Launching

Launching

Jumat, 09 Oktober 2009

ADAKAH MASADEPAN BAGI WIYON-WOFLE?

Part 18

ADAKAH MASADEPAN BAGI WIYON-WOFLE?

oleh

Hamah Sagrim

Menjelang akhir millenium kedua, orang Maybrat, Imian, Sawiat, bahkan kita semua melihat dengan jelas bahwa dunia yang kita kenal sedang sekarat. Selama beberapa dekade, kita hidup dengan pengetahuan bahwa kita telah sukses menciptakan segala sesuatu yang briliant. Perang dingin dan wabah kelaparan serta penyebaran virus AIDS mengancam menyebabkan proporsi penyakit yang tidak dapat dikendalikan. Dalam dua atau tiga generasi mendatang, jumlah penduduk akan menjadi terlalu besar bagi planet bumi. Ribuan orang berada diambang ajal karena kelaparan dan kekeringan. Generasi-generasi sebelum kita telah merasakan bahwa akhir dunia sudah dekat, tetapi kita tampaknya sedang menghadapi masa depan yang tak terbayangkan. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, apakah gagasan tentang wiyon-wofle akan muncul dalam tahun-tahun mendatang? Selama abad kedelapanbelas hingga ketujuhbelas kebawah, gagasan – gagasan itu telah mampu menjawab pada tuntutan zaman tersebut, tetapi pada abad kesembilanbelas hingga abad saat ini, semakin banyak orang Maybrat, Imian, Sawiat merasakannya tak lagi ada (hilang - lose), dan ketika sebuah gagasan keagamaan kehilangan fungsi, iapun akan terlupakan, demikian yang terjadi pada wiyon-wofle. Wiyon-wofle memang merupakan gagasan masa silam orang Maybrat, Imian, Sawiat. Para penulis kitab perjanjian baru menganggap terjangkiti kesadaran keliru yang berakar pada masa mereka, tetapi para analis menganggap kesadaran masanya sebagai karunia intelektual yang murni. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, memandang wiyon-wofle sebagai kondisi ketuhanan yang tidak dapat dihapus begitusaja pada era apapun.

Sebenarnya setiap suku bangsa mempertahankan agama dan Tuhan mereka tanpa harus dipengaruhi oleh agama lain, karena ketika ia beribadah menurut agamanya, ia akan merasakan sesuatu yang luarbiasa tentang Tuhan dan nilai keilahiannya lebih tinggi atau boleh dikatakan sangat sempurna. Akan tetapi, seseorang melepaskan agamanya yang telah ia sembah dan ia lebih mengerti, ia telah mencapai nilai tidak sempurna, karena dia tidak begitu mengerti tentang agama baru dengan Tuhan yang disembahnya itu. Karena dalam kitab perjanjian baru telah mengatakan demikian; ambillah bagianmu dan jangan mengambil bagian orang, karena bagimu akan dikurangi. Allah sudah memberi kepada setiap suku bangsa bagian-bagiannya, baik itu budaya, bahasa, laut, tanah, agama dan sebagainya bagi mereka masing-masing dan Ia berdiam didalamnya secara rahasia melalui perbagian keilahianNya yang berbeda itu.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah kehilangan bagian mereka, karena mereka memaksakan untuk mengambil bagian daripada milik Israel dengan berkeinginan sebagai umat Kristus, padahal telah jelas-jelas dalam kitab injil menyebutkan bahwa kaum Yahudi adalah zaitun asli sedangkan yang lainnya adalah zaitun liar. Pengajaran Kristen mengharuskan setiap umat yang bukan orang Israel bertekuk lutut dan mendoakan orang Israel agar mereka juga diberkati dan Allah Abraham, Ihak, dan Yakub mau menerima orang bukan keturunan Israel sebagai anakNya. Bagian milik orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah terbuang jauh, ibarat seseorang yang menjual seluruh pakaiannya yang telah dipakainya dan ia berjalan dengan telanjang untuk meminta pakaian milik saudaranya yang lain dengan memohon; padahal keduanya mempunyai bagian yang sama.

Sebenarnya yang dipersoalkan disini adalah keberadaan Tuhan itu, dan sebenarnya gagasan tentang Tuhan wiyon-wofle mempunyai makna yang koheren. Pernyataan tentang Tuhan wiyon-wofle begitu bermakna karena penyataan tentang Allah yang bisa diferifikasi atau dibuktikan kekeliruan tentangNya dalam k’wiyon-bol wofle.

Raa wiyon-Na wofle berkata bahwa ALLAH bapa, atau ORON yabi bertahta didalam k’wiyon-bol wofle, merupakan pernyataan bermakna karena suatu interaksi yang transendensial antara manusia awam dan Raa wiyon-Na wofle dan dengan ORON YABI atau ALLAH. Demikianpula pernyataan lain yang dikatakan oleh Raa wiyon-Na wofle dalam keimanan mereka membuat pernyataan yang bermakna taatkala berkata : aku percaya kepada wiyon-wofle (Tuhan), sebab setelah mati, kita tentu bisa melihat kebenaran tersebut. Bagi Raa wiyon-Na wofle berpengertian yang lebih luas lagi bahwa, wiyon-wofle (TUHAN) selalu berada dalam pengertian apapun yang bisa kita pahami (Ait yhar bonout wanu beta). Pernyataan ini begitu fantasi; karena teologi wiyon-wofle sangat sakral dan kata-kata firman (bo tgif) yang diterima oleh Raa wiyon-Na wofle mengandung isi yang bermakna kesucian, dan kalimat-kalimat yang mengandung Tuhan wiyon-wofle begitu sangat koheren, dan memiliki ferifikasi – pembuktian kekeliruan sehingga berbicara tentang wiyon-wofle mempunyai makna yang logis, karena bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, tak ada sesuatupun didalam konsep tentang wiyon-wofle yang ditolak atau diragukan.

Akantetapi dapat kita saksikan pula bahwa tidak semua orang beragama berpaling kepada Tuhan, untuk memperoleh penjelasan tentang alam. Banyak yang memandang dalil-dalil itu sebagai pengalih perhatian. Kini orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah menciptakan kebiasaan baru dengan membaca kitab suci secara harfiah dan menafsirkannya secara spesifik tentang doktrin yang seakan-akan doktrin itu merupakan fakta objektif. Kebanyakan orang Maybrat, Imian, Sawiat, menganggapnya sebagai sebuah fakta objektif karena doktrin dalam kitab suci selalu diparalelkan atau diaplikasikan dengan doktrin dalam wiyon-wofle. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, Tuhan yang subyektif tidak mungkin dibuktikan dan seakan-akan Dia merupakan fakta obyektif sebagaimana yang mereka temui didalam k’wiyon-bol wofle. Raa wiyon-Na wofle telah meninggalkan kesendirian mereka dan berangkat menuju dunia keilahiah. Dengan cara yang sama, Raa wiyon-Na wofle dan Kristen adalah manusia sekular yang teguh. Mereka telah meninggalkan tempat suci “k’wiyon-bol wofle” yang biasa ditempati wiyon-wofle “Tuhan” untuk bertemu dengan Raa wiyon-Na wofle dilingkungan sekitar k’wiyon-bol wofle dalam dunia baru atau alam Tuhan. Saya setuju dengan kata-kata seorang teolog kulit hitam semacam James H. Cone, yang bertanya “bagaimana mungkin orang kulit putih merasa berhak untuk menegakkan kebebasan manusia melalui kematian Tuhan? Sementara mereka memperbudak manusia atas nama Tuhan”. Para teolog tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, merasa mustahil jika seorang manusia hidup tanpa wiyon-wofle (Tuhan). Mereka sendiri juga telah menyadari bahwa wiyon-wofle (Tuhan) telah dimatikan oleh Kristen. Teologi wiyon-wofle mampu membuat orang Maybrat, Imian, Sawiat, menemukan ketenteraman baru didalam k’wiyon-bol wofle. Semua orang Maybrat, Imian, Sawiat, memandang wiyon-wofle (Tuhan) sebagai yang besar, yang darinya manusia berasal dan kepadanya manusia akan kembali, dan wiyon-wofle (Tuhan) dianggap lebih agung bagi manusia, ia lebih suci dari manusia, Ia maha tahu daripada manusia, Ia maha ada (omni present) daripada manusia, Ia tidak terbatasi oleh apapun.

Sebagai gantinya, kita mesti menemukan “Tuhan” diatas Tuhan. personal ini Tak ada kandungan yang baru di dalamnya, semenjak abad kesembilanbelas orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulai beradabtasi dengan kitab suci. Zaman ini boleh dikatakan sebagai new zaman in biblical bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat. Raa Wiyon-Na wofle telah menyadari watak paradoks Tuhan yang mereka sembah, menyadari bahwa Tuhan dipersonalisasikan dalam wiyon-wofle, ini diseimbangkan oleh keilahian yang transpersonali. Bagi kaum Kristen, setiap pendoa merupakan kontradiksi, karena Allah berbicara dengan seseorang yang sedang berbincang denganNya justru mustahil bertatap langsung secara nyata dan mustahil suaraNya mustahil frontal terdengar. Selama berabad-abad, simbol-simbol wiyon-wofle pelindung dan keabadian telah membuat orang Maybrat, Imian, Sawiat, bersabar menanggung nestapa kehidupan dan horror kematian, namun ketika muncul ketakutan dan keraguan, simbol-sibol ini kehilangan. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mengalami ketakutan dan kecemasan ini, biasanya mereka harus mencari Raa wiyon-Na wofle untuk terapi dengan pergi kepada wiyon-wofle (Tuhan).

Pengalaman orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Raa wiyon-Na wofle mempercayai Tuhan yang dikonsepsikan sebagai wiyon-wofle diatas Tuhan, ini bukanlah keadaan yang ganjil yang dapat dibedakan dari pengalaman emosional atau intelektual lain. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, boleh berkata bahwa “mereka memiliki pengalaman khusus dalam teologi wiyon-wofle, sebab wiyon-wofle (Tuhan) dalam k’wiyon-bol wofle yang berwujud itu mendahului dan fundamental bagi semua emosi, semangat, harapan dan keputusasaan manusia”. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, ini merupakan pengalaman tersendiri mereka, akan tetapi pengalaman-pengalaman semacam ini sering dialami oleh setiap penganut agama yang mempercayai Tuhan diatas Tuhan. Oleh karena itu, keadaan semacam ini bukanlah suatu keadaan yang dinamakan tersendiri, namun meliputi setiap pengalaman kemanusiaan yang normal. Tuhan yang diimani telah beringkarnasi didunia yang telah menjadi sakramen kehadiranNya, baik ia hadir didalam kabbalah, gereja, k’wiyon-bol wolfe dan diri pribadi setiap orang. Alih-alih berkonsentrasi pada Yesus kristus, orang Kristen mesti menumbuhkan potret klimaksn proses evaluasi ketika Tuhan menjadi segala didalam segala. Kitab suci mengatakan kepada kita bahwa Tuhan adalah cinta, dan sains menunjukkan bahwa dunia alamiah berkembang menjadi kompleksitas yang lebih tinggi dan kesatuan yang lebih besar dalam keragaman ini. Kesatuan – dalam perbedaan ini merupakan cara Tuhan mengungkapkan cintaNya yang menggerakkan seluruh ciptaanNya. Tuhan tidakboleh disamakan dengan dunia ini, karena akan menghilangkan transendensialNya, tetapi teologi wiyon-wofle merupakan pemberi perubahan bagus terhadap orang Maybrat, Imian, Sawiat Papua, yang mencirikan spiritualitas wiyon-wofle.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, melukiskan Tuhan wiyon-wofle sebagai Allah, Dia tidak digambarkan sebagai sahabat dunia, atau Dia tidak digambarkan sebagai teman sependerita yang mengerti manusia. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak begitu keliru dalam menempatkan Tuhan wiyon-wofle sebagai tatanan adialami. Dalam konsepsi orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang Tuhan wiyon-wofle yang alamiah ini, mereka memasukkan semua aspirasi, dan potensi yang dipandang mukjizat (bo tohõ). Hal ini mencakup pula “pengalaman keagamaan” orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang wiyon-wofle. Raa wiyon-Na wofle bilamana ditanya “apakah anda pikir wiyon-wofle terpisahkan dari alam?” mereka pasti menjawab bahwa wiyon-wofle itu maha berada (omni present). Dalam teologi wiyon-wofle, manusia diarahkan oleh dorongan yang sama; menjadi cerdas, bertanggungjawab, bernalar, mencintai dan harus berubah sebagai anak Tuhan Raa wiyon-Na wofle. Olehkarena itu, watak dasar manusia menuntut Raa wiyon-Na wofle untuk mentransendensikan dirinya dan persepsi mereka pada saat berada didalam k’wiyon-bil wofle yang kealahan, dan prinsip ini mengindikasikan apa yang disebut sebagai wiyon-wofle (Tuhan) didalam hakikat dasar seluruh persoalan kemanusiaan. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, terutama Raa wiyon-Na wofle telah “melihat” Tuhan yang dikonsepsikan sebagai wiyon-wofle didalam k’wiyon-bol wofle, ia dilihat dalam bentuk yang penuh bersinar kealahan dan wajahnya begitu sulit untuk terlihat. Penekanan Raa wiyon-Na wofle terhadap keberadaan wiyon-wofle menunjukkan bahwa wiyon-wofle ditemukan melalui indera dan tidak hanya melalui nakal dan bagian diri manusia yang lebih abstraksi. Kesemuanya ini hanya akan berlangsung didalam k’wiyon-bol wofle.

Bagi Raa wiyon-Na wofle, wiyon-wofle (Tuhan) tidakbisa diperbandingkan dengan hal-hal lain. Mereka juga menekankan bahwa wiyon-wofle sebagai satu-satunya realitas, maka yang ada hanyalah Dia dan dunia itu pada dasarnya ilahiah. Hal ini merupakan suatu kebenaran esoterik yang hanya bisa dipahami dalam konteks disiplin teologi wiyon-wofle. Dalam pengalaman-pengalaman Raa wiyon-Na wofle yang mengungkapkan tentang wiyon-wofle lebih terjangkau oleh manusia melalui k’wiyon-bol wofle sebagai tahta. Disimpulkan bahwa agama wiyon-wofle dan k’wiyon-bol wofle merupakan tempat perjumpaan dengan wiyon-wofle (Tuhan). Dalam k’wiyon-bol wofle, ada tiga wilayah ruang; pertama; wilayah ruang luar, sebagai tempat dimana Raa wiyon-Na wofle bisa bertemu dengan orang awam (Raa iin-Na iin), kedua; wilayah ruang suci, sebagai ruang wilayah dengan ruang dan waktu tempat Raa wiyon-Na wofle berhubungan dengan wujud lain sebagai subjek dan objek, sebagai Aku – Dia “manusia Raa wiyon-Na wofle – Tuhan wiyon-wofle”. Ketiga, wilayah ruang maha suci, dimana Raa wiyon-Na wofle berhubungan dengan yang lain sebagai sumber realitas tertinggi sebagaimana adanya, memandangnya sebagai tujuan pokok. Inilah wilayah atau ruang Aku – Engkau, yang mengungkapkan keberadaan wiyon-wofle (Tuhan) yaitu tahta Allah. Dalam teologi wiyon-wofle “mber wiyon” adalah berdialog dengan wiyon-wofle yang tidak membinasakan kebebasan atau kreativitas Raa wiyon-Na wofle, karena bagi Raa wiyon-Na wofle, wiyon-wofle (Tuhan) tidakpernah menyatakan kepada mereka apa yang ditentukannya atas diri mereka. Mereka mengalaminya hanya sebagai kehadiran dan dorongan. Raa wiyon-Na wofle selalu mengetahui dan mengerti akan makna-maknanya.

Perlu disadari bahwa bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, k’wiyon-bol wofle merupakan bait suci bagi mereka yang mana didalamnya berdiam wiyon-wofle (Tuhan) pada tahtanya. K’wiyon-bol wofle melukiskan realitas keberadaan wiyon-wofle, k’wiyon-bol wofle memikul makna yang terlalu agung dan kompleks, dan mempunyai asosiasi sacral yang begitu suci. Dalam pendidikan inisiasi wiyon-wofle, Raa wiyon-Na wofle diharuskan melawan kedagingan dan dehumanisasi moderenis. Bagi Raa wiyon-Na wofle, menganggap tindakan ini lebih memenuhi kebutuhan wiyon-wofle daripada kebutuhan mereka sendiri sebagai manusia. Raa wiyon-Na wofle menganggap bahwa kehidupan moderen ditandai oleh depersonalisasi dan eksploitasi; bahkan wiyon-wofle akan direduksi menjadi sesuatu untuk dimanipulasi dan melayani tujuan-tujuan manusia. Akibatnya, agama wiyon-wofle akan menjadi suram dan membosankan; kita membutuhkan teologi kedalaman tentang wiyon-wofle ini, untuk masuk kebawah struktur-struktur dan memulihkan kekaguman, misteri, dan ketakjuban semula. Suatu nilai tersendiri dalam membuktikan keeksistensian wiyon-wofle secara logis dan realistis. Iman orang Maybrat, Imian, Sawiat, kepada wiyon-wofle memancar dari pemahaman langsung yang tidak ada kaitannya dengan konsep-konsep kemanusiawian dan rasionalitas. Wiyon-wofle harus ditafsirkan dengan baik agar melahirkan kepekaan tentang yang maha kuasa. K’wiyon-bol wofle juga mesti dipandang sebagai gerak simbolik yang melatih Raa wiyon-Na wofle atau manusia untuk hidup dalam kehadiran wiyon-wofle (Tuhan). Setiap bilik dalam k’wiyon-bol wofle, memiliki daya keilahian, dan alam dalam ruang bilik k’wiyon-bol wofle memiliki daya keilahian kuasa wiyon-wofle yang mana memiliki rhitem dan logikanya sendiri. Diatas segalanya, orang Maybrat, Imian, Sawiat, menyadari bahwa wiyon-wofle membutuhkan manusia. Wiyon-wofle bukanlah Tuhan yang jauh sebagaimana yang dikonsepsikan oleh para filosof, namun yang peduli terhadap penderitaan manusia sebagaimana digambarkan oleh Raa wiyon-Na wofle.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, memandang wiyon-wofle sebagai cita-cita penting dengan cara yang mengatakan kepada Raa wiyon-Na wofle. Mereka memandangnya sebagai Tuhan yang ada, walaupun hanya bisa dilihat dengan mata yang sudah dicelikkan (Raa mber), bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, itu bukanlah merupakan persoalan. Bila orang Maybrat, Imian, Sawiat, hidup tanpa ide tentang wiyon-wofle, makan tak ada makna hidup tentang kebenaran, atau moralitas mutlak; etika, mungkin hanya soal selera, rasa atau perilaku. Kita tarik kesimpulan persepsi ini pada dunia moderen, bahwa tanpa ide tentang “Tuhan”, politik dan moralitas akan menjadi pragmatik dan licik, tidak bijak. Jika tidak ada yang mutlak, tak ada alasan untuk tidak bermusuhan atau bahwa perang lebih buruk daripada damai. Agama pada dasarnya merupakan perasaan batin bahwa ada Tuhan. Salahsatu impian kita yang paling awal adalah kerinduan akan keadilan (betapa sering kita mendengar seseorang memprotes; “itu tidak adil!!”). agama merekam aspirasi dan gugatan manusia dihadapan penderitaan dan kekeliruan. Agama membuat kita sadar akan keterbatasan kita; kita semua berharap ketidak adilan didunia segera berakhir.

Orang yang tidak memiliki kepercayaan keagamaan, dia akan berjalan menurut egonya sendiri. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, menemukan Tuhan sebagai wiyon-wofle, kedengarannya asing, tetapi tidaklah seasing yang kita bayangkan, karena semuanya berfokus kepada Tuhan, dan Tuhan bukanlah sesuatu yang baru. Sebagimana yang telah kita saksikan, kitab suci Yahudi yang oleh orang Kristen disebut perjanjian “lama” mereka, memperlihatkan proses yang serupa; al-Quran sejak awal menyebut Allah dalam istilah yang kurang personal dibandingkan tradisi Yudeo Kristen. Doktrin semacam trinitas dan mitologi serta simbolisme system istikal semuanya berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Namun ini tidak menjadi jelas dengan sendirinya bagi kebanyakkan orang beriman.

Ketika orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Raa wiyon-Na wofle dikecewakan awalnya oleh Kristen, yang tidak memberi ruang untuk wiyon-wofle didalam kosmologinya, mereka masih berpikir tentang Tuhan dalam terma wiyon-wofle, sebagai wujud yang telah menciptakan alam sebagaimana layaknya kita, manusia membuat sesuatu. Namun kisah penciptaan sejak awal tidak begitu diungkapkan secara rinci oleh Raa wiyon-Na wofle untuk dipahami secara harafiah. Seperti pengertian tentang Yahweh sebagai pencipta belum masuk kedalam Yudaime hingga pengusiran kebabilonia. Ini adalah sebuah konsepsi yang asing bagi alam pikiran Yunani: penciptaan dari ketiadaan (ex nihilo) dianggap bukanlah doktrin resmi Kristen sebelum Konsil Nicaea pada tahun 341. penciptaan merupakan ajaran inti Al-Quran, namun sebagaimana semua ungkapan Al-Quran tentang Tuhan, ini juga merupakan “kiasan” atau “tanda” (ayat - verse) dari suatu kebenaran yang tak tercampakan. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan kaum rasionalis Muslim dan Yahudi merasakannya sebagai sebuah doktrin sulit dan problematika dan sulit diungkapkan secara rinci.

Pendek kata, kosmologi bukanlah penjelasan ilmiah tentang asal usul alam, namun pada dasarnya merupakan ungkapan simbolik tentang kebenaran spiritual dan psikologis. Sebagaimana telah kita saksikan bahwa peristiwa-peristiwa baru yang mensabotase wilayah agama-agama lain tanpa menyisakan ruang bagi mereka sebagaimana agama wiyon-wofle diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Peristiwa historis terbaru seperti Kristen diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dirasakan sebagai ancaman terhadap konsepsi ketuhanan tradisional wiyon-wofle disbanding penemuan sains. Akan tetapi di Barat, pemahaman harafiah tentang kitab suci telah tertanam sejak lama. Ketika beberapa orang Kristen barat merasa keimanan mereka kepada Tuhan digoyahkan oleh sains baru, mereka mungkin membayangkan Tuhan sebagai mekanik agung yang dikonsepsikan Newton, sebuah pandangan ketuhanan personalistik yang harus di tolak atas dasar alasan-alasan keagamaan maupun ilmiah. Tantangan sains mungkin akan membawa gereja kepada apresiasi baru terhadap watak simbolik narasi kitab suci.

Wiyon-wofle tampaknya menampilkan sebuah alternatif yang mungkin lebih dapat diterima. Raa wiyon-Na wofle telah sejak lama menegaskan bahwa wiyon-wofle bukanlah wujud lain; mereka mengklaim bahwa Dia adalah Tuhan yang sungguh-sungguh bereksistensi dan lebih baik menyebutnya ada. Tuhan ini cocok dengan selera Raa wiyon-Na wofle yang menolak pemberian gambaran yang tidak layak tentang yang mutlak terhadap wiyon-wofle (Tuhan). Alih-alih memandang Tuhan sebagai fakta objektif dalam k’wiyon-bol wofle yang dapat didemonstrasikan melalui dalil-dalil teologi wiyon-wofle yang dianggap ilmiah, Raa wiyon-Na Wofle justru mengklaim bahwa Tuhan wiyon-wofle merupakan pengalaman objektif yang secara misterius didekati melalui inisiasi (mber wiyon-wofle) dan dapat dilihat sebagai aktivitas gerejani yang tradisional untuk mengungkapkan realitas Tuhan. Raa wiyon-Na wofle membutuhkan kecerdasan, disiplin dan swakritik sebagai benteng terhadap emosionalisme dan proyeksi yang etis. Wiyon-wofle tidak memuaskan kaum feminisme, karena Raa wiyon-Na wofle semenjaknya tidak pernah memasukkan unsur-unsur kewanitaan kedalam k’wiyon-bol wofle yang dianggap sakral dan ilahiah itu.

Demikian beberapa sikap Raa wiyon-Na wofle mungkin dapat diraih. Sekalipun kita tak mampu mencapai derajat kesadaran lebih tertinggi yang telah dicapai oleh Raa wiyon-Na wofle, kita bisa belajar bahwa wiyon-wofle tidak mengada dalam pengertian yang sederhana, misalnya atau bahwa kata “wiyon-wofle” itu sendiri merupakan symbol suatu realitas yang terucap dengan berbagai macam nama yang dikonsepsikan setiap agama suku kepada Tuhan. Teologi wiyon-wofle tidak mengekangkan umatnya untuk mendesakkan persoalan rumit tentang realitas wiyon-wofle kedalam dogma yang kaku. Namun, jika pemahaman ini tidak dapat dirasakan denyutnya di nadi dan diartikan secara personal, semuanya akan tampak sebagai abstraksi tak bermakna. Telah kita saksikan bahwa wiyon-wofle sering dianggap sebagai sebuah disiplin esoterik, bukan karena Raa wiyon-Na wofle ingin membuang yang fulgar, tetapi karena kebenaran-kebenaran ini hanya bisa dipersepsi oleh akal intuitif setelah Raa wiyon-Na wofle melakukan latihan keimanan khusus didalam k’wiyon-bol wofle. Artinya menjadi berbeda setelah didekati melalui jalan ini – mber wiyon-wofle adalah suatu aktivitas keagamaan yang sangat sakral ketika didekati melalui jalan ini, jalan yang tidak dapat terjangkau oleh daya nalar kemanusiaan logis.

Semenjak Raa wiyon-Na wofle, mereka mulai menisbahkan perasaan dan pengalaman mereka sendiri kepada wiyon-wofle. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah mengenal Tuhan yang mereka kenal sebagai Wiyon-Wofle. Wiyon-wofle dipandang sebagai sebuah fakta nyata yang bisa dijumpai sebagai eksistensi objektif. Pada masa sekarang, orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah kehilangan wiyon-wofle dan mereka ingin kembali menempuh upaya inisiasi wiyon-wofle ini. Hal ini tidak perlu menjadi sebuah bencana, tetapi ketika ide-ide agama wiyon-wofle kehilangan validasinya, ide-ide itu biasanya memudar tanpa terasa. Jika pemikiran orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang wiyon-wofle begitu sesuai bagi mereka di zaman empiric ini, maka wiyon-wofle harus dihidupkan kembali sebagai fokus spiritualitas yang mutlak. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah menciptakan keyakinan untuk diri mereka, untuk rasa kagum dan meraih makna kehidupan didalam wiyon-wofle yang terkatakan.

Seratus persen orang di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, mengaku beriman kepada Tuhan dalam injil bibel, namun didalam hati dan pikiran orang Maybrat, Imian, Sawiat, tertidur wiyon-wofle (Tuhan) yang selalu terdengar gemanya mendenting dikedalaman hati nurani. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak bisa menanggung beban penyesalan akan kehilangan wiyon-wofle yang merupakan beban kehampaan dan kesepian; kini orang Maybrat, Imian, Sawiat, harus mengisi kekosongan itu dengan menghidupkan kembali wiyon-wofle yang sebagai fokus untuk meraih hidup yang bermakna. Kristen yang telah gemilang di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, bukanlah pengganti, akan tetapi yang disembah oleh Kristen adalah Tuhan – yang dalam konsepsi orang Maybrat, Imian, Sawiat, disebut wiyon-wofle, atau juga dikatakan dengan pengertian bahwa Tuhan adalah wiyon-wofle dan wiyon-wofle adalah Tuhan.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, harus mengangkat kembali wiyon-wofle dari keterbuangannya dan menghidupkannya kembali. Karena menyembah wiyon-wofle sama saja dengan menyembah kepada Tuhan.

Bangkitlah Raa wiyon-Na wofle

Bangkitlah orang Maybrat, Imian, Sawiat

Dirikanlah bait suci – tabernakel (k’wiyon-bol wofle) bagi wiyon-wofle ALLAH yang telah engkau kenal itu, karena Dia Allah. Wiyon-wofle yang memerintahkanya kepadamu melalui MBOUK.

Pergilah kepadanya, segala kekayaan yang merupakan bagianmu ada bersamanya, bawakanlah sesuka hatimu karena itu adalah milikmu.

Tidak ada komentar: