri. Menurut teologia wiyon-wofle, menyatakan bahwa didalam k’wiyon-bol wofle, Raa wiyon-Na wofle telah melihat Bapa ORON yabi sebagai cahaya dan wiyon-wofle sebagai cahaya. Itulah wahyu tentang “Raa wiyon-Na wofle” yang dahulu dan Raa wiyon-Na wofle yang akan dating, ketika seperti Raa wiyon-Na wofle, kita di wiyonkan-diwoflekan. Apa Raa wiyon-Na wofle “lihat” ketika berkontemplasi tentang Tuhan – wiyon-wofle, melainkan wiyon-wofle – Tuhan itu sendiri. Tentusaja ini merupakan sebuah kontradiksi, namun Tuhan Kristen memang sebuah paradoksial. Antimony dan keheningan mewakili satu-satunya sikap yang tepat dihadapan misteri yang kita sebut “Tuhan” – bukan sebuah hiruk-pikuk filosofis yang mencoba menjernihkan segala kesulitan kita.

Raa wiyon-Na wofle telah mampu membuat konsepsi ketuhanan yang begitu konsisten dalam wiyon-wofle; dalam pandangan mereka, wiyon-wofle itu identik dengan esensinya atau tidak sama dengan esensi manusia. Mereka telah mampu untuk membatasi wiyon-wofle pada esensinya dan menyatakan bahwa adalah mustahil baginya untuk hadir diluar k’wiyon-bol wofle melalui “energinya”. Hal ini menunjukkan suatu perbedaan arti bagi kita untuk berpikir tentang wiyon-wofle yang merupakan fenomena baru bila didengar oleh orang awam raa iin-na iin tentang wiyon-wofle yang mustahil ini. Raa wiyon-Na wofle berkeyakinan bahwa visi tentang wiyon-wofle merupakan ekstasi bersama; Raa wiyon-Na wofle bertransedensi terhadap diri mereka sendiri namun wiyon-wofle juga mengalami ekstasi transedensi dengan cara keluar dari “dirinya” yang tersembunyi agar dapat dikenal oleh Raa wiyon-Na wofle; wiyon-wofle juga keluar dari dirinya sendiri dan turun untuk menjadi satu dengan pikiran Raa wiyon-Na wofle.

Kita dapat saksikan bahwa wiyon-wofle – Tuhan, pada abad kedelapanbelas kebawah telah meraih keunggulan atas Tuhan dalam bibel di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Wiyon-wofle telah mampu menerobos lebih jauh kedalam pikiran orang Maybrat, Imian, Sawiat, daripada bentuk agama yang lebih rasionalistik dan legalistik. Wiyon-wofle mampu menjawab kebutuhan, ketakutan, dan kecemasan primitif orang Maybrat, Imian, Sawiat. Pada abad kesembilanbelas, orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah menerima agama injil yang diparadoksial dan mengambil langkah awal yang sangat menjanjikan dan agama Kristen selanjutnya lambat laun mampu menyebar menyusup keseluruh orang Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga disebut orang Nasrani dan kemudian melahirkan penginjil, pendeta, dan hamba Tuhan baru dalam mengembangkan spiritualitas yang alkitabiah ini. Pada abad kesembilanbelas dan abad keduapuluh inilah orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulai melihat Tuhan dalam cara kekristenan melalui biblikal, dan mereka mulai berlomba untuk melakukan perjalanan seremonial menuju ke Yerusalem dalam mengikuti hari raya pondok daun. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, kini sangat identik dengan mengungkapkan bahwa “kami adalah umat Israel” dan kelihatannya budaya orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan karakternya memiliki kesamaan dengan Israel, terutama budaya peribadatan dan agama yang terlihat memiliki sebagian besar kesamaan yang begitu menonjol, sebagaimana telah kita lihat sebelumnya bahwa diantara orang Maybra, Imian, Sawiat, dan orang Israel memiliki Tuhannya masing-masing, dan sebenarnya Tuhan yang masing-masing itu adalah Tuhan sang realitas tertinggi yang satu itu, yang mana dikenal sebagai YHWH dalam bahasa Ibrani dan wiyon-wofle dalam bahasa Maybrat, Imian, Sawiat. Selain itu, Israela dan Maybrat, Imian, Sawiat, juga memiliki kesamaan lain seperti kesamaan-kesamaan dalam “Kemah” yang walaupun juga berbeda sebutan akan tetapi memiliki kesamaan yang begitu mutlak, kesamaan-kesamaan kemah yang begitu mutlak ini terlihat dalam pembagian bilik ruang tabernakel yang mana keduanya memiliki aturan-aturan dan norma yang mengatur tentang fungsi ruang, dan pembagian tugas antara para Imamat (Raa bam-Na tmah) dan Rasuli (Raa wiyon-Na wofle) yang juga merupakan signifikasi yang mutlak. Walaupun orang berkata, manamungkin keduanya memiliki kesamaan, dan kenapa dikatakan bahwa Tuhan yang disembah oleh orang Israel dan orang Maybrat, Imian, Sawiat, itu adalah Tuhan yang satu?, memang demikian dapat di katakan bahwa kalimat itu diberikan kepada kedua kepercayaan tersebut karena memiliki kesamaan-kesamaan yang begitu signifikan terlihat mutlak dan memiliki kebenaran yang tidak terubahkan.

Tidak ada komentar: