Launching

Launching

Jumat, 09 Oktober 2009

MENJELAJAHI MASA LALU UNTUK MENGENAL MASA SEKARANG

Part 17

MENJELAJAHI MASA LALU

UNTUK MENGENAL MASA SEKARANG

oleh

Hamah Sagrim

Pada mulanya, manusia menciptakan satu Tuhan, Ia merupakan segala sesuatu serta penguasa langit dan bumi. Demikian sejak semula keberadaan Suku Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, telah memiliki kepercayaan keagamaan yang kuat, dan keimanan yang penuh kepada Tuhan mereka yang disebut “wiyon-wofle”. Ada kepercayaan kepada seperangkat proposisi dengan keimanan yang memampukan orang Maybrat, Imian, Sawiat, dalam pengaruh keyakinan mereka akan kebenaran prosposisi-proposisi itu.

Secara simplisit, orang Maybrat, Imian, Sawiat, percaya bahwa Tuhan itu ada; mereka juga beriman kepada kehadiran kristus dalam Ekaristi, kepada kebenaran sakramen, kepada kemungkinan keabadian neraka dan kepada realitas objektif peleburan dosa. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa kepercayaan mereka terhadap semua ajaran agama tentang realitas sejati yang memberi bukti kepada mereka, bahwa kehidupan didunia ini baik dan bermanfaat. Keyakinan orang Maybrat, Imian, Sawiat, mula-mula tentang Tuhan tradisional mereka (wiyon-wofle) dan ajaran teologia wiyon-wofle. Merupakan sebuah kredo yang menakutkan bagi mereka. Mungkin saja ketika mereka beralih mengikuti ajaran teologia Kristen dengan kerajaan sorga dan api neraka, seperti kenyataannya. Dalam pemikiran mereka, neraka merupakan suatu realitas yang menakutkan dari pada Tuhan, karena neraka adalah sesuatu yang secara imajinatif bisa cepat dipahami. Dalam proses penggembalaan wiyon-wofle (mber wiyon-wofle, maut aken-watum) yang dilakukan oleh Raa bam-Na tmah dan Raa wiyon-Na wofle sebagai teolog wiyon-wofle, setiap yang digembalakan atau murid-murid (wiyon tna) diharuskan menghafal jawaban katekisme terhadap wiyon-wofle.

Menurut para teolog wiyon-wofle (Raa wiyon-Na wofle) adalah Roh maha tinggi, dia ada dengan secara utuh dan dia sempurna tanpa batas. “tidak mengherangkan jika konsep itu sangat bermakna untuk mereka”, bahkan mesti diakui. Hingga saat ini konsep itu masih membuat mereka bergidik, konsep semacam itu juga merupakan sebuah definisi yang amat basah dan angkuh. Mungkin saja sejak kepercayaan mereka, konsepsi semacam itu sangat benar dan pada waktu itu orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Raa wiyon-Na wofle menyadari bahwa ada sesuatu pada agama mereka itu. Sebuah ide tentang Tuhan mereka yang diutarakan oleh para teolog wiyon-wofle bersifat ilmiah dan logis, namun tidak diterima dikalangan iman moderen. Ramuan bagi Raa wiyon-Na wofle bahwa gagasan mereka tentang wiyon-wofle adalah sakral.

Raa wiyon-Na wofle mengimani wiyon-wofle (Tuhan) tradisional sebagai satu Tuhan penguasa langit dan bumi. Dia tidak terwakili oleh gambaran apapun, dia terlalu luhur untuk disembah oleh kemanusiawian yang tidak memadai. Wiyon-wofle selanjutnya secara perlahan – lahan dia memudar dan tenggelam dalam selimut ingatan dan kenangan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada masa sekarang. Wiyon-wofle kini begitu menjadi jauh sehingga orang Maybrat, Imian, Sawiat, memutuskan untuk mengikuti injil Kristen dengan meninggalkan wiyon-wofle, dan pada akhirnya wiyon-wofle telah ditinggalkan atau dilupakan. Mungkin diseluruh muka bumi, bahwa ada suatu teisme primitif setiap orang yang mana sejak sebelum manusia mulai menyembah banyak Tuhan seperti Tuhan Kristen, Tuhan Islam, Tuhan Buddha, Tuhan Hindu, Tuhan Konhucu, dan yang lain sebagainya. Pada awalnya setiap orang atau setiap suku bangsa didunia mengaku masing-masing bahwa hanya ada satu Tuhan tertinggi yang telah menciptakan dunia dan menata unsur manusia dari kejauhan. Kepercayaan Tuhan tiertinggi (kadang-kadang disebut Tuhan langit, karena Dia diasosiasikan dengan ketinggian), masih telihat dalam agama-agama suku pribumi di Afrika, mereka mengungkapkan kerinduan kepada Tuhan melalui doa; mereka sangat percaya bahwa Tuhan tradisional mereka mengawasi mereka dan akan juga menghukum setiap dosa yang telah mereka perbuat. Namun demikian, Tuhan tidak secara langsung hadir dalam kehidupan dan keseharian suku bangsa di Afrika secara fisikal bersama-sama dengan mereka; tidak ada kultus khusus untukNya dan Dia tidak akan pernah tampil dalam penggambaran (Karen Armstrong - sejarah Tuhan. 27).

Demikian Raa wiyon-Na wofle mengatakan bahwa, wiyon-wofle dapat diekspresikan namun tidak dapat dicemari oleh dunia manusia. Boleh dikatakan bahwa wiyon-wofle kini telah “jauh” dalam hidup mereka, mungkin saja kita berasumsi bahwa wiyon-wofle ini telah menjadi begitu jauh dan dia telah digantikan oleh religi baru yang mana memiliki konseptual dan kitab suci yang tersusun rapih dan mudah dijangkau sekarang, namun di zaman kuno, suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, mengasumsikan Tuhan tertinggi yang dilekatkan pada wiyon-wofle yang dianggap maha kudus pada zaman keabadiannya, dengan demikian sebagaimana konsepsi Raa wiyon-Na wofle tentang wiyon-wofle (Tuhan) yang disembahnya. Merupakan salah satu kepercayaan tertua yang dikembangkan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada wilayah mereka untuk menjelaskan misteri dan tragedi kehidupan manusia dan ini juga merujuk pada beberapa masalah yang mungkin dihadapi oleh ketuhanan mereka.

Mungkin tidak mustahil bagi sesama teolog wiyon-wofle untuk membuktikan bagaimana pengekspresian mereka tentang wiyon-wofle (Tuhan) dengan cara-cara yang sudah ditentukan. Hingga masa sekarang dan masa-masa akan datang, banyak bermunculan teori-teori moderen yang mengkaji tentang asal usul agama. Namun tampaknya menciptakan Tuhan yang telah lama sudah dilakukan oleh umat manusia dan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Ketika agama suku orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua (wiyon-wofle) menjadi hilang dari suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, akibat dari peralihan iman percaya tradisional mereka yang dirujuk terhadap wiyon-wofle telah berpindah merujuk kepada iman percaya Kristen, yang terjadi begitu saja tanpa menimbulkan kegaduhan. Mungkin saja dalam era kita sekarang ini, banyak orang akan mengatakan bahwa Tuhan yang telah disembah berabad oleh umat Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, Buddha, juga telah menjadi Tuhan sejauh langit.

Bila kita tarik kembali untuk menyisiri sejarah Tuhan dari tiap agama, disana akan tampak catatan-catatan bahwa pada mulanya Tuhan mereka tidak jauh. “pada mulanya” kata ini mempunyai makna tersendiri yaitu “awalnya”, menunjukkan sesuatu yang bermula dari titik atau garis nol. Dalam catatan sejarah Gereja Kristen bahwa Abraham dan Musa secara langsung berinteraksi atau berbicara dengan Tuhan. Demikian pula Tuhan mengatakan kepada Musa bahwa Dia adalah Tuhan orang Israel, Dia nenek moyang orang Yahudi, dan leluhur dari Ibrahim, Ishak dan Yakub, dan pada waktu itu YHWH dianggap tidak jauh.

Hal itu sangat jelas dan kata-kata dalam percakapan Musa dengan Tuhan digunung Torsinai memberikan suatu penekanan tersendiri yang begitu signifikan bahwa Dia adalah Allah nenek moyang dari bani Israel dan Ia pada waktu itu tidak akan mengatakan bahwa Dia adalah Allah orang Yahudi dan Maybrat, Imian, Sawiat, atau India, atau Afrika atau orang China, kepada Musa. Demikian pula bagi setiap agama masing-masing dan agama wiyon-wofle dan Tuhan nenek moyang mereka. Selanjutnya untuk agama-agama suku yang lainnya juga memiliki pernyataan-pernyataan serupa dengan mereka memproposisikan diri Tuhan sebagai leluhur atau Allah nenek moyang dari suku bangsa mereka. Dari ungkapan-ungkapan tersebut dapat kita garis bawahi bahwa setiap suku bangsa di dunia memiliki agama dan Tuhannya yang telah mereka kenali masing-masing, termasuk juga agama moderen seperti agama Kristen, Islam, Hindu, Buddha dan yang lainnya yang mempunyai asal mula pendiriannya. Setiap suku lebih mengerti tentang agama mereka masing-masing baik itu cara penyembahan, ucapan bahasa dan ucapan kata-kata yang sesuai untuk berhubungan langsung dengan Tuhan mereka. Karena telah kita katakana bahwa agama Kristen adalah agama moderen yang berasal dari suku bangsa Israel, dan hal ini dibenarkan karena agama wiyon-wofle, adalah agama yang berasal dari suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, dan bukan termasuk agama yang berasal dari suku bangsa Israel. Suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, lebih mengerti dan lebih menguasai dan lebih takut terhadap agama dan Tuhan wiyon-wofle pada zaman keberadaan teologi wiyon-wofle, ketimbang agama lain, yaitu mereka telah mengetahui cara penyembahan kepada Tuhan mereka secara detail dan bahasa-bahasa dan puji-pujian yang secara langsung mereka gunakan dalam berkomunikasi dengan Tuhan mereka. Hal ini juga terjadi untuk setiap suku bangsa yang lain dengan agamanya masing-masing.

Suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, selalu berbicara tentang kekuatan dan kedahsyatan wiyon-wofle, yaitu wiyon-wofle mampu melakukan mukjizat-mukjizat seperti, memerintahkan air untuk kering, dan menjadi banjir, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan (kabes fane), menghakimi orang berdosa dan menjanjikan keselamatan kepada orang-orang saleh. Dalam kesadaran iman percaya orang Maybrat, Imian, Sawiat itu tampak benar-benar koheren, mungkin saja bagi kita hal-hal itu tidak relevan, namun Tuhan mereka (wiyon-wofle) telah memainkan peran krusial dalam sejarah keimanan mereka dan merupakan suatu wawasan terbesar orang Maybrat, Imian, Sawiat, sepanjang sejarah agama mereka.

Untuk memahami wiyon-wofle yang telah hilang dari suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, - (jika memang dia telah hilang) – dan kita perlu melihat apa yang dilakukan orang Maybrat, Imian, Sawiat, ketika mereka mulai menyembah Tuhan mereka (wiyon-wofle), apa maknanya, dan bagaimana dia dipahami. Untuk melakukan itu, kita perlu menelusuri kembali kedaerah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, yang merupakan tempat gagasan tentang wiyon-wofle secara perlahan telah bertumbuh dan berkembang dalam beberapa abad silam.

Salah satu alasan mengapa agama wiyon-wofle tampak tidak relevan pada masa sekarang adalah karena mereka tidak lagi memiliki kesadaran dan rasa bahwa mereka dikelilingi oleh yang maha kuasa (gaib). Originalitas kultur religi tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, dalam memperhatikan wiyon-wofle telah hilang terkikis oleh didikan teologia baru yang mempengaruhi mereka, sehingga hanya bisa memusatkan kepada perhatian pada dunia fisik dan material yang hadir dihadapan mereka. Mungkinsaja metode menyelidiki dunia semacam ini akan membawa banyak hasil, akan tetapi salah satu akibatnya adalah orang Maybrat, Imian, Sawiat, sebagaimana yang telah terjadi; mereka kehilangan kepekaan tentang yang “spiritual” atau “suci” seperti yang melingkupi kehidupan mereka yang tradisional pada setiap tingkatan Tuhan mereka yang dahulunya sebagai bagian esensial dalam pengalaman keimanan tentang dunia. Dalam pengajaran teologia wiyon-wofle, telah diungkapkan tentang zaman-zaman seperti zaman Bapak, Zaman Kasih, dan Zaman Roh serta keberadaan mereka pada zaman apa. Diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat, orang Maybrat, Imian, Sawiat, merujuk wiyon-wofle yang disebut bahwa dia benar-benar ada dengan kuasa mistisius, sebagaimana suku bangsa lain dengan kepercayaan mereka sebagai suatu abdi alami kepada Tuhan sebagai kehadiran atau roh. Kadang-kadang ia dirasakan sebagai sebuah kekuatan impersonaliti seperti layaknya sebentuk radio aktivitas atau tenaga listrik. Kekuatan ini diyakini bersemayam dalam kepala suku, pepohonan, bebatuan, atau hewan-hewan. Orang Latin mengalami Numina (roh-roh) dalam semak yang dianggap suci, orang Arab merasakan bahwa daratan dipenuhi oleh jin-jin. Orang Israel mengalami roh-roh dalam semak, gunung, yang dianggap suci, orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengalami roh-roh dalam semak, gunung yang dianggap suci. Secara alamiah, manusia ingin bersentuhan dengan realitas ini dan memanfaatkannya sebagai Tuhan. Pengalaman orang Maybrat, Imian, Sawiat, pun juga sama, yang mana mengalami roh-roh dalam semak, gunung dan mereka mengasosiasikan roh-roh itu sebagai Tuhan mereka yang utama disebut wiyon-wofle, dan sebenarnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengekspresikan rasa kedekatan mereka dengan Tuhan yang kuasa (gaib) itu dengan dunia disekeliling mereka. Rasa tentang “gaib” kuasa ini adalah dasar dari agama wiyon-wofle. Perasaan itu mendahului setiap hasrat untuk menjelaskan asal muasal dunia atau menemukan landasan bagi perilaku beretika. Kekuatan gaib yang dirasakan oleh manusia, terdengar suci. Kekuatan ini dirasakan oleh manusia dalam cara yang berbeda-beda — terkadang ia menginspirasikan kegirangan yang luarbiasa dan memabukkan; terkadang memberi suatu ketenteraman mendalam, membuat orang merasa kecut, kagum dan merasa hina dihadapan kehadiran kekuatan misterius itu. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, merasakan hal itu dihadapan wiyon-wofle dalam setiap aspek kehidupan.

Ketika orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulai membentuk mitos dan penyembahan mereka kepada wiyon-wofle, mereka tidak sedang mencari penafsiran harafiah atas fenomena alam, tetapi mereka mengetahui secara pasti bahwa segala sesuatu fenomena itu terjadi karena kuasa Tuhan sendiri semata-mata dan orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengetahui dan menyimpan suatu legenda tersebut. Kisah-kisah simbolik dan peribadatan adalah usaha orang Maybrat, Imian, Sawiat, untuk mengungkapkan kekaguman mereka dan untuk menghubungkan misteri yang luas ini dengan kehidupan mereka sendiri. Kisah agama wiyon-wofle ini begitu mirib dengan yang terdapat disemua kebudayaan agama suku yang mana juga mengekspresikan peranan Tuhan mereka masing-masing dalam spiritualitas manusia. Mitos-mitos dalam agama suku selanjutnya diangkat menjadi sebuah pegangan ritus tertulis dan kemudian dimoderenkan dengan sempurna sehingga disebut nats-nats kitab suci dan bukan lagi cerita mitos. Mungkin saja kedengarannya asing, karena dikatakan kitab suci adalah kitab yang mencatat ceritera mitos dan legenda dari agama itu, namun pada pendiskusian kita sebelumnya dikatakan bahwa agama-agama moderen sekarang ini bertumbuh dari agama suku yang selanjutnya diperbaharui oleh manusia menjadi agama yang luas, yang dikenal oleh orang banyak sehingga diakui sebagai agama moderen yang tersohor.

Dalam kepercayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulanya tampak mereka percaya bahwa hanya melalui keterlibatan dalam kehidupan yang suci (mber wiyon-wofle) ini, mereka bisa menjadi manusia yang sesungguhnya. Kehidupan duniawi sangat rentan dan dihantui bayang-bayang kematian, tetapi jika mereka meneladani tindakan Tuhan, maka mereka akan memiliki suatu kadar dan kekuatan dan kreatifitas tertentu dalam Tuhan mereka (wiyon-wofle) itu. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa wiyon-wofle memperlihatkan kuasanya kepada orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang bagaimana cara hidup yang merupakan salinan dari etika pengajaran yang dicontohi dari kehidupan wiyon-wofle pada tempat dimana mereka berada dalam k’wiyon-bol wofle sebagai bait suci itu — seperti yang terungkap dalam teologi wiyon-wofle, bukanlah sekedar sebuah idealisme yang menuju kearah itu mereka menuju, tetapi merupakan prototipe eksistensi orang Maybrat, Imian, Sawiat; itulah pola atau arketipe orisinal yang menjadi model kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Dengan demikian, bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada dibumi yang dipandang sebagai suatu replika dari semua yang ada di dunia ilahi ini menjadi persepsi yang membentuk teologia mereka. Organisasi ritual (mber wiyon-wofle) dan sosial serta kebudayaan antik yang mana terus menerus menggema dalam kehidupan tradisional pada era mereka sekarang ini Menurut Tuhan, masih menjadi ajaran agama, baik itu agama wiyon-wofle, agama Kristen, atau agama Islam, bahkan agama suku lainnya. Memang benar bahwa suatu kepercayaan terhadap seorang Tuhan tertentu, kita pasti meniru apa yang dilakukan oleh Tuhan yang kita percayai itu, hal ini merupakan suatu ajaran agama yang penting, seperti umat Kristen yang telah mengasihi sesama manusia atau beristirahat pada hari sabat atau bagi orang muslim, shalat pada hari jumat — perbuatan-perbuatan yang bermakna dalam diri Tuhan sendiri — kini menjadi jelas secara signifikan di taati dan sakral karena orang-orang percaya bahwa perbuatan semacam itu pernah dikerjakan oleh Tuhan yang mereka percayai masing-masing.

Spiritualitas dan kepercayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap wiyon-wofle (Tuhan) mereka. Telah tersabotase dan adanya pengambilalihan wilayah keimanan mereka oleh pengaruh kuat dari kepercayaan Tuhan Yahudi yang tertanam dalam Kristen yang kini menggeser agama wiyon-wofle untuk menjauh dari fokus orang Maybrat, Imian, Sawiat. Agama Kristen telah mempengaruhi teologi wiyon-wofle yang telah ada dahulu dan telah banyak menjanjikan segala hal kepada orang Maybrat, Imian, Sawiat. Sebagaimana kaum teisme dibelahan dunia lainnya, orang Maybrat, Imian, Sawiat, menisbahkan prestasi kebudayaan mereka kepada wiyon-wofle (Tuhan) tradisional mereka yang telah mewahyukan gaya hidup kepada mereka dan juga kepada nenekmoyang mitikal masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Dengan demikian Maybrat, Iman, Sawiat, sebagai gambaran surga. Keterkaitan dengan alam suci ini dirayakan dalam upacara-upacara keagamaan mereka. Dengan demikian pula dalam perbuatan-perbuatan simbolik yang dilakukan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, memiliki nilai-nilai sakramental; tindakan itu membuat orang Maybrat, Imian, Sawiat, mampu menenggelamkan diri kedalam kekuatan suci atau tenggelam dalam dogmatika wiyon-wofle yang menjadi dasar kebergantungan peradaban besar mereka. Kebudayaan yang dirasakan sebagai sebuah pencapaian yang abadi. Kisah ini bukanlah peristiwa faktual tentang asal-usul fisik kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, semata-mata, melainkan suatu upaya simbolik yang serba hati-hati untuk mengungkapkan suatu misteri besar dan membebaskan kekuatan sucinya. Simbol teologi wiyon-wofle merupakan sesuatu yang sesuai untuk menjelaskan tentang pribadi wiyon-wofle (Tuhan) itu. Pandangan sekilas atas teologi wiyon-wofle memberi suatu wawasan tentang spiritualitas yang melahirkan konsep tentang wiyon-wofle (Tuhan).

Pengertian lain dikatakan bahwa, kisah sebuah agama moderen, bermula dari agama-agama suku itu sendiri, sebuah tema sebagaimana akan kita saksikan nanti — menjadi begitu penting dalam mistisisme atau teologia wiyon-wofle yang dianut oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua.

Kita akan melihat bahwa dalam banyak hal, baik orang Israel dan orang Maybrat, Imian, Sawiat, mempunyai perspektif keagamaan yang mirib dengan tetangga yang lain di dunia yang selalu dipertahankan oleh penganutnya masing-masing sebagai rahasia keimanan, tetapi kisah mereka memang memperlihatkan bahwa adanya suatu entitas tersendiri yang dilekatkan dalam diri Tuhan mereka masing-masing dengan sebutan yang juga berbeda kepada Tuhan masing-masing. Namun pada abad kedelapan, orang Israel mulai mengembangkan visi tentang agama suku mereka yang khas sehingga terkenal. Banyak penginjil orang Israel yang menyebar ke seluruh wilayah Yerusalem hingga ke negeri lainnya di dunia. Seandainya pada waktu itu agama wiyon-wofle dari suku Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, dikembangkan seperti agama suku orang Israel, maka mungkinsaja agama wiyon-wofle dari suku Maybrat, Imian, Sawiat Papua itu sebagai sebuah agama yang moderen dan mempunyai pengikut-pengikut dibelahan dunia lainnya.

Dalam kepercayaan orang Israel, adanya catatan sejarah dan legenda mereka tentang Tuhan mereka, seperti sejarah yang mengisahkan tentang penciptaan dunia yang akan diparalelkan dengan mitologi suku Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat.

Ketika Tuhan [YHWH] Allah menjadikan bumi dan langit, belum ada semak apapun di bumi, belum ada tumbuh-tumbuhan apapun di padang sebab Tuhan Allah belum menurunkan hujan ke bumi dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu ketika Tuhan Allah membentuk manusia (adảm) dari debu tanah (adảmah) dan mengembuskan nafas kehidupan kedalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk hidup.

Ini benar-benar merupakan titik berangkat yang baru. Alih-alih berkonsentrasi kepada pencipta dunia dan pada periode prasejarah sebagai mana kaum pagan sezamannya di Mesapotamia dan Kanaan, ini merupakan suatu historis yang luarbiasa. Pada abad ke enam SM, ketika pengarang menuliskan kisah yang hebat ini dalam apa yang sekarang merupakan bab pertama kitab kejadian. Secara mutlak adanya suatu persepsi yang mencolok tentang perbedaan nyata antara manusia dengan Tuhan pemahaman tersebut dengan menempatkan seorang Tuhan seagai sosok yang Esa. Manusia bukannya tersusun dari zat suci yang sama dengan Tuhan, demikian dalam sejarah penciptaan dalam motologi Israel bahwa manusia (adảm) bagai sebuah permainan kata, manusia adalah bagian dari tanah (adảmah) identik dengan kotor, sedangkan Tuhan adalah suci. Mungkin karena manusia adalah tanah dan Tuhan adalah bukan dari tanag sehingga dalam pengembaraan hidup antara manusia dengan Tuhan memiliki suatu jarak, suatu alasan mendasar jarak tersebut, karena dunia adalah tanah dan fana, sedangkan kerajaan Tuhan adalah kemuliaan dan kekal.

Akan tetapi siapakah Yahweh? Apakah Abraham menyembah Tuhan yang sama dengan Musa, atau apakan dia mengenalnya dengan nama yang berbeda? Ini adalah persoalan yang penting bagi kita sekarang ini, namun dalam kisah pengarang kitab Kejadian, mengatakan bahwa manusia telah menyembah Yahweh sejak masa cucu Adam, tetapi sepertinya pengarang kitab yang lain menyiaratkan bahwa orang Israel tidak pernah mendengar tentang Yahweh hingga dia menampakkan diri kepada Musa di semak. Pengarang kitab kejadian ini selanjutnya menjelaskan bahwa sebenarnya dia adalah Tuhan yang sama dengan Tuhan Abraham. Seakan-akan ini merupakan pernyataan yang agak kontrafersial. Dia mengatakan kepada Musa bahwa Abraham memanggilnya “El Shaddai” dan tidak mengetahui nama suci “Yahweh”. Kesenjangan itu tampaknya tidak merisaukan para penulis dan Editor biblikal. Mungkinsaja dalam penyataan penulisan dari pengarang kitab kejadian akan selamanya menyebut Tuhannya “Yahweh”; karena pada masa dia menuliskan itu, Yahweh memang adalah Tuhan Israel dan itulah kenyataannya. Nama Tuhan tertinggi Kanaan yang terekam dalam nama-nama berbahasa Ibrani, seperti Isra-El atau Ishma-El.


adảm » sebutan nama manusia pertama yang di ciptakan Tuhan.

adảmah » sebutan dalam bahasa Arab yang berarti Tanah, maka nama Adảm berarti “tanah” oleh karenanya sebutan kepada manusia pertama itu dengan nama “adảm” karena ia berasal dari tanah.

Dalam sejarah agama orang Israel, Tuhan memiliki beberapa sebutan nama, seperti Yahweh, El dari Bethel, El Shaddai (El. Pegungungan) El Eliyon (Tuhan yang Maha tinggi). Demikian halnya yang terjadi dalam sejarah agama wiyon-wofle pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat. Adanya sebutan kepada Tuhan mereka seperti ORON, KOMEYAN, WIYON-WOFLE.

Akan kita saksikan bahwa orang Maybrat, Imian, Sawiat, menemukan suatu nama atau “kesucian” wiyon-wofle, sebagai pengalaman yang menggetarkan. Sebagai perbandingan, Tuhan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, berbicara kepada Mbouk, sebagai seorang Nabi; para imam besar agama wiyon-wofle dengan secara langsung berbicara berbicara dengan Tuhan mereka (wiyon-wofle). Iliad sarat dengan epifani semacam itu serupa dengan Iliad-iliad di Israel.


Epifani » Tuhan yang datang – menampakkan diri sebagai teman.

Iliad » orang yang mengalami epifani

Tidak ada komentar: